Kurikulum matematika berbasis karakter berarti bahwa pendidikan matematika integrasi mata pelajaran atau melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler. Filosofinya adalah bahwa dengan belajar matematika, manusia dapat belajar tentang cara hidup yang baik, hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, alam, bangsa, dan negara.
Pendidikan matematika berbasis karakter mengadopsi Progressive Educator dan Public Educator. Secara eksplisit implementasi pendidikan matematika berbasis karakter mendasarkan pada:
1. Pengetahuan matematika pada berbagai dimensinya, yang meliputi hakikat, pembenaran, dan kejadiannya.
2. Objek matematika pada berbagai dimensinya yang meliputi hakikat dan asal-usulnya.
3. Penggunaan matematika formal yang meliputi efektivitasnya dalam sains, teknologi, dan ilmu lainnya.
4. Praktik matematika pada berbagai dimensi secara lebih umum termasuk aktivitas para matematikawan atau aktivitas matematika para siswa.
      Pendidikan matematika berbasis karakter memandang ilmu pengetahuan sebagai proses berpikir, bersikap, dan berbuat atau dalam filosofi Ki Hadjar Dewantara disebut sebagai konsep "ngerti", "ngroso", dan "nglakoni". Matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib diharapkan tidak hanya membekali siswa dengan kemampuan untuk menggunakan perhitungan atau rumus dalam mengerjakan soal tes saja akan tetapi juga mampu melibatkan kemampuan, sikap, dan keterampilan bernalar dan analitisnya dalam memecahkan masalah sehari-hari.
2.3 Paradigma dalam PBM Matematika
Paradigma pendidikan adalah kerangka berpikir yang digunakan untuk memahami dan mengimplementasikan proses belajar-mengajar. Beberapa paradigma yang dapat diterapkan dalam PBM matematika adalah:
a. Paradigma Behavioristik
Mengutamakan pengulangan dan reinforcement (penguatan) sebagai cara untuk mempelajari konsep matematika. Siswa belajar melalui latihan-latihan yang berulang, dan hasil belajar diukur melalui tes dan evaluasi yang terstruktur.