Sebagai contoh, ketika seseorang menghapus sebuah unggahan di media sosial, unggahan tersebut mungkin masih tersimpan di server penyedia platform atau sudah disalin oleh orang lain.
Hal ini memperkuat argumen bahwa jejak digital bersifat permanen.
2. Kesulitan Menghapus Jejak Digital
Menghapus jejak digital secara total hampir mustahil dilakukan. Meskipun banyak platform menyediakan fitur "hapus" untuk menghilangkan unggahan atau informasi tertentu, pada kenyataannya data tersebut sering kali masih tersimpan dalam bentuk arsip atau backup.
Misalnya, perusahaan teknologi besar seperti Google, Facebook, dan Twitter memiliki kebijakan yang mengizinkan mereka menyimpan data pengguna dalam jangka waktu tertentu, bahkan setelah data tersebut dihapus oleh pengguna.
Ada beberapa faktor teknis yang membuat jejak digital sulit dihapus:
  Replikasi data: Begitu informasi diunggah, data tersebut bisa dengan cepat disalin dan disebarluaskan ke berbagai platform atau situs pihak ketiga. Ini berarti, bahkan jika sumber asli dihapus, salinan data tersebut masih bisa diakses di tempat lain.
  Caching: Mesin pencari seperti Google menyimpan salinan halaman web dalam bentuk cache, yang berarti meskipun situs asli dihapus, salinan dalam cache mungkin masih tersedia untuk diakses.
  Kebijakan penyimpanan data: Banyak layanan digital memiliki kebijakan penyimpanan data yang memungkinkan mereka menyimpan informasi pengguna untuk keperluan hukum atau teknis, bahkan setelah informasi tersebut dihapus secara publik.
Contoh yang sering terjadi adalah ketika seseorang menghapus cuitan di Twitter, namun cuitan tersebut sudah di-screenshot oleh orang lain dan disebarkan di platform lain. Jejak digital ini tetap ada meskipun sumber asli sudah dihapus.
3. Jejak Digital dan Penistaan Agama