"Ya,ya,.. istrimu juga !" balas Josep tak kalah mabuknya.
Lalu keduanya tertawa keras.
XXX
Josep menurunkannya di ujung jalan menuju komplek perumahan yang ia tempati. Di jalan masuk tidak jauh dari pos jaga seorang pengemis bangkit berusaha mendekati Ndra. "Kasihani, Tuan. Kasihani," ujarnya memelas.
Bukannya memberi uang receh, Ndra malah menepis dengan kasar. "Sana! Tak ada uang di sini. Kamu masih sangat muda. Sebaiknya kerja yang keras", serunya sambil berjalan gontai menuju rumahnya.
Di depan pintu masuk rumahnya, ia mendengar suara-suara aneh dari dalam. Sepertinya teriakan seorang laki-laki. Â Siapa itu? Apakah Deinia mengundang laki-Iaki lain selama saya pergi, batinnya. Hati-hati ia letakan botol di tangannya di atas kursi dekat pintu. Kepalanya lebih didekatkan di pintu. Terdengar suara istrinya berteriak. Dibalas suara laki-laki yang asing di telinganya.
Tanpa sadar, ia menyentuh botol minuman yang ada di atas kursi. Botol itu bergoyang, menggelinding dan jatuh di lantai. Suaranya terdengar dari dalam.
Bunyi itu cukup mengundang perhatian istrinya didalam rumah, "Apa itu...?" Pintu terbuka. Istrinya berdiri dengan rambut basah dan... hanya dibalut handuk mandi. Keduanya kaget. Mungkin dengan alasan yang berbeda. Dan malangnya sesosok laki-laki bertubuh besar, berdiri di belakang istrinya dengan wajah ingin tahu. Cuma memakai singlet.
Deinia mengkhianatinya. Demikian pikir Ndra sangat marah. "Bangsat," teriak Ndra sambil mendorong istrinya kasar. Matanya menyala dan siap menerjang laki-laki itu. "Ini rupanya yang kamu lakukan jika saya tak ada di rumah..."
Deinia terjajar. " Ndra, kamu salah paham," ujaraya sambil menahan tubuh suaminya yang mau menerjang laki-laki itu. Sementara wajah laki-laki di belakang Deinia tambah pucat. Tubuhnya yang besar tak mampu menyembunyikan rasa takutnya.
"Sa...Sa...Sabar, Pak," ujarnya gemetaran sambil beringsut mundur saat melihat Ndra meraih tombak kecil yang berada di dinding. Â Â .. Â Â Â " Â Â Â Â Â Â . Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â _ Â Â Â Â ..