Mohon tunggu...
Metia Septiani
Metia Septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

musik itu indah, lagi belajar dan mencari ilmu tentang ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Berfikir Kritis dan Pemecahan Masalah dalam Kehidupan Sehari-hari

30 Desember 2024   14:46 Diperbarui: 12 Januari 2025   15:55 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://sokrates.id/2019/10/04/critical-thinking-dalam-pembelajaran/

          Secara etimologis, berpikir kritis berakar dari leksikon Yunani kuno kriticos menelusuri keputusan dan kriterion standar, artinya proses pengembangan penelusuran ketetapan berdasarkan standar tertentu (Pithers & Soden, 2001). Dalam kamus Webster diistilahkan sebagai analisis yang cermat dan ketetapan yang berimplikasi pada keputusan yang obyektif dalam menetapkan segi manfaat maupun mudharatnya (Taylor, 1965). Dalam dua dekade terakhir, perbincangan mengenai berpikir kritis sebagai tujuan pendidikan kian menghangat. Secara umum berpikir kritis ditandai dengan kemampuan menalar dengan tepat, sistimatis dan logis dalam memahami konsep atau keyakinan, untuk mengambil tindakan dan memecahkan persoalan berdasarkan mekanisme analisis konseptual dan argumentasi (Pithers & Soden, 2001). Banyak definisi berpikir kritis diajukan berdasarkan ragam konstruk dan capaiannya. Dewey, misalnya, mencirikan berpikir kritis sebagai kegiatan aktif, konsisten dan cermat dalam mempertimbangkan suatu keyakinan dan simpulan yang terkait (dalam Black, 2008). Sementara itu, Ennis (1996) mengaitkannya dengan berpikir reflektif yang berfokus pada penetapan keyakinan dan tindakan. Definisi yang lebih praktis ditawarkan oleh Ruggieo yaitu proses menguji argumen yang bermanfaat atau tidak. Dengan kata lain, proses ini menyangkut keterampilan utama dalam mengerjakan tugas akademik seperti mengolah, menyimpulkan dan mensintesa informasi, keterampilan mengevaluasi dan berkreasi (dalam Errihani, 2012).

          Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis seseorang, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis agar dapat mengambil keputusan yang baik dan efektif dalam kehidupan sehari-hari.

          Meningkatkan kemampuan berpikir kritis juga dapat membantu kita memecahkan masalah dan menghadapi tantangan yang dihadapi dalam hidup. Kita akan lebih mampu melihat masalah dari perspektif yang berbeda, dan menemukan solusi yang lebih baik. Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga membantu kita menghindari bias dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan(Ariadila et al., 2023).

          Pada artikel ini, kita akan membahas beberapa cara untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Kita akan membahas pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, serta dampak positifnya. Selain itu, peneliti akan membahas beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, seperti mempertanyakan otoritas, melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi secara objektif, dan menarik kesimpulan yang logis dan rasional.

Kemampuan Berfikir Kritis

          Secara epistimologi berpikir dapat diartikan sebagai cara menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu (Depdikbud, 2002). Kemampuan berpikir seseorang juga sering di asosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah (syukur, 2004).

          Liliasari (dalam Hasanudin, 2007) mengemukakan bahwa berpikir secara umum dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa berpikir adalah proses kognitif sesorang yang digunakan untuk menerima, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh.

          Piaget (dalam Ruseffendi, 2006) mengemukakan bahwa setiap individu mengalami tingkat perkembangan kognitif yang teratur dan berurutan mulai dari tingkat sensori motor (0- 2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasinal konkrit (7-11 tahun) dan operasional formal (11 tahun keatas). Perhatian pada sistem kognitif menempatkan guru pada peran pasilatator pembelajaran dan siswa pada peran pemecah masalah dan pengambil keputusan nyata.

          Fisher (Launch dalam Fahim, 2007) mendeskripsikan bahwa paling sedikit tiga aspek penting ketrampilan berpikir, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, dan problem solving. Ketiga aspek tersebut saling berkomplementer tetapi saling berhubungan. Problem solving perlu penemuan masalah dan pertanyaan-pertanyaan untuk menyelidiki (berpikir kreatif) dan mengevaluasi solusi yang diusulkan (berpikir kritis). Berpikir kritis perlu mengorganisasi ketrampilan berpikir seseorang ke dalam suatu kombinasi sebagai alat kerja (berpikir kreatif). Pada akhirnya berpikir kreatif perlu berpikir kritis. Problem solving mungkin berupa penyelidikan kreatif, yaitu berhubungan dengan penyelidikan untuk menemukan solusi masalah-masalah open-ended, menggunakan berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah, dan lain-lain.

          Menurut Champagne (Tarwin, 2005) berpikir kritis merupakan suatu proses untuk menemukan kombinasi dari aturan yang lebih dipelajari sebelumnya dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

          Sementara itu, menurut Wijaya (Tarwin, 2005) mengungkapkan, berpikir kritis merupakan kegiatan mengalisis ide atau gagasan ke arah lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkan ke arah lebih sempurna.

          Menurut Desmita (2005), pemikiran kritis adalah pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendapat dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber dan berpikir secara reflektif dan evaluatif.

          Menurut Mayers (dalam Hasanudin, 2007: 55) pengembangan kemampuan berpikir kritis harus didukung oleh lingkungan kelas yang mendorong munculnya diskusi, tanya jawab, penyelidikan, dan pertimbangan. Lingkungan kelas yang demikian dapat dibuat melalui pengaturan waktu yang memungkinkan lebih banyak diskusi dan melalui pembuatan tugas- tugas yang efektif dan jelas.

          Sedangkan menurut Tapilouw (dalam Hakim, 2004: 15) berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran, cara berpikir terarah, terencana, mengikuti alur logis dan sesuai fakta.

          Dari uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa berpikir kritis adalah berpikir yang menanyakan kembali fakta, ide, gagasan, atau hubungan antar ide apakah benar atau tidak. Berpikir kritis juga diartikan berpikir membangun suatu ide, konsep atau gagasan dari hasil pertanyaan-pertanyaan yang menanyakan kebenaran pikiran itu. Kemampuan berpikir kritis setiap orang berbeda-beda, akan tetapi ada indikator-indikator yang dapat dikenali untuk menentukan apakah seseorang telah memiliki kemampuan berpikir kritis.

          Bayer (Hasanudin, 2007) menentukan 12 indikator kemampuan berpikir kritis, yang meliputi:

1. Mengenal inti persoalan

2. Membandingkan persamaan dan perbedaan

3. Menentukan informasi mana yang relevan

4. Merumuskan pertanyaan yang tepat

5. Membedakan antara bukti, opini, dan pendapat yang beralasan

6. Mengoreksi ketepatan argumen

7. Mengetahui asumsi yang tidak ditetapkan

8. Mengakui adanya kiasan atau peniruan

9. Mengakui bias, faktor, emosional, propaganda, dan arti kata yang kurang tepat

10. Mengakui perbedaan nilai orientasi dan pandangan

11. Mengakui kecukupan data

12. Meramalkan konsekuensi yang mungkin.

          Ennis (1995) berpendapat bahwa ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu: Focus (fokus), Reason (argumentasi atau alasan), Inference (penyimpulan), Situation (menghubungkan masalah dengan situasi sehari-hari), Clarity (kejelasan), dan Overview (mengecek kembali hasil).

          Keenam unsur dasar berpikir kritis ini dapat di padukan menjadi satu kata yang dikenal dengan FRISCO (Wasahua, 2021) dan dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Focus (fokus), adalah memusatkan perhatian pada informasi yang menggambarkan suatu isu, pertanyan, atau masalah. ”Informasi apa yang terdapat pada masalah?”, Apa yang ditanyakan?”, dan ”Apa yang ingin dibuktikan?”. Fokus sangat tegantung pada bagaimana orang tersebut menggunakan penalarannya dan menarik kesimpulan dari suatu masalah. Tanpa dapat memusatkan perhatian pada masalah atau pertanyaan, maka dipastikan orang tersebut tidak akan dapat memecahkan masalah.
  • Reason (argumentasi atau alasan), adalah alasan-alasan atau pertimbangan untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam menggunakan alasan/argumentasinya seorang siswa harus menggunakan bukti-bukti yang mendukung terhadap penarikan sebuah kesimpulan.
  • Inference (penyimpulan), dalam menarik sebuah kesimpulan maka harus dilihat apakah alasan atau pertimbangan yang dikemukakan tersebut dapat diterima atau tidak. Di dalam menarik kesimpulan ada dua macam kesimpulan yang dipakai, yaitu kesimpulan sebagai proses (langkah) dan kesimpulan sebagai hasil (produk). Kesimpulan sebagai langkah adalah mencari bukti-bukti yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah atau harus menggunakan langkah-langkah lain yang berbeda. Kesimpulan sebagai suatu hasil atau produk adalah apakah alasan atau pertimbangan tersebut dapat diterima atau tidak.
  • Situation (menghubungkan masalah dengan situasi sehari-hari), ketika pemikiran dipusatkan pada pengambilan keputusan, maka hal-hal yang berhubungan dengan masalah terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, akan memberikan arti atau mempermudah seseorang untuk mengambil suatu keputusan.
  • Clarity (kejelasan), Kejelasan adalah menjelaskan hasil dari penarikan kesimpulan. Menjelaskan ”Apa yang dimaksud”, ”Apa yang ditanyakan”, ”Bagaimana caranya”, dan ”Dapatkah menggunakan cara lain”.
  • Overview (mengecek kembali hasil), mengecek kembali yang didapatkan. Pada langkah ini meminta siswa untuk memeriksa kembali apakah yang sudah ditemukan, diputuskan, dipertimbangkan, dijelaskan, dan kesimpulan yang diambil sudah benar atau masih terdapat kesalahan didalamnya.

          Dari keenam unsur dasar dalam berpikir kritis FRISCO yang telah dikemukakan, sangatlah berkaitan erat dan saling mendukung antara unsur yang satu dengan yang lainnya, sehingga satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

Kemampuan Memecahkan Masalah

          Menurut Piaget (dalam Davidoff, 2007) proses penyelesaian masalah dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras, yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Individu yang memiliki satu tujuan akan menghadapi persoalan, dengan demikian individu tersebut menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu dan mengusahakan sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Penyelesaian masalah oleh Evans (dalam Suharnan, 2005) didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju kepada situasi yang diharapkan.

          Berdasarkan pendapat ahli di atas penulis lebih cenderung kepada pengertian bahwa kemampuan menyelesaikan masalah adalah usaha individu dalam proses berpikir dan rangkaian tindakan yang digunakan individu untuk mencapai situasi yang di harapkan berdasarkan pengetahuan, pemikiran yang positif, pemahaman dan juga tindakan yang telah dipertimbangkan untuk mengatasi hambatan-hambatan atau masalah dimana didalamnya terdapat usaha menemukan alternatif-alternatif jawaban yang mengarah pada satu tujuan yaitu penyelesaian masalah (Mathematics, 2020).

          Menurut Anderson (dalam Suharnan, 2005) ada dua aspek penting di dalam kemampuan menyelesaikan masalah, yaitu :

1. Sikap

  • Berpikir positif tentang masalah yang dihadapi, yaitu mencari sumber masalah dan menentukan alternatif penyelesaian yang tepat.
  • Berpikir positif tentang kecakapan diri untuk menyelesaikan masalah, yaitu melihat diri sebagai seorang yang bisa dan mampu menyelesaikan masalah dengan mengenali sumber-sumber kekuatan yang ada pada diri sendiri dan mencari sumber-sumber eksternal yang sekiranya dapat membantu dalam menyelesaikan masalah.
  • Berpikir secara sistematis, yaitu menyelesaikan masalah dengan penuh kesadaran melalui tahap-tahap yang telah direncanakan agar diperoleh kesimpulan.

2. Tindakan

  • Merumuskan masalah, yaitu menentukan ruang lingkup masalah, memahami pokok masalah dan mampu menyatakan situasi sekarang dan situasi yang diharapkan dengan jelas.
  • Mencari dan mengumpulkan fakta, yaitu menentukan sumber-sumber fakta dan mendapatkan cukup fakta serta memikirkan secara teliti mengenai setiap fakta yang dikumpulkan.
  • Menemukan gagasan (ide), yaitu mencari dan menemukan banyak gagasan dengan satu gagasan yang luar biasa, menghindari penilaian negatif terhadap gagasan tersebut, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bersifat umum menuju pada kemungkinan yang lebih khusus.
  • Memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya, yaitu memilih satu gagasan terbaik diantara gagasan-gagasan yang dihasilkan dan mempertimbangkan semua kriteria penting untuk mengevaluasi gagasangagasan dan semua kejadian penting yang dapat mempengaruhi nilai atau kegunaan gagasan-gagasan itu, dan melaksanakan gagasan tersebut.

          Rakhmat (2007) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah antara lain :

1. Motivasi

Seorang individu yang mempunyai motivasi yang rendah, perhatiannya dapat beralih dari usaha yang dilakukannya dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan individu yang mempunyai motivasi yang tinggi akan berusaha mencari solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi.

2. Kepercayaan dan sikap yang tepat

Asumsi yang salah dapat menyesatkan individu. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektifitas pemecahan masalah. Kurangnya kepercayaan pada diri sendiri individu akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan dan mempersukar penyelesaian.

3. Fleksibilitas

Seorang individu yang luwes dalam berpikir, mau melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu mengkritisi pendapat orang lain akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah.

4. Kestabilan emosi

Emosi sangat mewarnai pola dan cara berpikir. Saat emosi mencapai tingkat intensitas yang tinggi akan menimbulkan kesulitan untuk berpikir secara efisien dan objektif. Hal ini akan menghambat penyelesaian masalah. Emosi yang stabil pada individu akan memunculkan sikap empati sehingga mampu membantu penyelesaian masalah dengan baik.

Hubungan Antara Berfikir Kritis dan Pemecahan Masalah

           Wayne A. Wickelgren (1974: 15) menyatakan bahwa bagian dari masalah dapat diubah hanya dengan mengaplikasikan sebuah operasi kesatu atau lebih pernyataan untuk menghasilkan pernyataan yang baru. Pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikannya. Huitt (1992) mengklasifikasikan teknik yang digunakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kedalam dua kelompok secara kasar, terkait dengan dikotomi kritikal/kreativitas. Kelompok pertama cenderung lebih linear dan serial, lebih terstruktur, lebih rasional dan analitik, dan lebih berorientasi ketujuan; teknik ini sering dipandang sebagai bagian dari latihan berpikir kritis. Kelompok kedua cenderung lebih holistik dan paralel, lebih emosional dan intuitif, lebih kreatif, dan lebih aktual/kinestetik; teknik ini sering dipandang sebagai bagian dari latihan berpikir kreatif.

          Polya (1957) dalam Daniel Muijs (2003: 187), Erman Suherman (2003: 91) dan Wayne A. Wickelgren (1974: 16) menawarkan suatu strategi untuk memecahkan masalah yang terdiri dari 4 langkah yaitu:

1. Memahami masalah

2. Membuat rencana

3. Melaksanakan rencana

4. Melihat kembali

          Memahami masalah adalah menemukan dengan tepat apa masalahnya. Ini melibatkan tindakan menemukan informasi yang relevan dengan masalah itu dan memisahkan elemen yang tidak relevan. Setelah seseoranh dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan fase kedua ini sangat bergantung pada pengalaman orang itu dalam menyelesaikan masalah. Membuat rencana atau merencanakan solusinya berkaitan dengan strategi umum untuk mengatasi masalah yang sering disebut sebagai strategi heuristik. Misalnya dengan memecahkan masalah menjadi sejumlah langkah kecil dan kemudian menemukan cara untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut. Bagian ketiga berkaitan dengan upaya menemukan solusi aktual untuk masalahnya. Pada strategi heuristik, maka kita telah melahirkan rencana yang tepat dalam kaitannya dengan algoritma mana yang akan digunakan. Langkah ini bersifat langsung dan hanya melibatkan penerapan algoritma yang dipilih saja. Langkah terakhir berkaitan dengan evaluasi hasil, yaitu memeriksa jawabannya (Cahyono, 2016).

          Selanjunya dapat berdasarkan beberapa pengertian berpikir kritis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang berpikir kritis dengan ciri-ciri:

1. Menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan tertentu

2. Menganalisis, menggeneralisasikan, mengorganisasikan ide berdasarkan fakta/informasi yang ada

3. Menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah tersebut secara sistematik dengan argumen yang benar.

Contoh Pemecahan Masalah dalam Kehidupan Sehari-hari

         Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik (Rembulan, 2023), berikut beberapa contoh problem solving dalam kehidupan sehari-hari:

1. Saat Menumpahkan Air

Saat sedang menghadapi tumpahan air di lantai dapur. Orang tersebut akan mengidentifikasi masalahnya, mengambil kain untuk membersihkannya (solusi), dan masalah terselesaikan.

2. Perencanaan Perjalanan

Saat sedang ingin merencanakan liburan keluarga. Dengan mengumpulkan informasi tentang destinasi, transportasi, dan akomodasi, maka kita dapat mengembangkan rencana perjalanan yang optimal.

3. Konflik dengan Rekan Kerja

Saat sedang memiliki konflik dengan rekan kerja. Dengan berbicara dengannya dan mencari solusi bersama, maka dapat mengatasi konflik tersebut.

4. Memecahkan Masalah Matematika

Jika seorang siswa dihadapkan pada soal matematika yang sulit. Dengan menganalisis soal dan mencari rumus yang sesuai, siswa dapat menyelesaikan soal tersebut.

Manfaat Pemecahan Masalah dalam Kehidupan Sehari-hari

          Pemecahan masalah memiliki banyak manfaat, terutama dalam konteks kehidupan sehari-hari dan berbagai bidang lainnya. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari kemampuan pemecahan masalah:

1. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis

Pemecahan masalah melibatkan analisis mendalam, evaluasi, dan pemikiran kritis. Ini membantu seseorang untuk menjadi pemikir yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan yang lebih baik.

2. Peningkatan Kreativitas

Dalam upaya mencari solusi, pemecahan masalah mendorong seseorang untuk berpikir secara kreatif. Ini dapat menghasilkan solusi yang inovatif dan tidak konvensional.

3. Meningkatkan Efisiensi

Dengan kemampuan pemecahan masalah yang baik, tugas-tugas sehari-hari dapat diselesaikan dengan lebih efisien. Ini menghemat waktu dan sumber daya.

4. Peningkatan Keterampilan Komunikasi

Proses problem solving sering melibatkan berdiskusi dan kolaborasi dengan orang lain, yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi. Ini dapat meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal.

5. Kepercayaan Diri

Menyelesaikan masalah dengan sukses dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Mampu mengatasi masalah memberikan rasa pencapaian dan kepuasan pribadi.

6. Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik

Kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang dalam membuat keputusan yang lebih baik. Dengan analisis yang baik, keputusan yang diambil lebih mungkin membuahkan hasil yang positif.

KESIMPULAN

          Berpikir Kritis dan pemecahan masalah sangat berkaitan erat. Kemampuan pemecahan masalah mempersyaratkan kemampuan berpikir kritis dalam mengeksplorasi berbagai alternatif cara atau solusi. Sementara sebaliknya aktivivitas pemecahan masalah menyediakan situasi problematik yang menjadi pemicu (trigger) berkembangnya potensi berfikir kritis seseorang. Keterkaitan demikian perlu dieksplorasi sebagai dasar untuk mengembangkan kedua kemampuan tersebut, dari kemampuan pemecahan masalah seseorang dapat dijadikan sebagai indikator kemampuan berfikir kritisnya.

Penulis 1
Penulis 1

Metia Septiani

Nim: 112110431

Mahasiswa Semester 7

Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Pelita Bangsa

septianimetia@gmail.com

Penulis 2
Penulis 2

Purwanti., S.Pd., MM.

NIDN: 0415077808

Dosen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Pelita Bangsa

wantiupb@gmail.com

Sumber :

Ariadila, S. N., Silalahi, Y. F. N., Fadiyah, F. H., Jamaluddin, U., & Setiawan, S. (2023). Analisis Pentingnya Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap Pembelajaran Bagi Siswa. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 9(20), 664–669. https://doi.org/https://doi.org/10.5281/zenodo.8436970

Barnes, K., R. Marateo, & S. Ferris, 2007. Teaching and learning with the net generation. Innovate 3 (4).

Black, B. 2008. Critical Thinking – a definition and taxonomy for Cambridge Assessment. Paper in 34th Annual Conference of International Association of Educational Assessment. Cambridge: Cambridge University Press.

Cahyono, B. (2016). Korelasi Pemecahan Masalah dan Indikator Berfikir Kritis. Phenomenon : Jurnal Pendidikan MIPA, 5(1), 15–24. https://doi.org/10.21580/phen.2015.5.1.87

Errihani, M. 2012. Critical Thinking and the Language Factor: The Case for the English Language Learner. Arab World English Journal, 3 (3): 4-17.

Mathematics, A. (2020). Kemampuan Menyelesaikan Masalah. 1–23. https://repository.uin-suska.ac.id/13433/7/7. BAB II_201828PSI.pdf

Pithers, R. T. & Soden, R. 2001. Critical Thinking in Education: A Review. Educational Research, 42 (3): 237-249.

Rembulan, S. (2023). Mengenal Apa itu Problem Solving, Manfaat dan Contohnya. ARKADEMI. https://arkademi.com/blog/problem-solving-adalah/

Siregar, R. M. R., & Dewi, I. (2022). Peran Matematika dalam Kehidupan Sosial Masyarakat. Scaffolding: Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalisme, 4(3), 77–89. https://doi.org/10.37680/scaffolding.v4i3.1888

Taylor, R. C. 1965. Webster’s World University Dictionary. Washington: Webster Publishers Company, Inc.

Wasahua, S. (2021). Konsep Pengembangan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Peserta Didik di Sekolah Dasar. Horizon Pendidikan, 16(2), 73. https://www.jurnal.iainambon.ac.id/index.php/hp/article/view/2741

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun