Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Pangestu
Mochamad Rizky Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Muda

Saya suka menulis, dan ingin berbagi cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gana-gini

14 Juli 2023   07:01 Diperbarui: 14 Juli 2023   07:07 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya." Jawabku. Dan kamu hanya menggeleng, lalu "Apalagi penjaganya yang jutek itu."

Aku tak bisa menahan tawa. Memang, kamu kerap kali diawasi oleh penjaga perpustakaan itu, dengan lirikannya yang tajam yang tak kamu suka dia mengawasimu karena kamu malah tidur selama aku membaca.

"Tapi, ada kecualinya." Katamu. "Apa?" Tanyaku. "Ya, pembacanya." Jawabmu, menunjukku. Aku tersipu.

Dan selama bertahun-tahun kita sama-sama menentang. Pada awalnya kita saling toleransi bukan? Tapi makin hari, kamu sering mangkir bahkan tak terhitung lagi percekcokan kita setelah itu.

Bahkan, makin ke sini, kamu mulai menyinggung pribadiku, mempermasalahkannya, menganggapnya seperti satu kekurangan yang amat dari diriku. Aku memang tidak romantis. Tidak pandai merangkai kata sepertimu, yang entah dari mana kamu mendapatkannya. Katamu, dari quotes-quotes yang kamu dapat di googleatau sekadar melintas di beranda sosial mediamu lengkap bersama foto sang pemilik quotes, yang terkadang aku merangukannya. Apa benar orang itu pernah berkata seperti itu? Atau, mungkin saja orang mengarang-ngarang, menyandingkan kata-kata yang dirangkainya sendiri pada satu nama besar agar banyak dipercaya dan digunakan oleh orang? Entahlah, tapi kamu selalu mengutipnya dan tak jarang mengikutinya. Ya, kamu memang romantis. Aku tidak.

Padahal dulu, kamu sama sekali tak peduli. Bukankah kita berjanji untuk saling menerima diri masing-masing apa adanya? Tapi, lama-lama kamu terus menuntut. Sedang aku terus belajar, mencoba menjadi seperti yang kau inginkan. Sampai detik ini.

Tapi, "kamu gak pernah berubah ya? Atau emang gak mau berubah? Masa selama ini cuma aku yang berjuang buat kamu?" katamu, baru saja. Aku tersentak.

Bahkan jika kamu pikir hanya kamu saja yang berjuang untuk aku, aku pikir kamu keliru. Bukankah sekarang saja aku berada di tempatmu, di tempat yang tak kusukai. Kamu, terbilang hanya sanggup tiga kali menemaniku ke perpustakaan. Tempat favoritku. Selebihnya, selalu saja alasan sana-sini. Aku coba menawar, membawa buku sambil menemanimu minum kopi kamu juga melarang. "Mengganggu waktu kita." Katamu.

Tapi, aku tak ingin adu mulut denganmu. Aku hanya bersiap untuk segera pergi dari tempat yang sempat kusukai dan tak akan pernah kusukai lagi ini. Setelah kata itu mengusirku telak, bahkan ketika kamu bukan pemilik tempat ini.

"Aku pikir, kita gak ada kecocokan lagi. Kita sampai di sini saja. Nanti juga kamu pasti ketemu orang yang tepat, bukan aku." Kamu mengusirku, bukan hanya dari tempat ini tapi dari hatimu juga.

Aku mengangguk kecil, sedang hatiku bergolak dengan ragam gumam yang mestinya melayangkan setiap perlawanan dari apa yang kamu ucapkan. Tapi, aku tak kuasa. Aku memilih diam dan membiarkan segala ingatan dan gejolak memenuhi benakku bergantian. Aku pikir, semua ini hanya persoalan sepele. Tapi, kamu membesarkannya juga akhirnya. Aku tak menyangka. Tapi, bahkan seringan apapun masalahnya, bukan karena kita tak dapat mengatasinya, karena memang kita bukan jodohnya, sehingga tak pernah ada jalan untuk mengatasinya, tak lagi ada titik temiunya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun