Sementara itu, menurut Wijaya (Tarwin, 2005) mengungkapkan, berpikir kritis merupakan kegiatan mengalisis ide atau gagasan ke arah lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkan ke arah lebih sempurna.
     Menurut Desmita (2005), pemikiran kritis adalah pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendapat dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber dan berpikir secara reflektif dan evaluatif.
     Menurut Mayers (dalam Hasanudin, 2007: 55) pengembangan kemampuan berpikir kritis harus didukung oleh lingkungan kelas yang mendorong munculnya diskusi, tanya jawab, penyelidikan, dan pertimbangan. Lingkungan kelas yang demikian dapat dibuat melalui pengaturan waktu yang memungkinkan lebih banyak diskusi dan melalui pembuatan tugas- tugas yang efektif dan jelas.
     Sedangkan menurut Tapilouw (dalam Hakim, 2004: 15) berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran, cara berpikir terarah, terencana, mengikuti alur logis dan sesuai fakta.
     Dari uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa berpikir kritis adalah berpikir yang menanyakan kembali fakta, ide, gagasan, atau hubungan antar ide apakah benar atau tidak. Berpikir kritis juga diartikan berpikir membangun suatu ide, konsep atau gagasan dari hasil pertanyaan-pertanyaan yang menanyakan kebenaran pikiran itu. Kemampuan berpikir kritis setiap orang berbeda-beda, akan tetapi ada indikator-indikator yang dapat dikenali untuk menentukan apakah seseorang telah memiliki kemampuan berpikir kritis.
     Bayer (Hasanudin, 2007) menentukan 12 indikator kemampuan berpikir kritis, yang meliputi:
1. Mengenal inti persoalan
2. Membandingkan persamaan dan perbedaan
3. Menentukan informasi mana yang relevan
4. Merumuskan pertanyaan yang tepat
5. Membedakan antara bukti, opini, dan pendapat yang beralasan