“Astaga... Nyaaakkk...” Ben merasa sekujur tubuhnya basah kuyup dan bau pesing yang ampun ampunan, karena semur jengkol plus sambel terasi lah, yang tadi malam jadi makanan terakhir yang masuk perutnya...
Buru buru Ben masuk ke kamar mandi. Sambil menggosok daki dipunggungnya, Ben pelan pelan beruasaha mengingat kembali mimpinya...
Ada yang aneh dengan kejadian semalam, bukan cuma dengan Cinta sang Putri Jempol yang sexy bikin ngompol aja, tapi mengenai pertemuan dengan Mahaguru Jati yang terasa begitu nyata telah memberi petunjuk tentang Setan Jempol.
Setelah dipikir ulang, Ben yakin telah bermimpi bertemu dengan Sang Mahaguru Jati. Tapi mengingat kembali mimpi itu, justru tidak membuatnya menjadi tenang, Ben malah jadi bingung karena harus memecahkan sebuah misteri, yaitu mencari Putri Jempol guna menghancurkan Setan Jempol.
Walaupun, sebagai murid dari Ki Pleyun, Ben bisa disebut sebagai pendekar pembela kebetulan, namun demi mencari kebenaran se JATI bukan se Elde, se Gatot, se Desol, se Peb atau se se yang lainnya, yang ujungnya makin bingung aja, Ben sungguh tidak tahu harus mulai dari mana dan apa yang pertama harus dilakukan. Oleh sebab itu Ben memutuskan untuk pergi dari kampungnya, Kempesianu.
Pagi itu juga, sehabis mandi tujuh kali, tujuh sumur, berikut kembang tujuh rupa, biar tidak ada lagi bau sangit jengkol yang masih menempel dan sarapan nasi uduk mpok Darsem, Ben bersiap siap pergi untuk memecahkan misteri Putri Jempol.
Pamitan sama Emak yang kaget alang kepalang ketika melihat keteguhan hati Ben untuk melaksanakan tugas dari Mahaguru Jati. Dengan berat hati dan menitikkan airmata, Emak mengijinkan Ben untuk pergi. Tak lupa Emak memberi bekal Semur Jengkol plus sambel terasi, sisa masakan semalam. Semoga bekal makanan kesukaan bisa sedikit menghibur barang sehari dua hari...
Ibarat kata, apa mau dikata, daripada daripada, mendingan mendingan (ngomong apa sih...)
Ben pergi hanya mengikuti arah angin bertiup dan terus melangkah menjauh dari kampung tercintanya, Kempesianu.
Jika angin bertiup dari kiri, Ben melangkah ke kiri, begitu angin bertiup dari belakang, Ben berjalan mundur, dan ketika angin berubah dari atas ke bawah, Ben bukan lagi berjalan, tapi melompat lompat seperti kodok Bangkong.
Hanya, jika angin bertiup dari bawah keatas, Ben menutup hidung, karena ga kuat juga nyium bau gas bekas makanan Emak, yang udah kadaluarsa dalam ususnya.