"Jangan, Ndra..." teriak Deinia mencoba menghalau tubuh suaminya.. "Dia cuma tukang cat..."
Tapi Ndra sudah kalap. la tidak menggubris lagi. Tubuhnya sepoyangan yang dipengaruhi minuman keras menghambur menuju laki-laki yang sejak tadi berdiri seperti batang kayu lunglai. Tapi ia tidak hati-hati. Ketika melewati meja, kakinya terantuk sesuatu. Ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Terjatuh dengan tombak masih di tangan.
Semua hening. Tubuh Ndra mengejang. Deinia histeris. Laki-laki yang berdiri memucat tidak jauh dari mereka tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tombak kecil di tangan Ndra menancap tepat di dadanya sendiri.
"Ndra...!!" teriak Deinia histeris. Lebih terdengar sebagai longlongan. Ia memeluk tubuh berlumuran darah itu dengan erat. Ba..bagaimana bisa begini? Tuhan, jangan buat dia mati. Saya mohon....
Udara dingin. Senyap lebih menusuk.
XXX
(Ada yang bilang permintaan yang tulus akan terbang ke langit dan para malaikat akan membawanya pada Tuhan agar keinginan kita dapat terkabul.)
Ambulans meraung-raung membelah jalanan kota. Segera paramedis mendorong tubuh Ndra ke UGD. Kondisinya kritis. la mengalami pendarahan dan masker oksigen portabel harus dipasang di hidungnya.
"Tuhan, buat keajaiban," bisik dokter Ellen yang menanganinya. " Beri Epinefria dan Lidokain. Pertahankan tekanan," seru dokter Ellen lagi.
Tapi Tuhan berkenan lain. Keajaiban tidak terjadi saat itu. Jantung korban tidak bereaksi. Tidak berdenyut. Â Berhenti. Â Mati...!
Dengan lunglai dokter Ellen keluar. la di sambut seorang perempuan dengan rambut panjang awut- awutan. Di beberapa bagian di bajunya masih dikotori darah yang mulai mengering. "Dokter!" serunya " Dokter, bagaimana kondisi Ndra....?"