Orang aneh. Pikirku. Terluput dari pikiranku, aku tetap menjawab pria itu, beranggapan bahwa itu akan membantuku menghabiskan waktu di sini.
"Sama sekali tidak. Kapanpun hujan datang, ia tidak pernah membawa sesuatu selain kekacauan." celetukku sedikit kesal.
Pria di sebelahku terkekeh, "Tidak selalu kok." , Ia mengulurkan tangannya ke arah hujan, "Hujan adalah berkah. Hujan menyuburkan tumbuhan, memadamkan api, bahkan satu tahun kemarau pun, bisa sejuk kembali hanya dengan diguyur satu hari hujan." ujarnya sembari tersenyum.
"Lalu... bagaimana dengan bencana alam? Kamu tahu banyak bencana akibat hujan, kan?" tanyaku.
"Semua itu adalah amarah hujan kepada manusia. Sebagaimana amarah orang akan melonjak manakala kamu tidak bisa menjaga perasaan mereka. Hujan akan marah apabila kita, manusia tidak bisa menjaga bumi." balasnya.
"Sepertinya, kamu tahu banyak tentang hujan."
"Namun sepertinya, itu tidak cukup kuat untuk mengubah pikiranmu." sahutnya.
Aku tersenyum kecil mendengarnya. "Entahlah. Nampaknya, rasa benciku terhadap hujan tak pernah luntur."
"Mungkin, kamu tidak benar-benar membenci hujan." ujar pria itu.
"Mungkin, kamu hanya benci akan apa yang datang bersamaan dengan hujan." Pria itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan berbicara, "Seperti, kenangan-kenangan yang ada kala hujan tiba."
Aku hanya bisa terdiam merenungi jawaban pria itu. Tak ada kata-kata yang sanggup aku lontarkan untuk membalasnya. Kenangan, katanya?