Annelis pun terdiam sejuta bahasa tanpa makna dan tanpa kata. Tampak marah, mesti sebetulnya hatinya sangat senang berbunga-bunga. Sebuah potret kepribadian, wanita yang cantik fisik tapi rapuh pedalamannya.Â
Annelis pun pergi meninggalkannya, mengacuhkan Minke. Juga, Minke setelah minta maaf pun berpamit bersama Suurhof, pulang.Â
Usai bertemu pertama kalinya dengan Annelis di rumahnya.Â
Beberapa waktu pun berselang, diketahui Kabar. Kabar duka datang dari Wonokromo. Diketahui sebuah warta, Annelis sedang menderita sakit, sakit hebat akibat suatu gejolak perasaan dalam dirinya yang tak kuasa ia kendalikan. Sebuah rasa rindu, bertemu seorang yang ia cintai barangkali.Â
Nyai pun gelisah atas kondisi puteri kesayangannya yang sangat rapuh pedalamannya itu. Akhirnya ia bersurat untuk mengharapkan kehadiran Minke, berkenan meluangkan waktu menjenguk Annelis kiranya.Â
Saat kedatangannya, Annelis pun langsung pulih seketika.Â
Menyadari hal itu, Minke diminta Nyai untuk tinggal beberapa waktu mendampingi Annelis hingga pulih total.Â
Ditunaikanlah, permintaan itu oleh Minke.
Sekian lama tinggal di rumah seorang Nyai. Tanpa ikatan hubungan yang jelas, beredar meluas kabar burung tersebut hingga mematuk telinga Ayahandanya sebagai Bupati B.
Minke pun dijemput Paksa dengan bantuan Polisi, untuk pulang ke rumahnya di B. Setelah mendengarkan nasihat-nasihat Ayahandanya. Ia beranikam diri, meminta restu Ayahanda dan Ibundanya untuk mempersunting pujaan hatinya itu, Annelis. Sebagai obat penghapus curiga sosial tetangga.
Dan, yap. Cerita akhirnya, Annelis pun dinikahnya secara adat dan direstui oleh Ibundanya saja, sedangkan Ayahnya tidak datang. Pernikahan itu diakui secara Islam, ke-adatan dan tradisi, Tetapi ditolak mentah secara Hukum Belanda. Dan mesti berpisah secara paksa karena persoalan perebutan Hak Waris atas kematian Ayahnya Annelis. Hartawan Tuan Mellema.