Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

29 Desember 2018   22:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   22:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bimala Calya yang sudah biasa berpindah pindah dari satu tempat gelap ke tempat gelap yang lain, masih juga merasa merinding melihat tempat ini.  

Ini seperti dunia yang bukan dunia sebenarnya.  Ada hawa kegelapan di sini.  Arya Dahana juga merasakan hal yang sama.  Pemuda ini tanpa sadar mendekatkan dirinya pada Bimala Calya.  Pemuda ini sangat tangguh dan lihai bukan main.  Namun hawa misteri yang sangat kuat di tempat ini membuatnya jerih.  Bimala Calya tersenyum samar melihat sorot kengerian di mata Arya Dahana.  Diraihnya tangan pemuda itu dan digenggamnya erat.  Arya Dahana menatap mata Bimala Calya dengan sorot terimakasih.

Arya Dahana hanya mempunyai petunjuk kecil bahwa Ki Sasmita menetap di sebuah ceruk pantai kecil yang menghadap ke arah Gunung Krakatau.

Berarti mereka harus menelusuri pantai ini dari ujung ke ujung, dan itu sama saja dengan perjalanan beberapa hari.  Pantai di ujung barat Jawa ini sangat panjang.  Hampir semuanya menghadap Gunung Krakatau.  Pantainya pun jarang ada yang landai.  Arya Dahana memutuskan bahwa malam ini mereka harus bermalam di tempat yang mengerikan ini.

Bimala Calya membantu Arya Dahana mencari ranting ranting kering.  Mereka masih mempunyai perbekalan berupa ikan asap.  Jadi tidak perlu khawatir kelaparan atau harus mencari ikan sore ini.  Setelah makan malam dengan ikan asap yang masih terasa kelezatannya, dua muda mudi ini membaringkan tubuh beristirahat.  

Cuaca sangat cerah malam ini.  Mereka tidak perlu khawatir kehujanan. Namun angin cukup kencang sehingga udara dingin terasa menusuk tulang. Arya Dahana tidak takut kedinginan.  Dia bisa menyalurkan hawa murni panas dari dalam tubuhnya untuk mengatasi dingin.  Pemuda itu melihat Bimala Calya yang berbaring tidak jauh darinya meringkukkan tubuh menahan dingin.  Gadis itu memang lihai dan cukup tangguh.  Namun tidak mempunyai kemampuan khusus seperti hawa murni aneh seperti yang dimiliki Arya Dahana.

Pemuda itu tidak tega membiarkan Bimala Calya meringkuk kedinginan seperti udang beku.  Pemuda itu duduk bersila sambil mengerahkan ajian Geni Sewindu secukupnya secara diam diam untuk menghangatkan udara di sekitar mereka.  Perlahan lahan tubuh Bimala Calya yang tadinya meringkuk, kini terbaring secara biasa lagi.  

Gadis ini yang memang belum sepenuhnya pulas karena hawa yang sangat dingin tadi, terheran heran dengan perubahan cuaca yang tiba tiba menghangat dengan cepat.  Tubuhnya menjadi sangat nyaman sekali.  Dia membuka matanya sedikit mengintip apa yang dilakukan Arya Dahana.  

Gadis ini hampir terlompat berdiri saking takjubnya.  Pemuda itu duduk bersila dengan tenang.  Matanya terpejam dengan nafas yang sangat teratur. Tapi kelihatannya belum tidur.  Yang membuat takjub Bimala Calya adalah dari wajah dan tubuh Arya Dahana keluar cahaya berwarna keperakan. Memang hanya samar namun terlihat dengan jelas.

Jadi inilah sebabnya tiba tiba udara berubah menghangat tadi.  Pemuda itu sedang mengerahkan ajiannya yang berhawa panas agar di sekitar mereka tidak lagi dingin membekukan.  Begitu memperhatikan yang menjadi kebutuhannya.  Ingin rasanya dia meloncat dan memeluk pemuda itu.  Meskipun dia dididik dengan cara kasar oleh Panglima Kelelawar namun naluri kewanitaannya melarang dia melakukan itu.

Hati Bimala Calya semakin menghangat.  Pemuda ini sangat luar biasa! Hal ini semakin membuat keputusannya menjadi semakin bulat.  Dia akan ikut kemanapun pemuda pergi!  Tidak peduli seberapa jauh.  Tidak peduli seberapa lama.  Titik tidak pakai koma!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun