Mohon tunggu...
Muhammad Julijanto
Muhammad Julijanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Tuangkan apa yang ada di dalam pikiranmu, Karena itu adalah mutiara yang indah untuk dinikmati yang lain bila dituangkan, Tetapi bila dipendam hanya untuk diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandangan terhadap Perempuan

9 Maret 2023   14:21 Diperbarui: 9 Maret 2023   14:24 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan Subuh Berjamaah PDM Wonogiri. Dokpri

Muhammad Julijanto

Pendahuluan

 Berbicara tentang kaum perempuan memang selalu aktual, menarik dan tak pernah ada habisnya, sama halnya sewaktu kita membicarakan tentang tahta dan harta.

 Sampai saat ini peran dan kedudukan perempuan di Indonesia baik di dalam keluarga dan masyarakat tidak berhenti didiskusikan. Selain penting mengetahui perkembangan peran dan kedudukan perempuan di Indonesia saat ini, penting sekali untuk mengetahui bagaimana ajaran agama dan tradisi adat mengatur mengenai hal tersebut.

Sejarah perjalanan manusia, wanita seringkali ditempatkan sebagai makhluk yang lemah dan terkadang dilemahkan. Hal-hal seperti itulah yang membuat perempuan seringkali perlu mendobrak stigma yang sudah terbentuk dan masih terus ada. Di dalam Islam, wanita dibahas di dalam satu surat khusus, yakni Surat An Nisa. Sedangkan di dalam adat yang ada di Indonesia, posisi perempuan beragam-tergantung adatnya.

Ada dua kelompok utama dalam memberikan tafsir terhadap doktrin Islam tentang perempuan. Pertama, kelompok yang berpandangan bahwa Islam memang membedakan antara laki-laki dan perempuan, baik secara biologis maupun secara gender. Perbedaan-perbedaan ini sudah pasti akan berimbas pada perbedaan peran dan fungsi perempuan dan laki-laki. Biasanya kelompok ini kemudian akan menjadikan beberapa doktrin dalam Islam sebagai argumentasi teologis bagi mereka untuk memberikan legitimasi dominasi laki-laki yang harus dipatuhi perempuan. Seperti pembatasan gerak perempuan di ruang publik, masalah keharaman kepemimpinan perempuan, penerapan hukum keluarga yang membatasi peran perempuan, dan sebaliknya memberi keluasan wewenang kepada laki-laki, dan sebagainya.

Kelompok kedua adalah mereka yang berpandangan bahwa secara substantif, Islam tidak membedakan kedudukan perempuan dengan laki-laki. Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang terhormat.

Kita lihat betapa revolusioner Alquran serta Nabi Muhammad SAW dalam memuliakan perempuan. Dalam Alquran surat An-Nahl 97 dijelaskan: "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang lebih baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan atas apa yang telah mereka kerjakan". Demikian juga dengan surat At-Taubah 31, "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menganjurkan yang ma'ruf, mencegah kemungkaran, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Masalah

Bagaimana peran perempuan dalam pandangan Islam?

Pembahasan 

Hakikat penciptaan manusia dalam islam  

Dalam perspektif ajaran Islam, antara kaum laki-laki dan kaum perempuan memiliki kodrat dan tabiat bawaan sejak lahir yang berbeda baik secara phisik maupun psychis. Tidak ada seorangpun yang dapat membantah realitas yang demikian. Dengan perbedaan yang demikian tidak berarti menurut Islam kaum laki-laki lebih unggul atau lebih rendah dari kaum perempuan, melainkan hanya menunjukkan adanya bentuk phisik dan psychis atau karakter yang berbeda. Makna filosofis yang terkandung di balik penciptaan yang demikian adalah, bahwa antara keduanya harus dapat bekerjasama dan berperan sesuai dengan kodrat dan tabiatnya masing-masing.

 Kedudukan perempuan dalam islam  

Perempuan juga manusia yang memiliki kedudukan setara dengan laki-laki dalam tanggung jawab pelaksanaan kewajiban agama dan takdir mereka sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Q.S. An Nisaa ayat 11. ... Kata setiap muslim menunjukkan bahwa yang memperoleh akses pendidikan dan hak belajar adalah laki-laki dan perempuan.

QS Al-Nisa' : 1   

Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Urgensi fiqhunnisa dalam ajaran Islam  

Pengetahuan perempuan tentang fiqh an nisa' sangat strategis dan fundamental, karena menyangkut tatacara dan bagaimana pelaksanaan ibadah bagi perempuan, yang mempunyai kodrat yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan merupakan makhluk istimewa dalam kehidupan manusia. Sekalipun Islam memandang antara laki-laki dan perempuan sama dalam semua aspek kehidupan, baik social dan peribadahan.

 Risalatul mustahadhoh (haid, nifas, wiladah dan mustahadhoh).   

Haid

Bagi beberapa anak perempuan yang baru memasuki usia 'aqil baligh dan mengalami haid adakalanya sulit untuk menerima dan merasakan perubahan yang terjadi padanya sehingga terkadang banyak menimbulkan persoalan (Santrock, 2003:97).

Definisi haid dalam kitab risalatul mahid ini ialah; darah yang keluar dari farji-nya (kemaluannya) seorang perempuan pada umur haid yakni sembilan tahun qomariyah. Dengan jalan sehat dan darah yang dikeluarkan bukanlah darah rusak (penyakit).

Berikut hal-hal yang dilarang ketika seorang perempuan sedang haid dalam kitab risalatul mahid ini di antaranya; Sholat (baik wajib maupun sunnah), puasa (baik wajib maupun sunnah), membaca Alqur'an, membawa dan menyentuh Alqur'an, berdiam diri di masjid, thawaf, jima' (hubungan suami-istri), istimta' (bersenang-senang antara pusar dan lutut), sujud syukur dan sujud tilawah.

Setelah perempuan mengetahui haidnya sudah berhenti, maka wajib melaksanakan mandi besar atau mandi suci yang dimulai dengan; membaca basmalah disertai dengan niat mandi suci dari hadats besar yakni haid. Meratakan air ke seluruh tubuh seperti halnya lipatan-lipatan badan, kerutan-kerutan badan, lubang telinga yang nampak dari luarnya, persendian-persendian badan serta daerah farji saat berjongkok dan masrubah (tempat menutupnya lubang dubur). Selanjutnya yakni tertib atau sesuai dengan urutan-urutannya.

Istihadlah

Istihadlah merupakan darah yang tidak memenuhi syarat haid dan nifas (Mustafa, 2009:141). Istikhadloh merupakan darah yang keluar dari otot-otot rahim bagian bawah atau pada mulut rahim dan sekitarnya, serta keluarnya tidak pada waktu masa-masa haid dan masa-masa nifas. Oleh karena itu istikhadloh juga sering disebut sebagai darah rusak atau penyakit (Mahalli, 2008:104). Sedangkan perempuan yang mengalami istikhadloh disebut juga mustahadlah.

Hukum perempuan yang sedang mengalami istikhadloh berbeda dengan seorang perempuan yang mengalami haid. Para mustahadloh wajib melaksanakan sholat wajib, puasa, membaca Alqur'an dan lain sebagainya. Karena seorang mustahadloh itu dianggap berhadats, maka sebelum melaksanakana sholat fardlu harus melakukan empat perkara yakni: a) Membasuh farji dengan membersihkannya jika ada sisa darah atau kotoran yang masih melekat. b) Menyumbat farji dengan kapas atau yang serupa supaya darah tidak menetes keluar ketika melaksanakan sholat. c) Membalut farji dengan celana dalam atau sejenisnya. Wajib membalut jika dibutuhkan dan selama tidak menimbulkan rasa sakit (Ahmad, 2008:83. d) Wajib bersuci dengan wudlu atau tayyamum. Semua perkara tersebut wajib dilakukan setiap akan melaksanakan sholat fardhu dan dilakukan setelah masuk waktu sholat secara tertib dan segera supaya cepat-cepat bisa melaksanakan sholat. Jika tidak segera dilaksanakan maka batal dan wajib mengulangi empat disebabkan oleh ketidakhati-hatian atau kelalaian dalam menjalankan empat perkara tersebut. 

Mustahadlah dibagi menjadi tujuh macam: ubtada'ah mumayyizah, Mubtada'ah ghairu mumayyizah, Mu'tadah mumayyizah, Mu'tadah ghairu mumayyizah dzakiratun li'adatiha qadran wawaqtan, Mu'tadah ghairu mumayyizah nasyiatunli'ad atiha qadran wawaqtan, Mu'tadah ghairu mumayyizah dzakiratunli'ad atiha qadran lawaqtan, Mu'tadah ghairu mumayyizah dzakiratunli'ad atiha waqtan laqadran.

Nifas

Nifas didefinisikan sebagaimana darah yang keluarkan seorang perempuan setelah melahirkan dengan syarat waktu keluarnya darah tersebut sebelum melewati lima belas hari dari melahirkan (As-Samaroni, 1995:40). Perempuan yang mengalami nifas berbeda ketentuan massanya dengan perempuan yang sedang haid dan istihadloh. Perempuan memiliki batas paling sedikit mengengeluarkan darah nifas yakni satu tetes. Sedangkan umumnya nifas yakni empat puluh hari dan lamanya nifas yakni enam puluh hari (Mustafa, 2001:35). Oleh karena itu jika nifas melebihi enam puluh hari maka selebihnya dihitung darah isihadloh atau disebut juga istihadloh fin nifas.

Persaksian, waris, sunnat dan babul mayit dalam Islam  

Persaksian

Definisi umum dari saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indera mereka (misalnya penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian.

Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil ke pengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses peradilan[2].

 

Dalam hukum pidana Islam (fikih jinayah) terdapat beberapa macam alat bukti yang dapat dihadirkan dalam persidangan. Alat bukti (bayyinah) berfungsi untuk membuktikan, mengungkap, atau menjelaskan kebenaran sesuatu.

 

Beberapa alat bukti yang ditentukan para ulama fikih yaitu: kesaksian (syahdah), pengakuan (iqrr), indikasi atau petunjuk (qarnah), dan sumpah (al-qasamah/al-yamn). Kesaksian adalah pemberitahuan atau pernyataan yang benar untuk membuktikan suatu kebenaran dengan menggunakan lafal kesaksian di depan pengadilan. 

Kesaksian (syahdah) sebagai salah satu alat bukti, dalam pelaksanaannya memiliki beberapa persyaratan agar kesaksian tersebut diterima. diucapkan di depan sidang pengadilan, diucapkan dengan lafal kesaksian (seperti: saya bersaksi, asyhadu, atau dengan kata yang sinonim), dan jumlah saksi sesuai dengan ketentuan. ulama juga menetapkan persyaratan bagi saksi, yaitu dewasa dan berakal (dan bermental) sehat, bersifat adil, dan muslim. 

Kedewasaan dan berakal sehat diukur dari kemampuannya memahami apa yang dikatakan serta memiliki ingatan yang cukup. Sifat adil diindikasikan oleh perilaku seperti terhindar dari dosa besar maupun dosa kecil, taat beribadah, serta memiliki akhlak yang baik. Penilaian sifat adil ini berdasarkan komentar atau pendapat dari orang orang yang sezaman atau semasa. 

persyaratan saksi yang menjadi perdebatan ulama adalah tentang saksi perempuan dalam kasus tindak pidana. 

Sebagian besar ulama fikih (jumhur) hanya menerima saksi laki-laki untuk kasus. udd dan qi (pembunuhan). Kesaksian perempuan hanya diterima untuk persoalan persoalan yang menyangkut keperempuanan, seperti menstruasi (haid) dan keperawanan. Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim al Jauziyah memiliki pendapat yang berbeda. Keduanya berpendapat bahwa kesaksian perempuan dalam masalah udd dan qi dapat diterima jika pernyataannya otentik dan tidak ditemukan saksi laki-laki. 

Kedudukan saksi sebagai bukti didukung beberapa dalil Al Quran maupun hadis. Surat Al Baqarah [2]: 282. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu, jika tidak ada saksi dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. 

Rasulullah Saw bersabda kepada seorang penggugat, Engkau hadirkan dua orang saksi atau sumpah, (HR Al Baihaqi dan al Hakim).

 Jumlah dan jenis saksi yang dapat diterima dalam pengadilan berbeda-beda, tergantung pada kasus yang disidangkan.

 Para ulama membedakan antara hal-hal yang bisa diketahui oleh laki-laki dan hal-hal yang hanya diketahui perempuan.

 Hal-hal yang hanya diketahui laki-laki dibedakan menjadi dua; pertama, persoalan perdata menyangkut harta benda, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan berbagai macam akad. Saksi bisa diterima sedikitnya dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan[3].

 Kedua, dalam persoalan perdata menyangkut soal selain harta, seperti nikah, talak, idah, sulh, dan nasab. Mayoritas ulama kesaksian bisa diterima sedikitnya dua orang laki-laki. Mazhab Hanafi kesaksian satu orang laki-laki dan dua orang perempuan juga dapat diterima.

 Ketiga, had zina saksi yang diterima berjumlah sedikitnya empat orang laki-laki. Jika kurang atau ada salah seorang saksi yang perempuan, maka had zina tidak dapat dilaksanakan.

 Keempat, dalam kasus hudud selain zina, kesaksian minimal berasal dari dua orang laki-laki. Mazhab Zahiri, kesaksian perempuan dapat diterima asal jumlahnya lebih dari satu orang. Adapun hal-hal yang hanya diketahui perempuan seperti soal kelahiran, keperawanan, haid, nifas, dan persusuan, maka kesaksian perempuan bisa diterima.

 Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah saksi yang bisa diterima. Mazhab Hanafi dan Hambali menetapkan jumlah minimal satu orang . Mazhab Maliki mencukupkan dua orang. Mazhab Syafi'I  mengharuskan  sedikitnya empat orang saksi.

Waris

Perempuan di dalam Islam mendapatkan warisan separuh dari bagian anak laki-laki.

Sunnat perempuan. Perempuan dapat berperan di dalam pengambil keputusan dalam keluarga, peran seorang ibu sangat besar dalam mendidik anak-anaknya, perempuan berperan dalam sosial politik tanpa melupakan perannya di dalam keluarga.

Apalagi Alquran juga menjelaskan bahwa keduanya diciptakan juga dari jiwa yang satu (min nafsiwwahidah QS An-Nisa 1). Dalam Islam, relasi antara perempuan dan laki-laki adalah partnership, "sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain". (QS Ali Imran 195). Atau "sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain".

Dalam konteks masyarakat Arab saat ayat tentang waris, poligami dan sebagainya turun, apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW merupakan sesuatu yang revolusioner. Ayat tentang waris, yang memberi bagian perempuan separoh dari bagian laki-laki (An Nisa 7-11) merupakan pengakuan terhadap hak-hak perempuan ketika perempuan saat itu mengalami proses domestikasi luar biasa. Jangankan mendapatkan bagian waris, justru perempuan menjadi barang yang bisa diwariskan ke anaknya ketika sang suami meninggal (An-Nisa 19)

Babul mayit dalam Islam

Memulasarn jenazah merupakan fardu kifayah, wajib bagi sebagain kaum muslimin. Jenazah dimandikan, dikafani, disholatkan dan dimakamkan di pemakaman.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:

Perempuan dan laki-laki sederajat, menjalankan peran sesuai dengan kapasitas masing-masing, diskrimanasi dan upaya stigmatisasi negative terhadap perempuan harus dihindari dan saling memuliakan dan menghormati kunci kedamian dan harmoni.

Islam adalah agama bagi kemerdekaan kaum perempuan dan memandangnya sejajar dengan kaum laki-laki, Islam memberikan hak-hak yang penuh dalam semua aspek kehidupan bagi kaum perempuan. Kaum wanita (perempuan) dengan rahmat Allah SWT dan dibawah risalah Islam dikembalikan pada kedudukannya yang mulia sebagai panglima keadilan dan pelindung Islam.

Pengetahuan tentang hak-hak perempuan dan perananya dalam pembangunan masyarakat sangat penting dan strategis.

  

Daftar Pustaka

Rizka Amalia, Uswatun Hasanah, Risatul Mahid dan Relevansinya Pada Anak Usia Aqil Baliqh, Al-Mudarris : Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Vol. 2, No. 2, November 2019, pp. 125 -137.

Irawaty, Zakiya Darojat, Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Perspektif Islam dan Adat Minangkabau. Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.3, No.1, Januari 2019. DOI:https://doi.org/10.21009/hayula.003.1.04.

Indi Aunullah, Ensklopedi Fikih Untuk Remaja, Yogyakarta: Insan Madani, 2008

Moh Bahardin, KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, Vol 4, No 1 (2012). https://doi.org/10.24042/asas.v4i1.1672.

R. Magdalena, KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PERJALANAN SEJARAH Studi Tentang Kedudukan Perempuan, Harkat an-Nisa: Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. II, No. 1, 2017,13-36.

Tim Penyusun Materi Munas Tarjih Muhammadiyah XXXI Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Muhammadiyah, Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah XXXI, Yogyakarta: Panitia Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XXXI, 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun