Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jejak Digital yang Tak Bisa Dihapus: Perspektif Ilmiah dan Fenomena Penistaan Agama

10 Oktober 2024   18:57 Diperbarui: 10 Oktober 2024   19:03 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://aptika.kominfo.go.id/2021/08/waspada-rekam-jejak-digital-kita-di-internet/

Beberapa negara memiliki undang-undang yang sangat ketat tentang penghinaan terhadap agama, sementara yang lain lebih longgar dalam melindungi kebebasan berekspresi, termasuk kritik terhadap agama.

Sebagai contoh, di Indonesia, kasus penistaan agama melalui media sosial sering kali diseret ke pengadilan, dengan individu yang terlibat diadili berdasarkan undang-undang penistaan agama atau UU ITE.

Namun, di negara-negara Barat yang mengutamakan kebebasan berekspresi, kasus serupa mungkin tidak dianggap sebagai tindak pidana.

Dalam kasus penistaan agama, jejak digital bisa menjadi bukti yang kuat dalam proses hukum. Meskipun sebuah konten dihapus, data tersebut bisa diambil kembali oleh penyidik melalui berbagai cara, seperti meminta akses kepada penyedia layanan digital.

Sebagai contoh, dalam kasus yang melibatkan platform media sosial, pihak berwenang sering kali meminta data dari penyedia platform untuk menyelidiki dan mengamankan bukti digital.

5. Sudut Pandang Etika dan Privasi

Dari perspektif etika, jejak digital menghadirkan dilema antara hak atas kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap hak-hak kelompok agama.

Kebebasan berekspresi di dunia digital sering kali disalahgunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan penistaan agama, yang pada akhirnya dapat memicu kekerasan atau diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu.

Namun, ada juga argumen yang mendukung kebebasan berekspresi di internet, dengan menyatakan bahwa sensor berlebihan terhadap konten digital, termasuk penistaan agama, dapat mengancam kebebasan individu untuk menyampaikan pandangan mereka.

Dalam kasus-kasus tertentu, apa yang dianggap sebagai penistaan agama di satu negara, mungkin tidak dianggap demikian di negara lain, terutama yang memiliki standar hukum dan budaya yang berbeda.

Sementara itu, dari sudut pandang privasi, masalah muncul ketika jejak digital seseorang digunakan sebagai alat untuk menyerang atau menghakimi individu di ruang publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun