"Cemilan sama kopi, barangkali anti ngantuk,"
"Engga mau, nanti ketahuan,"
"Tinggal diambil, sih. Ana udah jauh-jauh ke sini, masa engga mau nerima? Lagian engga ada yang tau," Sedikit memaksa dengan suara seraknya yang jarang sekali ku dengar.
"Wallahu 'aliimun bashiir, (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Melihat)," Ujarku dilematis.
"Oh, ya sudah. Ana balik dulu ke asrama," Ucapnya dengan nada kecewa sambil berbalik badan.
"Akhi Fahri," Sebelum langkahnya semakin jauh, aku memanggilnya dan ia menoleh.
"Kali ini saja ya, besok-besok jangan. Ana engga mau setan terus mempermainkan kita," Dengan sumringah ia kembali berjalan ke arahku dan menyerahkan plastik tersebut.
"Syukron sudah diterima," Senyumannya berhasil membuat pertahananku runtuh, ya ampun.
"Afwan, ana masuk dulu. Antum hati-hati, ya," Aku buru-buru masuk ke dalam asrama sebelum jantungku benar-benar loncat dari tempatnya.
***
Juli, 2014