Keduanya saling pandang. Â Lalu dengan langkah pasti Arya Dahana memasuki mulut gua yang ternyata beranak tangga alami ke bawah. Â Mulut gua itu tidak akan kemasukan air laut meski sedang pasang sekalipun. Â Tempatnya lebih tinggi dari pantai yang lain.
Arya Dahana melangkah dengan hati hati. Â Gua ini tidak terlalu gelap di permukaan, namun dia sangat yakin gua ini akan membawa mereka berdua semakin jauh ke bawah permukaan bumi. Â Benar saja! Â Semakin jauh saja langkah mereka menembus perut bumi. Â Tidak ada tanda tanda ini adalah tempat tinggal seseorang. Tapi tangga dan jalan setapak di gua ini sudah pasti pernah diinjak orang.
Yang mengherankan, jalan setapak yang mereka lalui tidak semakin gelap meskipun  mereka semakin jauh masuk ke pusat bumi.  Kedua anak muda ini berhenti sejenak untuk meneliti apa penyebab keanehan ini.  Setelah beberapa jeda, barulah mereka paham ternyata di bawah jalan setapak mengandung batuan yang bisa menyala dalam gelap.Â
Mungkin di permukaan sudah hampir tengah hari sekarang. Â Berarti mereka sudah berjalan cukup lama menuruni gua yang berliku dan sangat dalam ini. Â Sampai akhirnya tibalah mereka di permukaan yang datar dan tidak lagi menurun. Â Dan itu belum akhir dari perjalanan. Â Sekarang mereka harus berjalan melalui lorong yang datar dan sangat lurus. Â Udara mulai pengap. Â Arya Dahana teringat gua mengerikan yang pernah dimasukinya bersama Dyah Puspita. Â
Pemuda ini berbisik kepada Bimala Calya agar menghemat nafas dan tidak banyak bersuara. Â Bimala Calya mengangguk mengerti. Â Gadis ini berjalan perlahan mengikuti langkah langkah Arya Dahana di depannya.
Untunglah perbekalan yang tersisa tidak lupa mereka bawa. Â Lorong ini teramat sangat panjang dan melelahkan. Â Mereka berhenti untuk beristirahat ketika menemukan sebuah ruangan cukup luas di pinggir lorong yang mereka lalui. Â Ruangan ini seperti dibuat memang untuk istirahat. Â Keanehan kedua, ada mata air kecil di dalam ruangan ini. Â Cukup untuk minum atau bahkan membersihkan diri. Â Namun tidak ada jejak apapun yang bisa memberikan petunjuk tentang keberadaan kehidupan.
Setelah cukup lama melepas lelah sambil makan minum secukupnya, keduanya melanjutkan perjalanan dengan lebih bertenaga. Â Keanehan ketiga, mereka sekilas seperti mendengar suara debur ombak menghantam karang. Â Tapi hanya sebentar saja lalu menghilang. Â Arya Dahana mengambil kesimpulan bahwa ujung dari gua inilah nanti yang akan memecahkan misteri. Â Pemuda ini semakin bersemangat untuk cepat sampai. Â Diajaknya Bimala Calya berjalan lebih cepat. Â
Namun mendadak pemuda ini berhenti seperti orang yang tercekat. Â Bimala Calya yang berjalan sambil menunduk hampir saja menabrak tubuh pemuda itu jika saja tidak dipegang lengannya oleh Arya Dahana.
"Kau dengar apa yang kudengar Mala..?" Arya Dahana berkata pelan.
Bimala Calya memasang telinganya baik baik. Â Pertama dia tidak mendengar apa apa. Â Namun samar samar akhirnya gadis itu bisa mendengar suara gemuruh lirih tak henti henti. Â Mirip suara rebusan air yang sedang mendidih. Â Keduanya kembali bergerak maju. Â Kali ini jauh lebih perlahan untuk memastikan tidak ada bahaya yang sedang menunggu mereka di depan sana.
Makin jauh mereka maju, suara gemuruh itu makin kencang menakutkan. Â Persis air mendidih memang, tapi jumlahnya ribuan liter dan mendidihnya di sebuah kuali raksasa. Â Udara terasa sangat panas sekali. Â Arya Dahana dan Bimala Calya sampai harus berhenti beberapa kali untuk mengusap peluh yang bertetesan seperti air hujan. Â Panas itu makin tak tertahankan. Â Arya Dahana memberi isyarat kepada Bimala Calya untuk mengatur nafas dengan bersamadi. Â Sekaligus juga melawan hawa panas luar biasa menggunakan hawa murni dalam tubuh.Â