Memang, harapan ini tidak sepenuhnya salah, tetapi ada tantangan yang dihadapi para pria untuk mencapainya.
Lebih jauh lagi, standar gaya hidup yang dibentuk media sosial ini sering kali tidak realistis dan sulit dicapai.Â
Akibatnya, banyak pria yang mengorbankan keuangan mereka hanya untuk "terlihat mapan" di mata masyarakat, padahal di balik itu mereka berjuang keras untuk memenuhi gaya hidup yang sebenarnya belum stabil.
2. Persaingan Kerja yang Semakin Ketat
Dunia kerja saat ini lebih kompetitif dibandingkan beberapa dekade lalu. Banyak pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi tinggi, serta pengalaman dan kemampuan yang semakin spesifik.Â
Sementara itu, kondisi ekonomi global yang tidak stabil turut memperburuk situasi. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin sering terjadi di berbagai sektor, terutama di tengah masa pandemi dan resesi ekonomi yang menghantam banyak negara.
Dengan persaingan yang ketat, pria yang ingin mencapai stabilitas finansial harus bersaing ekstra keras.Â
Tidak semua pria berhasil mencapai posisi yang diinginkan, bahkan sebagian harus berganti karier atau menurunkan ekspektasi mereka.Â
Dalam situasi seperti ini, sulit bagi banyak pria untuk merencanakan masa depan secara finansial, yang pada akhirnya memengaruhi kesiapan mereka untuk menjadi "mapan" dalam kehidupan pribadi maupun berkeluarga.
3. Tekanan Ekonomi yang Kian Berat
Tekanan ekonomi bukanlah hal baru, tetapi belakangan ini situasinya semakin berat.Â
Tingginya inflasi membuat harga kebutuhan pokok dan kebutuhan sekunder meningkat drastis.Â
Jika kita menilik kenaikan harga properti, contohnya, rata-rata properti di kota besar mengalami kenaikan harga sebesar 12-15% per tahun.Â