Ini merupakan langkah yang sangat positif, terutama mengingat bahwa biaya PPN dalam pembelian rumah dapat menjadi faktor yang signifikan dalam harga total properti.
Namun, pembebasan PPN bukan satu-satunya insentif yang diberikan. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga akan mendapatkan insentif dalam pengurusan administrasi rumah baru.Â
Sebagai contoh, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan ditanggung oleh pemerintah hingga batas tertentu, yakni sekitar Rp4 juta hingga tahun 2024.
Pelonggaran Kredit Properti oleh Bank Indonesia
Bank Indonesia juga turut berkontribusi dalam mendukung sektor properti dengan kebijakan pelonggaran kredit.Â
Bank sentral ini telah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk kredit properti.Â
Kebijakan ini memungkinkan pembeli properti untuk membayar uang muka (Down Payment/DP) sebesar 0%, yang berarti mereka dapat membeli properti tanpa harus membayar uang muka yang signifikan.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa kebijakan LTV dan FTV berlaku untuk semua jenis properti, termasuk rumah tapak, rumah susun, dan rumah kantor.Â
Pelonggaran ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor properti yang efektif dan akan berlaku mulai dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Alasan Pemerintah Memberikan Insentif
Ada beberapa alasan kuat mengapa pemerintah Indonesia memberikan insentif besar-besaran pada sektor properti.
Pemerintah percaya bahwa insentif tersebut diperlukan untuk menggerakkan kembali sektor perumahan dan konstruksi yang mengalami pertumbuhan yang rendah.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan sektor properti hanya mencapai 0,67%, sedangkan sektor konstruksi tumbuh hanya sekitar 2,7%.Â