Asumsi yang salah dapat menyesatkan individu. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektifitas pemecahan masalah. Kurangnya kepercayaan pada diri sendiri individu akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan dan mempersukar penyelesaian.
3. Fleksibilitas
Seorang individu yang luwes dalam berpikir, mau melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu mengkritisi pendapat orang lain akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah.
4. Kestabilan emosi
Emosi sangat mewarnai pola dan cara berpikir. Saat emosi mencapai tingkat intensitas yang tinggi akan menimbulkan kesulitan untuk berpikir secara efisien dan objektif. Hal ini akan menghambat penyelesaian masalah. Emosi yang stabil pada individu akan memunculkan sikap empati sehingga mampu membantu penyelesaian masalah dengan baik.
Hubungan Antara Berfikir Kritis dan Pemecahan Masalah
      Wayne A. Wickelgren (1974: 15) menyatakan bahwa bagian dari masalah dapat diubah hanya dengan mengaplikasikan sebuah operasi kesatu atau lebih pernyataan untuk menghasilkan pernyataan yang baru. Pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikannya. Huitt (1992) mengklasifikasikan teknik yang digunakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kedalam dua kelompok secara kasar, terkait dengan dikotomi kritikal/kreativitas. Kelompok pertama cenderung lebih linear dan serial, lebih terstruktur, lebih rasional dan analitik, dan lebih berorientasi ketujuan; teknik ini sering dipandang sebagai bagian dari latihan berpikir kritis. Kelompok kedua cenderung lebih holistik dan paralel, lebih emosional dan intuitif, lebih kreatif, dan lebih aktual/kinestetik; teknik ini sering dipandang sebagai bagian dari latihan berpikir kreatif.
     Polya (1957) dalam Daniel Muijs (2003: 187), Erman Suherman (2003: 91) dan Wayne A. Wickelgren (1974: 16) menawarkan suatu strategi untuk memecahkan masalah yang terdiri dari 4 langkah yaitu:
1. Memahami masalah
2. Membuat rencana
3. Melaksanakan rencana