Dengan kerugian yang terus bertambah dan defisit arus kas mencapai Rp 15 triliun, Sritex tidak mampu lagi melunasi utang-utang besarnya.Â
Akhirnya, setelah berusaha bertahan selama tiga tahun di tengah tekanan finansial, Sritex dinyatakan pailit.
Dampak Pailitnya Sritex terhadap Karyawan dan Ekonomi Sekitar
Kepailitan Sritex bukan hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada ribuan karyawan dan ekonomi lokal di sekitar kawasan pabrik.Â
Sritex mempekerjakan sekitar 11.000 karyawan, dan jika setiap karyawan menopang empat anggota keluarga, maka sekitar 44.000 orang berpotensi kehilangan sumber penghidupan mereka.
Berikut beberapa dampak langsung dari kebangkrutan Sritex:
1. PHK Massal dan Kehilangan Pendapatan
PHK besar-besaran kemungkinan besar tak terhindarkan akibat kebangkrutan ini.Â
Ribuan karyawan yang selama ini mengandalkan Sritex sebagai sumber penghasilan akan kehilangan pekerjaan, yang secara langsung memengaruhi stabilitas ekonomi keluarga mereka.Â
Dampak dari PHK ini tidak hanya dirasakan oleh karyawan itu sendiri, tetapi juga oleh keluarga dan komunitas sekitar yang mengandalkan penghasilan dari Sritex.
2. Warung dan Kos-kosan Terancam Tutup
Ekonomi di sekitar pabrik Sritex sebagian besar didukung oleh keberadaan karyawan. Warung makan, pedagang kecil, dan pemilik kos-kosan bergantung pada pengeluaran karyawan Sritex.Â
Dengan banyaknya karyawan yang kehilangan pekerjaan, warung dan kos-kosan ini mungkin juga harus menutup usahanya karena kehilangan pelanggan.
3. Anjloknya Perputaran Uang di Ekonomi Lokal
Dengan menurunnya daya beli masyarakat setempat, perputaran uang di kawasan tersebut akan melambat. Hal ini berarti aktivitas perdagangan dan bisnis lainnya juga akan sepi.Â
Ratusan ribu orang di wilayah sekitar pabrik diperkirakan akan terdampak secara tidak langsung karena lemahnya ekonomi lokal yang bergantung pada keberadaan Sritex.