Mohon tunggu...
Mia Nurkamila
Mia Nurkamila Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

@mianurkamila_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jangan Takut dan Coba Lagi

23 Februari 2021   22:21 Diperbarui: 23 Februari 2021   22:48 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iya Na,kita semua harus semangat belajar agar kita masuk ke SMPN 1 Aksara ya."

Kami menguatkan tekad satu sama lain, tersenyum dengan penuh harapan yang sangat tinggi untuk masuk ke sekolah favorit itu.

   Sejak saat itu, usaha yang aku sendiri lakukan, aku juga kuatkan. Betapa inginnya aku masuk sekolah yang aku dambakan. Pagi, siang, soreku dihabiskan juga untuk belajar agar aku lebih siap ketika Ujian Nasional tiba.

   Satu hari sebelum ujian aku meminta restu dan ridha orang tua. Aku basuh kaki ibuku, aku ucapkan kata maaf yang keluar dari mulutku,serta aku meminta agar di doakannya aku agar diberi kelancaran saat ujian. Sebenarnya bukan hanya dengan membasuh kaki saja untuk meminta restu dan ridha orang tua. Banyak hal yang lain yang bisa dilakukan. Namun,entah kenapa saat itu aku ingin membasuh kaki Ibuku saja.

"Bu, besok aku ujian. Boleh aku basuh kakinya untuk meminta restu dan ridha agar dilancarkan ujiannya."

Ibu pun membolehkanku untuk membasuh kakinya. Perlahan, aku usap kakinya dengan penuh kehangatan. Sedih, ingin menangis, dan malu perasaanku saat itu. Tingkahku yang mungkin masih kekanak-kanakan tiba -tiba terlintas di fikiranku yang betapa menyusahkannya aku. Tak lupa, aku pun meminta maaf kepada Ayah sekaligus meminta restu juga. Sampai akhirnya hari ujian pun tiba.

   Jantungku berdegup sangat kencang, kekhawatiranku muncul sejadi-jadinya. Namun, restu orang tua lah yang membuatku untuk tetap tenang.

"Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma yassir wala tu'assir. Yaallah,permudah dan jangan dipersulit." Do'a itu yang selalu aku ucapkan selama berlangsungnya ujian.

   3 hari berturut-turut, betapa seringnya aku membaca do'a itu. Sampai akhirnya ujian selesai, aku berpasrah apapun dengan hasilnya. Yang terpenting aku sudah berusaha semampuku untuk mecapai impianku.

   Pengumuman hasil ujian pun tiba. Aku percaya diri bahwa aku akan mendapatkan hasil yang baik, nilai yang menyenangkan dan memuaskan. Aku berangkat untuk mengambil hasil ujian itu bersama ibu. Di gandengnya tanganku oleh ibuku dari berangkat ke sekolah sampai sepulangnya dari sekolah. Sampai akhirnya tiba di rumah. Aku membuka hasil ujian itu dengan ibuku.

   Raut wajah yang tidak menyenangkan dan perasaan hati yang tidak mengenakan menjadi gambaran hasil ujian saat itu. Ternyata benar, apa yang aku harapan sangat tinggi, apa yang aku dambakan dengan teramat sangat, jatuh begitu saja di hari itu. Aku mendapat hasil yang tidak sesuai dengan ekspetasiku. Semakin jauh harapanku untuk bisa masuk ke sekolah favorit itu. Air mataku jatuh mengalir deras dengan sendirinya. Kecewa? Tentu,banget malah. Nyerah? Iya,aku bertekad nyerah hari itu. Aku selalu menyalahkan diri sendiri seolah-olah usaha yang aku lakukan tidak cukup. Aku lihat tawa bahagia temanku yang bisa meraih sekolah impiannya.  Hari-hariku terisi dengan kesedihan sampai aku bingung kemana lagi aku harus melangkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun