Saat kami sedang asik menonton, tiba-tiba telepon rumah berdering.
Siapa menelpon malam-malam begini?
Aku hendak bangun untuk mengangkat telepon, namun Paman Sikander mendahuluiku, dia beranjak untuk mengangkat telepon yang ada di atas meja hias, di samping lemari besar tempat menyimpan televisi.
"Halo. Assalamu'alaikum. Kediaman keluarga Raja Din." Paman Sikander mengangkat teleponnya. Dia diam sejenak, dahinya berkerut saat mendengarkan perkataan lawan bicaranya. "Furqon? Ada apa?"
Furqon? Furqon kan nama kakaknya Thariq. Aku manatap Paman Sikander bingung, jantungku tiba-tiba berdetak was-was. Apa yang terjadi?
Mata cokelat Paman Sikander melebar. Dia menatapku ngeri. "Apa? T-Thariq meninggal?"
Apa? Aku merasakan jantungku tiba-tiba berhenti, dan seluruh tubuhku mendadak lemas.
Thariq ... Meninggal? Tidak, itu tidak mungkin.
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (انا لله وانا اليه راجعون)"
Ya Allah. Siapapun tolong katakan padaku kalau itu bohong.
"Fiza?" Babajee menatapku khawatir.