Malam itu aku mendengarkan semua penjelasan darinya. Semua tentang Nia. Tentang masa lalunya saat bersamanya. Tentang perpisahan dirinya dengannya. Tentang peristiwa tadi sore.Â
Aku tidak tahu lagi. Apakah aku harus percaya atau tidak.
"Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu yang penting, Rum. Namun kuurungkan. Kau masih ingat?" Mas Gagah berusaha menyadarkan ingatanku. Dia membelai rambutku. "Kau tidak usah meragukan ketulusanku. Aku benar-benar mencintaimu. Tolong buang jauh-jauh perasaan amarahmu."
Kali ini air mataku menetes jauh lebih berderai. Bahagia.
"Lalu apa yang ingin kau katakan tadi, Mas?" Aku tidak sabar menunggu pernyataan darinya.
"Ah sudahlah, sepertinya dindaku ini berkurang rasa sedihnya. Jadi aku pending besok saja."
Aku tersenyum malu sekali padanya. Aku menebak-nebak. Kejutan apa yang akan dia berikan kepadaku.
7 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H