Mohon tunggu...
Mey Liasta Trihastina
Mey Liasta Trihastina Mohon Tunggu... Lainnya - Education

Pendidikan Sains Matematika Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Filsafat: Penerapan Filsafat, Ideologi, Paradigma dan Teori dalam PBM Matematika

15 November 2024   11:03 Diperbarui: 15 November 2024   11:55 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isi Pendidikan atau Kurikulum

  1. Kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam idup dan tanggung jawab sosial.
  2. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
  3. Semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung.
  4. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan.
  5. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok yang dipergunakan baik oleh kalangan penganut realisme maupun behaviorisme.

Peranan Peserta Didik dan Pendidik

  1. Dalam hubungannya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan adalah yang dapat berubah-ubah.
  2. Dalam hubungannya dengan disiplin, tata cara yang baik sangat penting dalam belajar. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan.
  3. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan padanya.

b. Konstruktivisme

Menurut konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh siswa berdasarkan interaksi mereka dengan dunia nyata. Dalam pembelajaran matematika, pendekatan ini mendorong penggunaan aktivitas yang melibatkan siswa untuk menemukan konsep-konsep matematika secara mandiri. Dalam konstruktivisme, pembelajaran bukanlah proses mentransfer ilmu, namun harus dibangun (constructed) sendiri oleh peserta didik. Dengan demikian, pusat pembelajaran harus dapat dilakukan secara mandiri oleh peserta didik. Guru atau pendidik dalam konstruktivisme hanya berperan sebagai fasilitator saja. Ini sebabnya, teori belajar ini melahirkan banyak pendekatan, model, dan metode pembelajaran yang berbasis student-centered atau berpusat pada siswa. Konstruktivisme sendiri merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan). Dalam sudut pandang konstruktivisme, pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui aktivitas seseorang. Konstruktivisme ingin memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar menemukan sendiri kompetensi dan pengetahuannya, guna mengembangkan kemampuan yang sudah ada pada dirinya. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang sempurna. Dengan kata lain, peserta didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Lalu bagaimana aplikasinya dalam dunia pendidikan? Seperti apa prinsip yang diusung, dan bagaimana kita membedakan teori belajar ini dari teori belajar lainnya? Berikut adalah berbagai uraian yang akan menjawab berbagai pertanyaan tersebut.

Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah teori belajar yang mengusung pembangunan kompetensi, pengetahuan, atau keterampilan secara mandiri oleh peserta didik yang difasilitasi oleh pendidik melalui berbagai rancangan pembelajaran dan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan yang dibutuhkan pada peserta didik. Menurut Thobroni & Mustofa (2015, hlm. 107) Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Artinya, belajar dalam pandangan konstruktivisme betul-betul menjadi usaha aktif individu dalam mengonstruksi makna tentang sesuatu yang dipelajari. Sementara itu, Yaumi & Hum (2017, hlm. 42) meungungkapkan bahwa konstruktivisme mengasumsikan bahwa siswa datang ke ruang kelas dengan membawa ide-ide, keyakinan, dan pandangan yang perlu diubah atau dimodifikasi oleh seorang guru yang memfasilitasi perubahan ini, dengan merancang tugas dan pertanyaan yang menantang seperti membuat dilema untuk diselesaikan oleh peserta didik. Dalam hal ini, meskipun guru tidak melakukan transfer ilmu, guru harus tetap melakukan tindakan-tindakan yang akan memfasilitasi terbangunnya perubahan positif terhadap pada siswa. Sehingga siswa dapat membangun suatu pengetahuan, keterampilan, atau afeksi positif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selanjutnya, Mudlofir & Fatimatur (2017, hlm. 12-13) menjelaskan bahwa dalam konstruktivisme, belajar lebih diarahkan pada experimental learning, yaitu adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Oleh karena itu, aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Pembelajaran menurut teori belajar konstruktivistik lebih menekankan kepada proses dalam pembelajaran. Berdasarkan keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa konstruktivisme adalah teori belajar yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk aktif belajar menemukan sendiri kompetensi dan pengetahuannya guna mengembangkan kemampuan yang sudah ada pada dirinya untuk diubah atau dimodifikasi oleh guru yang memfasilitasi, dengan merancang berbagai tugas, pertanyaan, atau tindakan lain yang memancing rasa penasaran siswa untuk menyelesaikannya.

Proses Mengonstruksi

Menurut Piaget (Dahar, 2011: 159) secara garis besar penekanan teori konstruktivisme terletak pada proses untuk menemukan sebuah teori atau pengetahuan yang ditemukan dan dibangun atas realita dilapangan. Singkatnya, proses mengonstruksi adalah yang utama. Proses mengkonstruksi sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget adalah sebagai berikut.

  1. Skemata, merupakan sekumpulan konsep yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan.
  2. Asimilasi, merupakam proses dimana seseorang menginterpretasikan dan mengintegrasikan persepsi.
  3. Akomodasi, merupakan proses sesorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang dimilikinya.
  4. Keseimbangan, merupakan dimana terjadinya proses Ekuilibrasi (keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi) dan diskuilibrasi (tidak seimbangnya antara asimilasi dengan akomodasi).

Tujuan Konstruktivisme

Perubahan menjadi suatu keharusan dalam proses belajar, terutama dalam hal konsep. Perubahan tersebut berupa asimilasi untuk tahap pertama dan tahap kedua yang disebut akomodasi. Dengan asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki untuk berhadapan dengan fenomena baru. Sementara dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang sudah tidak cocok dengan fenomena baru yang muncul. Jadi, perubahan tetap menjadi tujuan utama bahkan dalam ranah teori konstruktivisme sekali pun.

Selanjutnya, menurut Thobroni (2017, hlm. 95) tujuan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  1. Mengembangkan Kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaan.
  2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian pemahaman konsep secara lengkap.
  3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun