Pemandangan luar biasa berlawanan ini seperti kisah dalam dongeng saja. Â Semuanya menanti dengan ngeri apa yang terjadi selanjutnya. Â Pukulan sepanas matahari akan bertemu dengan pukulan sedingin es kutub. Â Putri Anjani dan Ayu Wulan bahkan sampai menutup mata dengan kedua tangan mereka. Â Tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi pada Arya Dahana.
Panglima Kelelawar melompat tinggi ke atas sambil berteriak luar biasa nyaring, lalu mendorongkan kedua kepalannya yang dibuka menghantam Arya Dahana menggunakan Pukulan Bayangan Matahari tingkat tertinggi yang dia miliki. Â Arya Dahana tidak mau kalah. Â Pemuda ini seperti terbang menyambut pukulan lawannya dengan mengerahkan sepenuhnya Pukulan Busur Bintang miliknya yang hampir sempurna.
"Blaaaaaarrrrr.....Blaaaaarrrr....Blaaaaaarrr.....Blaaaaaarrrr!!!!"
Suara ledakan berkali kali terjadi saat kedua pukulan itu beradu. Â Bunga api berhamburan kemana mana disertai pecahan pecahan es yang berjatuhan ke segala arah.
Disertai jeritan penuh kecemasan Putri Anjani dan Ayu Wulan secara bersamaan, tubuh Arya Dahana terpelanting keras dan berguling guling jauh sebelum akhirnya berhenti setelah menabrak rumpun perdu bunga melati jauh di pinggir lapangan. Â Pemuda ini bangkit perlahan lahan sambil menyeka setitik darah yang melompat dari sudut bibirnya. Â Dia terluka dalam.
Semua anak buah Lawa Agung bersorak bergemuruh. Â Semua melihat junjungan mereka hanya terhuyung huyung lima langkah ke belakang namun masih tegak berdiri di tempatnya. Â Semua mata memandang ke arah Raja Lawa Agung ini.Â
Panglima Kelelawar membuka matanya yang tadi terpejam. Â Terlihat sekali mata yang sangat kesakitan di sana. Â Panglima ini berniat membuka mulutnya untuk berbicara, namun.....hoeeekkk hoekkkk...yang keluar adalah muntahan darah segar berkali kali. Â Panglima ini tidak kuat lagi berdiri. Tubuhnya terjungkal jatuh dengan masih memegang dadanya yang luar biasa kesakitan.Â
Sorakan yang membahana dari pasukan dan tokoh tokoh Lawa Agung seketika terhenti. Â Suasana sunyi dan senyap dipecahkan dengan berlarinya Nini Cucara ke tengah lapangan dengan tergesa gesa diikuti oleh Raja Iblis Nusakambangan dan para hulubalang pengawal. Â Nenek sakti ahli sihir hitam ini sangat khawatir melihat kondisi junjungannya. Â Benar saja. Â Raja Lawa Agung ini berusaha duduk dengan susah payah dan dengan nafas tersengal sengal. Â Nini Cucara sampai harus menahan bagian belakang tubuhnya agar tidak terguling lagi ke belakang.
Arya Dahana mencoba mengambil nafas dalam dalam. Â Ada sedikit rasa sakit di dadanya. Â Namun itu tidak begitu mengganggunya. Â Ada sebuah aliran aneh dari lehernya menuju dada tanpa dikendalikannya. Â Aliran aneh itu seperti menjahit luka dalam yang dideritanya dengan cepat. Â Pemuda ini tidak tahu. Â Kalau saja dia tidak menelan mustika naga, lukanya pasti akan sama parahnya dengan Panglima Kelelawar.
Pemuda ini membuka matanya dengan kaget karena ada dua lengan yang memeluknya erat erat. Â Dilihatnya sepasang mata cantik menatapnya penuh kekaguman. Â Mata Putri Anjani. Â Gadis ini melepaskan pelukannya ketika dua sosok lain mendekati. Â Ayu Wulan tersenyum manis sambil memegang tangan Arya Dahana penuh terimakasih. Â Nyai Genduk Roban juga memandang Arya Dahana dengan tatapan terimakasih sambil memeluk cucunya. Â
Nenek ini sudah merasa sangat putus asa bagaimana cara dia dan cucunya bisa lepas dari kungkungan Lawa Agung. Â Dan kinilah tiba saatnya.