Aplikasi Psikologi Belajar Kedalam Pendidikan Anak Usia DiniÂ
     Ruang lingkup psikologi belajar merupakan disiplin ilmu yang merupakan cabang dari psikologi, ketika psikologi belajar masuk pada ranah pendidian anak usia dini maka kajian dari proses aplikasi psikologi belajar itu sendiri mengacu pada konsep bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Â
Bermain atau permainan dalam belajar memiliki pengertian sebagai aktivitas untuk memperoleh kesenangan. Konteks belajar pada anak, apa yang membedakan antara bermain dan belajar, secara sepintas keduanya hampir sama dan sulit untuk dipisahkan sebab dunia anak adalah dunia bermain. Di sisi lain belajarnya anak sebagian besar melalui permainan yang mereka lakukan. Oleh karena itu jika keduanya (bermain dan belajar) dipisahkan sama artinya dengan memisahkan anak-anak dari dunianya sendiri, akibatnya anak menjadi terasing dalam lingkungan hidupnya.Â
Menurut Montessori ketika sedang bermain anak akan menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya, dengan demikian anak yang bermain adalah anak yang menyerap berbagai hal baru disekitarnya. Proses penyerapan inilah yang disebut sebagai aktivitas belajar.Â
Kondisi pembelajaran yang menyenangkan sekaligus menantang inilah yang mempunyai potensi besar untuk membentuk karakter anak menjadi seorang pembelajar sejati.Hasil belajar anak meningkat tajam, karena semakin banyak permainan yang dilakukannya, semakin menambah tingkat kecerdasannya. Lebih dari itu kelak di masa dewasa bahkan hingga dimasa tua, ia akan mempunyai hobi yang sangat mengagumkan yakni belajar, karena mereka menikmati belajar sama dengan menikmati permainan.Â
Perasaan inilah yang mendorong anak untuk belajar setiap saat tanpa disuruh dan diawasi, bahkan tanpa penghargaan sekalipun.Inilah karakter seorang pembelajar sejati, semakin tinggi tingkat kesulitannya semakin tertantang, semakin rumit tingkat ketelitiannya semakin meninggikan rasa ingin tahu, semakin luas wilayah kajiannya semakin menggembirakan untuk dijelajahi, inilah kekuatan besar dari gabungan antara belajar dan bermain.Â
Berdasarkan dari pemaparan di atas maka Mayke S. Tedjasaputra memknai bahwa tertawa merupakan tanda dari kegiatan bermain, dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman. Hal tersebut juga dikaji oleh beberapa pakar psikologi bahwasanya ketika anak-anak yang masih berumul 0-6 tahun, mengungkapkan bahwa senyum bayi di masa awal bersumber dari aktivitas sistem saraf yang mungkin merupakan refleksi dari kondisi fisiologis yang nyaman akibat mengantuk atau kekenyangan. semakin bayi sadar secara kognitif akan merespons hangat pengasuhnya dan semakin tajam penglihatannya untuk melihat wajah yang akrab dengannya, senyum seorang bayi diekspresikan secara emosional dan diarahkan secara sosial. Lewat gerakan fisiknya seorang bayi akan belajar tentang gerak tubuhnya dan sesuatu yang lain. Ketika ia menjatuhkan mainan, menumpahkan air dan melontarkan pasir, pikiran anak menangkap bagaimana tubuh dan organnya dapat mengubah dunianya, dan perasaan peran diri mulai muncul.Â
Â
Makna dari perkembangan manusia itu sendiri adalah seseorang yang dapat memahami dirinya sendiri dengan mempelajari apa yang mempengaruhi mereka ketika kecil, kemudian perilaku bayi adalah sebuah proses perkembangan orang tua dan pendidikan yang menjadi lebih menaruh perhatian terhadap pengenalan dan pemenuhan kebutuhan perkembangan psikologis anak. Konsep proses perkembangan seumur hidup yang dapat dipelajari secara ilmiah inilah yang dinamakan perkembangan selama rentang kehidupan (life-span development).Â
Ketika bidang perkembangan manusia menjadi sebuah disiplin ilmiah maka tujuannya pun berkembang mencakup deskripsi, penjelasan, prediksi dan modifikasi perilaku. Keempat tujuan ini bekerja beriringan sebagaimana yang dapat kita lihat pada perkembangan bahasa.Â
Misalnya untuk mendeskripsikan kapan anak normal mengucapkan kata pertama mereka dan seberapa banyak kosakata yang mereka kuasai pada umur tertentu, para pakar perkembangan manusia mengobservasi sejumlah kelompok anak-anak dan menetapkan norma, atau standar perilaku mereka untuk berbagai umur. Kemudian mereka menjelaskan apa yang menyebabkan atau mempengaruhi perilaku yang diobservasi tersebut misalnya bagaimana anak-anak menerima dan belajar menggunakan bahasa dan mengapa anak-anak yang kehilangan kesempatan untuk mengenal bahasa di awal kehidupannya sehingga tidak bisa untuk berbicara. Pengetahuan akan hal tersebut membuat mereka dapat memprediksi perilaku dimasa mendatang dari kemampuan berbahasa di umur tertentu. Contohnya anakanak dengan keterlambatan perkembangan bahasa akan merasa sulit untuk berbicara akhirnya pemahaman tentang bagaimana bahasa berkembang mungkin dapat digunakan untuk memodifikasi perilaku perkembangan.Â