Ben celingak celinguk kesana kemari, sambil mulutnya celangap (ternganga) penuh kekaguman dan menyipitkan matanya karena silau dengan berbagai warna warni dan keindahan yang ada di Kampung Kamposaina.
Keanehan Kampung Kamposaina...
Kampung itu terlihat sangat ramai dengan hilir mudik orang dari berbagai macam suku bangsa. Terdengar riuh rendah suara cekakak cekikik, bersenda gurau dan juga suara nyaring sampai ke semua sudut, teriakan orang orang berjualan (salah satunya batik cirebonan).
Lebih terkejut lagi, baru saja melangkahkan kakinya memasuki area perkampungan, kantung gembolan Ben, terasa sangat berat.
Ketika dibuka, ternyata berisi kepingan mata uang berbentuk hati dari berbagai jenis (Aktual, Inspiratif, Manfaat, Menarik, Komentar dan Jejak) yang entah darimana datangnya, tiba tiba sudah ada dalam gembolannya.
(Baca : Mengenai Kejujuran dan mata uang Kamposaina)
Tiba di sebuah sudut jalan, terlihat kerumunan orang, ditengahnya ada seorang anak muda yang sedang menggelar papan catur. Tapi entah mengapa, semua orang memanggil anak muda berparas tampan dan rambut sedikit gondrong ini, dengan sebutan Mbah Peang.
“Tampangnya sih masih muda belia, kog dipanggil Mbah sih? Apakah, di kampung ini orang ga bisa tua?”, pikir Ben keheranan dalam hatinya.
“Hak hak hak...” Terdengar suara tawa Mbah Peang yang keras menggema, seakan mentertawakan pertanyaan yang ada dalam pikiran Ben...
Ben terus berjalan, tak lama kemudian berpapasan dengan seorang perempuan berparas cantik, yang terus berteriak “Cap Cus. Cap Cus...”
“Lagi jualan Cap Cus atau lagi apa sih?” pikir Ben makin bingung...