[caption caption="http://dongengadalahcerita.blogspot.co.id/2015/06/dongeng-putri-salju-dan-7-kurcaci.html"][/caption]
Mike Reyssent No Peserta : 13
Beberapa kali saya harus memadukan kisah fiksi dan kisah nyata dalam sebuah tulisan. Tapi kali ini ada yang lebih masalah lagi, karena masih ditambah dengan kisah fiksi yang dianggap nyata oleh penulisnya.
Sebuah paduan irama yang sangat komplit dan mengundang tantangan. Bayangkan jika memadu musik Dangdut yang penuh goyangan sensual, dengan gebrakan Heavy Metal sambil loncat loncat dan musik Blues yang mengayun sendu dan syahdu...
Harapannya, mudah mudahan aja saya bisa membuat sajian yang menarik dan layak dibaca bagi semua umur. Jadi, kalau baca sebaiknya ajak keluarga, bagi yang sudah berkeluarga, kalau masih pacaran ajak pacarnya, dan kalau masih jomblo, ajak temen temennya sekampung biar rame.
Tapi sebelum membaca lebih lanjut, mohon dengan sangat, pelan pelan dalam membaca tulisan ini, supaya bisa keliatan mana fiksi, mana nyata dan mana yang fiksi tapi dianggap nyata... Uhuuuyyyyyyy...
Siap siap...Ambil napas dalam dalam, lepas pelan pelan dari lubang atas, jangan dari lubang bawah -tar malah orang sekitar pada minggir- lakukan sebanyak 7 kali. Kemudian minum air putih.
INGAT air putih yang bersih, jangan air putih bekas cucian beras atau cucian topo dapur...
Ok? Siap...Go...!!!
***
Ben yang kebingungan...
“Astaga... Nyaaakkk...” Ben merasa sekujur tubuhnya basah kuyup dan bau pesing yang ampun ampunan, karena semur jengkol plus sambel terasi lah, yang tadi malam jadi makanan terakhir yang masuk perutnya...
Buru buru Ben masuk ke kamar mandi. Sambil menggosok daki dipunggungnya, Ben pelan pelan beruasaha mengingat kembali mimpinya...
Ada yang aneh dengan kejadian semalam, bukan cuma dengan Cinta sang Putri Jempol yang sexy bikin ngompol aja, tapi mengenai pertemuan dengan Mahaguru Jati yang terasa begitu nyata telah memberi petunjuk tentang Setan Jempol.
Setelah dipikir ulang, Ben yakin telah bermimpi bertemu dengan Sang Mahaguru Jati. Tapi mengingat kembali mimpi itu, justru tidak membuatnya menjadi tenang, Ben malah jadi bingung karena harus memecahkan sebuah misteri, yaitu mencari Putri Jempol guna menghancurkan Setan Jempol.
Walaupun, sebagai murid dari Ki Pleyun, Ben bisa disebut sebagai pendekar pembela kebetulan, namun demi mencari kebenaran se JATI bukan se Elde, se Gatot, se Desol, se Peb atau se se yang lainnya, yang ujungnya makin bingung aja, Ben sungguh tidak tahu harus mulai dari mana dan apa yang pertama harus dilakukan. Oleh sebab itu Ben memutuskan untuk pergi dari kampungnya, Kempesianu.
Pagi itu juga, sehabis mandi tujuh kali, tujuh sumur, berikut kembang tujuh rupa, biar tidak ada lagi bau sangit jengkol yang masih menempel dan sarapan nasi uduk mpok Darsem, Ben bersiap siap pergi untuk memecahkan misteri Putri Jempol.
Pamitan sama Emak yang kaget alang kepalang ketika melihat keteguhan hati Ben untuk melaksanakan tugas dari Mahaguru Jati. Dengan berat hati dan menitikkan airmata, Emak mengijinkan Ben untuk pergi. Tak lupa Emak memberi bekal Semur Jengkol plus sambel terasi, sisa masakan semalam. Semoga bekal makanan kesukaan bisa sedikit menghibur barang sehari dua hari...
Ibarat kata, apa mau dikata, daripada daripada, mendingan mendingan (ngomong apa sih...)
Ben pergi hanya mengikuti arah angin bertiup dan terus melangkah menjauh dari kampung tercintanya, Kempesianu.
Jika angin bertiup dari kiri, Ben melangkah ke kiri, begitu angin bertiup dari belakang, Ben berjalan mundur, dan ketika angin berubah dari atas ke bawah, Ben bukan lagi berjalan, tapi melompat lompat seperti kodok Bangkong.
Hanya, jika angin bertiup dari bawah keatas, Ben menutup hidung, karena ga kuat juga nyium bau gas bekas makanan Emak, yang udah kadaluarsa dalam ususnya.
Begitulah kalau orang yang lagi bingung mencari sesuatu yang tidak tau apa yang dicarinya. Jadi cuma mengikuti nasibnya aja.
Dalam kebingungannya, alunan musik Jazz nan syahdu dari January Christy menerobos memasuki benaknya...
Melayang pikiranmu melayang...
Melayang khayalanmu melayang jauh...
Melayang anganmu melayang...
Terbawa asap nirwana...
Sekejap tenggelam, kharismamu menghilang...
Tak tahu apa yang terjadi, semua tak pasti...
***
Tiba di Kampung aman, damai, tenang dan sejahtera...
Pagi berganti siang, senja berganti malam. Hari berlalu, minggu berganti. Lereng gunung, ngarai, lembah, hutan, sungai telah banyak dilalui, tak berasa Ben sudah berjalan berbulan bulan tanpa arah yang jelas. Bertemu dengan berbagai jenis mahkluk hidup yang aneh aneh sudah sering terjadi.
Jika malam tiba, masih terus terbayang wajah gadis dalam mimpinya, Cinta sang Putri Jempol, yang berhidung bangir, berbibir merah jambu, dan rambut sepinggulnya yang tergerai indah. "Aku akan mencari dan menikahinya" janji Ben dalam hati.
Hingga pada suatu malam, ketika hendak membaringkan tubuhnya yang sudah penat, ia melihat setitik cahaya dikejauhan. Tertarik dan penasaran melihat cahaya kecil menyilaukan, Ben mengurungkan niatnya untuk istrirahat.
Ia lalu bangkit dan berjalan ke arah cahaya, yang dikiranya sangat dekat. Terus berjalan, tanpa disadari, Ben memasuki sebuah hutan yang sangat lebat. Cahaya itu keliatan semakin dekat tapi tak kunjung bisa sampai juga.
Sampai tak sadar, sinar matahari sudah menembus rimbunnya dedauan dari sebelah kirinya. Ben kemudian melihat jelas asal kilauan cahaya itu, rupanya berasal dari sebuah perkampungan.
Semakin bersemangat, Ben lupa akan rasa letihnya yang dari semalaman tidak istirahat. Terburu buru ia berjalan mendekati perkampungan itu.
Sebuah papan nama yang sangat besar dan megah terpampang di atas gapura yang indah dan menarik.
Selamat Datang di Kamposaina.
Kamposaina nama kampung itu. Ben segera menjejakan kakinya memasuki kampung. Begitu menapakan kakinya di tanah perkampungan, hatinya langsung terasa sangat sejuk, aman dan damai.
Ben melihat, rumah, toko dan jalan jalan sangat tertata rapi. Semua pelatarannya diberi hiasan yang sangat menarik. Pepohonan, rumput hijau ditaman dan bunga warna warni, ada disetiap rumah, toko dan sepanjang jalan kampung.
Anehnya, walau sinar matahari sudah mulai mencorong, namun lampu jalan berwarna warni, lampu rumah dan toko toko, tidak ada yang dipadamkan, hingga tampak begitu menyilaukan. Kentara sekali, waktu seakan berhenti, seakan tidak ada perbedaan antara siang dan malam, seperti sebuah tempat hiburan di Macau.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak bundaran air mancur, kira kira setinggi 15 m, terbuat dari batu pualam yang eksotik. Sekeliling bundarannya, diukir berbagai jenis bunga dan hewan -oleh tangan tangan trampil- sehingga tampak menonjol keluar, membuat hewan hewan kelihatan hidup dan sedang bermain.
Kupu kupu beraneka warna, burung burung besar kecil, berseliweran kesana kemari, sambil bernyanyi merdu, tidak ada yang mengganggu.
Sebuah pemandangan langka, yang sangat mengagumkan. Membuat Ben harus berulang ulang mengucek mata dan mencubit lengannya, seakan tak percaya atau merasa berada dalam alam mimpi.
Ben celingak celinguk kesana kemari, sambil mulutnya celangap (ternganga) penuh kekaguman dan menyipitkan matanya karena silau dengan berbagai warna warni dan keindahan yang ada di Kampung Kamposaina.
Keanehan Kampung Kamposaina...
Kampung itu terlihat sangat ramai dengan hilir mudik orang dari berbagai macam suku bangsa. Terdengar riuh rendah suara cekakak cekikik, bersenda gurau dan juga suara nyaring sampai ke semua sudut, teriakan orang orang berjualan (salah satunya batik cirebonan).
Lebih terkejut lagi, baru saja melangkahkan kakinya memasuki area perkampungan, kantung gembolan Ben, terasa sangat berat.
Ketika dibuka, ternyata berisi kepingan mata uang berbentuk hati dari berbagai jenis (Aktual, Inspiratif, Manfaat, Menarik, Komentar dan Jejak) yang entah darimana datangnya, tiba tiba sudah ada dalam gembolannya.
(Baca : Mengenai Kejujuran dan mata uang Kamposaina)
Tiba di sebuah sudut jalan, terlihat kerumunan orang, ditengahnya ada seorang anak muda yang sedang menggelar papan catur. Tapi entah mengapa, semua orang memanggil anak muda berparas tampan dan rambut sedikit gondrong ini, dengan sebutan Mbah Peang.
“Tampangnya sih masih muda belia, kog dipanggil Mbah sih? Apakah, di kampung ini orang ga bisa tua?”, pikir Ben keheranan dalam hatinya.
“Hak hak hak...” Terdengar suara tawa Mbah Peang yang keras menggema, seakan mentertawakan pertanyaan yang ada dalam pikiran Ben...
Ben terus berjalan, tak lama kemudian berpapasan dengan seorang perempuan berparas cantik, yang terus berteriak “Cap Cus. Cap Cus...”
“Lagi jualan Cap Cus atau lagi apa sih?” pikir Ben makin bingung...
“Cinta...Ayo pulang nak. Kamu masih junior, jangan nyablak sembarangan aja di jalan...” terdengar suara panggilan dari kejauhan.
“Cinta? Apa ga salah pendengaranku? Tercekat hati Ben mendengar nama gadis itu. Nama yang sama, tapi sangat jauh berbeda paras wajahnya dengan gadis yang ada dalam mimpinya.
Cinta, perempuan berparas cantik yang selalu berteriak ”Cap Cus”, buru buru berlari kecil kearah suara panggilan tadi, sambil menggerutu. “Kenapa sih mbak Nudia suruh pulang mulu, Aku kan masih seneng teriak teriak ”
“Koq si Dwi, yang ngikutin aku mulu, ga ditegur tuh... “ terus aja Cinta nyerocos sendirian.
Sambil terus memandangi Cinta, Ben kembali melanjutkan langkahnya. Ia lalu melihat, seorang pemuda berperawakan tegap dan gagah dengan sorot mata yang mencorong seperti singa lapar dan kulit agak gelap. Pemuda yang mengaku berasal dari Cirebon, tampak sibuk menawarkan batik dari daerahnya.
Makin masuk ke dalam kampung, Ben makin bingung. Melihat banyak toko tapi tidak ada penjaganya. Bahkan, mereka terang terangan berani menggelar dagangannya di luar, tanpa kuatir ada yang mencuri.
Saking penasaran, Ben melongok ke dalam toko. Betapa kagetnya ketika melihat semua pembeli berlaku sangat jujur. Setelah membeli barang, pembeli meletakkan alat pembayaran, entah koin Aktual, Inspiratif, Bermanfaat, Menarik, Komentar atau hanya berupa jejak kaki di toko tersebut, walaupun tidak ada yang penjaganya sama sekali. Pantesan, tokonya berani ditinggal...
Sebuah kampung aneh yang sangat jujur. Melihat itu, langsung bisa menjawab pertanyaan, mengapa kantung gembolan Ben terisi penuh dengan mata uang. Rupanya koin itu untuk berbelanja di kampung ini, yang secara otomatis akan masuk ke dalam kantungnya jika berada di Kamposaina.
“Apakah di kampung ini yang dimaksud oleh Mahaguru Jati, tempat Putri Jempol berada?” pikir Ben. “Baiklah, akan segera ku cari tahu”
Tak lama kemudian, dari kejauhan tampak beberapa orang berpakaian seragam kerajaan berjalan dengan terburu buru.
Setelah mendekat, terdengar salah seorang prajurit kerajaan yang bermata besar berkata “Dasar perempuan tak tahu diuntung! Masih mending Kaisar Elde hanya membuangnya ke jalanan dan tidak memancung kepalanya".
“Iya, dasar perempuan sinting! Berani beraninya mengambil kesempatan, berselingkuh dengan pelayan Kaisar, bahkan sampai tujuh orang sekaligus” sahut yang berbadan gempal disebelahnya...
“Hus!!! Jangan menyumpah dan jangan bicara keras keras. Tidak pantas didengar sama anak anak” bentak salah seorang yang pakaian berbeda, keliatan seperti pemimpinnya.
“Maaf, pak. Mohon ampun, jangan dihukum ya. Saya kelepasan bicara. Habisnya saya gemes liat tingkahnya begitu” lirih suara sang prajurit berbadan gempal, sambil menampilkan muka memelas kepada pemimpin pasukan.
“Hmmm... Ya, sudah, sudah! Cepat kita balik ke istana dan lapor sama Kaisar Elde” bentak sang pemimpin.
Bergegas semua prajurit lebih mempercepat lagi langkahnya, mereka menuju ke arah barat.
(Baca : Kisah Permaisuri dan 7 kurcaci )
Harapan dan pertemuan yang mengejutkan...
Baru saja satu pertanyaan terjawab, timbul pertanyaan lain, yang cuma membuat Ben semakin bingung.
Mengapa bisa, di sebuah kampung ada seorang kaisar? Lalu dimana letak istananya? Siapa pula perempuan yang dibuang? Lalu apakah Putri Jempol berada di istana ini? Dan apakah Putri Jempol anak dari Kaisar Elde?
Ah, begitu banyak pertanyaan dalam pikirannya dan begitu banyak keanehan di Kampung Kamposaina, semuanya membuat Ben semakin penasaran untuk mencari tahu.
Secepatnya, Ben memutuskan untuk mengikuti arah rombongan prajurit tadi.
Di tengah jalan, Ben berpapasan dengan seseorang yang memakai jubah pahlawan super hero. Dari balik jubah super hero terdengar suara yang agak berat menyapa Ben, “Salam Hangat Selalu”
Ben secepatnya menjawab, “Salam Hangat juga pak”.
Ben langsung sadar, jika ditilik dari suaranya, bisa diterka bahwa orang yang sangat ramah dihadapannya, sudah berumur lebih dari Emaknya sendiri.
Tak butuh waktu lama,untuk membuktikannya, bapak yang ramah itu lalu mengaku bahwa ia sudah mempunyai tiga orang cucu.
Melihat keramahan kakek ini, tanpa sungkan Ben mengutarakan niatnya mencari Putri Jempol.
Ben lalu bertanya, “Kakek, apakah di Kampung Kamposaina ada yang bernama Putri Jempol?
Axtea nama sang kakek, mengerutkan keningnya lalu menjawab dengan gelengan kepala. Kekecewaan tampak di wajah Ben yang sudah kucel karena belum mandi.
Belum sempat Ben berpamitan, pak Axtea berkata “Cobalah ananda, bertanya kepada Ibu Yerekim. Yang tinggal dipojokan sebelah selatan istana. Karena, bisa dibilang ibu Yerekim adalah satu satunya orang yang sering bersilaturahmi kesana kemari”
Wajah kusut dekil penuh debu, dengan mata sayu yang tadinya kecewa, menampakan sedikit sinar dan harapan.
Setelah mengucapkan beribu ribu terima kasih, Ben segera berlari ke arah yang ditunjuk pak Axtea.
Tidak sulit menemukan rumah ibu Yerekim, karena ia begitu di kenal di kampung Kamposaina. Hanya dengan bertanya sekali, dengan seorang perempuan cantik yang mengaku bernama Lilik, Ben sudah berada di depan sebuah rumah yang sangat indah.
Pekarangan rumah, dipenuhi dengan bunga bunga yang indah, melebihi rumah yang ada di Kampung Kamposaina. Ketika Ben memasuki pekarangan rumah, suasana sejuk dan damai begitu kental menyeruak.
“Hallo, spada..” teriak Ben sambil mengetuk pintu rumah, yang terbuat dari kayu jati cokelat muda, dengan ukiran bunga mawar merah besar di tengahnya, dan daun daun hijau tua disekeliling bunganya.
Tak menunggu lama, pintu segera terbuka. Tampak sesosok perempuan setengah baya, berwajah oriental, bermata sipit, sedang tersenyum ramah ada dihadapan Ben.
“Mau cari siapa mas?” tanya perempuan berkulit kuning langsat dan berambut pendek sebatas leher itu.
“Em, em, anu bu, anu...”Ben gagap, melihat perempuan bersuara lembut di depannya.
Jauh dari perkiraan Ben, yang menyangka ibu Yerekim adalah sosok tua renta yang berjalan yang tertatih dengan tongkat ditangan.
Justru, yang ada dihadapan Ben, walau sudah setengah baya, ibu Yerekim masih keliatan jelas gurat kecantikannya. Apalagi wajah itu selalu dihiasi senyuman ramah. (uhuuuyyy...air laut siapa yang garem in sih...)
“Mohon maaf, saya sudah menggangu ketenangan ibu. Nama saya Ben, saya sedang mencari Putri Jempol, apakah ibu kenal atau tahu?” tanya Ben setelah menguasai perasaan gugupnya.
“Putri Jempol?” ibu Yerekim kembali menegaskan sambil tetap tersenyum manis.
Duh, melihat senyum itu, sukma Ben langsung terasa melayang ke awang awang. Hilang sudah bayangan Cinta sang gadis impiannya...
“Iiii... iya, iya Putri Jempol, bu...” saking gugupnya, membuat Ben hampir lupa menjawab.
“Putri Jempol? Mas Ben, mencari Putri Jempol? Hahahahahaaa....” ibu Yerekim kembali menegaskan sambil tertawa dengan suara lepas.
“Benar bu, apakah ibu kenal dengan Putri Jempol?” jawab Ben dengan semangat 45, yang menyala nyala.
“Silahkan, duduk dulu di taman, sementara saya buatkan minum dulu ya.... Kamu mau minum kopi?”
“Boleh kopi bu, kebeneran saya belum tidur sejak semalam” jawab Ben.
***
Putri Jempol itu ternyata...
Kemudian, secara singkat, ibu Yerekim menceritakan kejadian beberapa waktu lalu di Kampung Kamposaiana. Dimana seluruh penduduk kampung merasa terganggu dengan adanya sesosok mahkluk purba dari negeri entah berantah, yang jatuh di Kamposaina.
Berbagai cara sudah dilakukan penduduk Kamposaina untuk mengusir mahkluk jahil itu, tapi tak juga membawa hasil. Pernah sekali waktu ibu Yerekim membuat alat penangkal tapi tetap tidak mempan. Mahkluk itu masih saja mengikuti kemana ibu Yerekim pergi.
Hingga suatu ketika, ada beberapa famili, yang berasal dari Tangerang datang berkunjung. Mereka banyak membawa oleh oleh, makanan asli dari Tangerang, yaitu laksa -yang bahan bakunya dari nasi bukan bihun- sate kambing yang tidak pakai tusuk dan tak lupa beberapa ikat emping jengkol kesukaan ibu Yerekim.
Malamnya sehabis melepas kangen, ngobrol panjang kali lebar, sambil ngemil emping jengkol, semua tidur.
Keesokan harinya, pagi pagi buta, terdengar suara memaki maki yang sangat keras di depan rumah ibu Yerekim.
Mendengar suara berisik, di depan rumahnya, Ibu Yerekim terbangun dan membuka jendela kamarnya.
Terlihat sosok tinggi besar berkulit hijau dengan totol hitam disekujur tubuhnya. Bentuk kepala lancip dihiasi dengan dua bola matanya yang besar seperti akan lepas dari kelopaknya. Dibawahnya, bertengger segitiga kecil dengan dua buah lubang, yang mengeluarkan bulu hitam kasar panjang panjang. Kuping lancip dihiasi anting dan mulut yang besar dengan taring mencuat tak beraturan.
Troll, ya dia adalah Troll sang pengganggu...
Segera ibu Yerekim sadar bahwa mahkluk raksasa ini, akan terus mengganggunya dan para tetamu yang ada di rumahnya sepanjang hari.
Mengingat itu, timbul rasa jengkel yang sudah dipendam sejak lama. Ibu Yerekim segera pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil dan menampung air seninya di dalam ember plastik. Kemudian membawa ember berisi bom kimia cair itu ke halaman rumah, lalu melemparkannya ke arah mahkluk jahil itu.
Kaget mendapat serangan mendadak, sang mahkluk purba menangkis lemparan dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya disembunyikan dibelakang tubuhnya yang sangat besar.
Tidak disangka, ketika bom kimia bertemu dengan tangan mahkluk purba itu, terjadi sebuah ledakan besar bersamaan dengan memancarnya selarik cahaya terang yang menyilaukan. (Ledakannya ada dikisah Heboh Pencuri Misterius)
Ibu Yerekim segera menutup mata dengan kedua tangannya. Ketika suara gemuruh sudah berhenti, ibu Yerekim membuka matanya tapi secepat itu juga memalingkan wajahnya, karena miris melihat serpihan daging berserakan dimana mana.
Bau anyir darah menerpa di sekeliling kampung Kamposaina. Tubuh makhluk purba yang iseng tukang memaki, kini telah hancur berkeping keping, hanya terlihat serpihan daging kecil kecil.
“Lalu apa kaitannya cerita ibu dengan Putri Jempol? potong Ben tak sabar.
“Hahahaahaa...Mas Ben, sudah tidak sabar ya...” Jawab ibu Yerekim dengan menunjukan senyum misterius. “Mas, mau tahu Putri Jempol? Hahahahaha...Yang ada dihadapanmu ini adalah Putri Jempol... “
“Benar, akulah yang selanjutnya di juluki si Putri Jempol. Karena akulah yang berhasil menghancurkan mahkluk super jahil itu, hingga hancur lebur dan menyisakan Jempol kanannya saja yang masih utuh, yang sudah kubuang ke laut” kata Ibu Yerekim dengan nada puas.
Ben sangat terkejut, mendengar pengakuan itu. Sungguh tak disangka, ibu Yerekim yang keliatan lemah tak berdaya, ternyata bisa mempunyai keberanian yang sangat besar dan akhirnya bisa menghancurkan mahkluk purba raksasa.
Ben segera sadar maka tanpa banyak tanya lagi, ia kemudian bersujud dihadapan ibu Yerekim, sambil mengucapkan terima kasih yang berulang ulang.
Tidak sia sia perjalanan berbulan bulan yang susah payah dilalui.Terjawab sudah misteri yang diberikan Mahaguru Jati tentang Putri Jempol dan sekarang Ben sudah tahu kelemahan Setan Jempol.
***
Senang tiada kepalang ternyata makanan kesukaannya ternyata nanti bisa menjadi senjata penghancur Setan Jempol. Dengan suka cita Ben pulang ke kampungnya Kempesianu, berbekal keyakinan yang sangat kuat bisa menghancurkan Setan Jempol hingga menjadi bubur jengkol.
Namun terselip janji pada diri sendiri, “AKU PASTI KEMBALI KE KAMPUNG KAMPOSAINA”
-Apakah benar Setan Jempol -yang tadinya berasal dari mahkluk purba- bisa dihancurkan dengan bom cair hasil penyulingan jengkol dari dalam tubuh, seperti yang dilakukan oleh Putri Jempol, ibuYerekim di Kampung Kamposaina?
Kita nantikan kisah selanjutnya hanya di Kamposaina edisi Fikber ketiga bagian terakhir...
Ayo ketawa dong...
Hahahaahahaahahahaa.....
Catatan :
*Jangan memandang rendah dan lemah pada siapapun. Karena sekecil apapun dan setakutnya siapapun, jika terus disakiti, pada akhirnya akan punya kekuatan dan keberanian untuk melawan. (intinya, jangan pernah membully siapapun. Karena nantinya bisa menjadi kekuatan yang tidak diduga)
*Pada tahun 2014 kemaren, emping Jengkol pernah menyembuhkan penyakit saluran kencing yang saya derita.
*Harapannya...Semoga Fiksi makin rame...
Hidup Fiksi, Hidup Arsenal...!!!
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H