"Bagaimana itu bisa terjadi? Kecelakaan mobil di jalan tol? Mobil jeep Thariq menatap pembatas jalan lalu jatuh ke laut?"
Tidak. Tidak. Tidak! Aku menggeleng putus asa, aku mulai menangis.
"Mayatnya masih belum ditemukan? Ya Allah. Baiklah aku akan memberitahu Erfiza," paman Sikander melirikku perihatin. "Kalian ada dimana?" Dia diam. "Aku akan ke sana. Hmm. Assalamu'alaikum." Paman Sikander menutup teleponnya lalu menatapku sedih.
"Fiza ... Kamu sudah dengar sendiri kan tadi. Thariq ..." Beliau tidak sanggup meneruskan ucapannya.
Aku terisak dalam pelukan Babajee. "Tidak. Thariq tidak mungkin mati. Huhuuu." Dia tidak mungkin meninggalkanku, apalagi sebentar lagi kami menikah.
"Fiza bersabarlah cucuku. Semua ini takdir Allah," Babajee menasehatiku. Suaranya pecah oleh keperihatinan.
Tidak.
"Fiza ..." Paman Sikander berjalan menghampiriku.
"Tidak!" Mataku membelalak liar. Aku melepaskan diri dari pelukan Babajee.
"Fiza?"
"Tidak! Tidak!" Aku bangkit dari sofa, dan mulai berteriak tak karuan dengan air mata yang terus mengalir.