Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

29 Desember 2018   22:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   22:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis di hadapannya sedang bertingkah aneh.  Senyum senyum sendiri dengan mata terpejam. Hiiiihhh...jangan jangan hutan ini banyak penghuninya? Dan gadis ini sedang dirasuki sesuatu yang gaib? Arya Dahana sedikit merinding namun cepat cepat ditepisnya  pikiran itu.  Dia sudah melanglang buana kemana mana.  Melihat makhluk yang paling aneh dan mengerikan sekalipun dari dunia lain sudah dialaminya.  Kenapa harus takut? 

Arya Dahana tidak mempedulikan lagi keanehan gadis cantik itu.  Pemuda itu melangkahkan kaki menuju sungai untuk mencari ikan yang pasti banyak terdapat di sungai itu.  Siang ini dia harus mencari cukup banyak ikan untuk makan siang dan untuk bekal di perjalanan.  Dia sudah terbiasa membuat salai ikan yang kata Dyah Puspita dan Dewi Mulia Ratri sangat lezat.  

Ah, dua nama itu berkeliaran dengan bebas dalam pikirannya setiap saat.  Yang satu cantik penuh kelembutan dan bersikap sangat dewasa.  Satunya lagi cantik, lincah, manja dan penuh dengan gairah hidup.  Yang satu singgah dihatinya karena seringnya bersama sama dan mengalami suka duka perjalanan sehingga timbul rasa suka dan iba.  Sedangkan satu lagi justru menetap di hatinya karena disuruh oleh hatinya sendiri.  Tanpa faktor apapun yang mempengaruhi selain rasa cinta. 

Arya Dahana mengeluh pendek karena jika sudah mulai memikirkan ini dia seperti tidak sanggup lagi berpikir.  Otaknya menjadi buntu karena dipenuhi oleh rasa tak berdaya.  Pemuda ini melangkahkan kaki ke sungai dengan lunglai.  Memikirkan dua wanita itu menguras energi yang sangat besar.  Ujung ujungnya dia kelelahan seperti habis bertempur dengan tokoh setingkat Datuk Rajo Bumi.

Setelah masuk ke sungai dengan dalam sepinggang, Arya Dahana tidak langsung memancing dan menangkap ikan.  Pemuda ini  berlatih ilmu pukulan Busur Bintang terlebih dahulu.  Ilmu pukulan ini memang paling cocok dilakukan di sungai, laut, atau puncak gunung.  Yang penting tempat tempat tersebut harus sangatlah dingin. 

Suara mendesir desir keluar dari angin pukulan Arya Dahana.  Tubuhnya yang terbuka di bagian atas terlihat berotot meskipun kurus.  Kulit tubuhnya yang berwarna kecoklatan terbakar matahari berubah sangat pucat.  Air sungai yang memang sudah sangat dingin, perlahan lahan terlihat membeku dipermukaannya.  Arya Dahana yang tenggelam dalam latihannya, tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasinya di balik rimbunnya semak pinggir sungai.

Sepasang mata yang mengawasi itu sebentar terbelalak, sebentar mengerutkan kening dan sebentar menghela nafas pelan.  Makin lama, latihan Arya Dahana makin mencapai puncaknya.  Permukaan sungai sekarang benar benar beku.  Hawa sangat dingin namun tubuh pemuda itu nampak berkeringat hebat.  Setelah dirasa cukup, Arya Dahana menghentikan latihannya.  Pemuda itu mengeluh pendek dan baru menyadari bahwa tubuhnya terperangkap dalam es yang membeku.  Dia berusaha menggerakkan pinggangnya agar terlepas dari perangkap namun tidak berhasil. 

Pemuda itu kemudian mengerahkan tenaga sepenuhnya dan memukul dengan sekuat tenaga ke permukaan es.  Terjadi getaran, namun permukaan es itu tak bergeming sedikitpun.  Arya Dahana menjadi sedikit panik.  Ilmu pukulan Busur Bintang itu ternyata luar biasa hebat.  Dingin dan beku yang dihasilkanpun bukan dingin biasa.  

Bisa saja dia menunggu sampai matahari mencairkan es itu.  Tetapi sampai berapa lama? Bisa saja berhari hari sampai es tebal itu meleleh dibakar matahari yang hanya sayup sayup sampai di tempat itu. 

Arya Dahana berpikir sejenak.  Mengambil nafas dalam dalam lalu mulai mengerahkan hawa panas melalui ajian Geni Sewindu.  Ilmu ini sudah dipelajarinya hingga tingkat yang tertinggi.  Selubung sinar keperakan mulai nampak menyelimuti tubuh Arya Dahana.  Semakin lama semakin terang dan menyilaukan.  Hawa dingin di sekitar tempat itu digantikan dengan hawa panas yang luar biasa menghanguskan.  

Permukaan es yang sangat keras itu perlahan tapi pasti mulai mencair.  Asap mengepul tebal dari pertemuan kedua hawa yang saling berlawanan. Arya Dahana semakin memusatkan pikiran dan tenaganya.  Ini sekaligus berlatih pukulan Geni Sewindu meski dia sudah menguasainya dengan cukup sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun