Mohon tunggu...
Amelia Mentari Damayanti
Amelia Mentari Damayanti Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

لولا المرب ماعرفت ربي | Studying in UIN Walisongo Semarang | Studied in PPM Darunnajat Bumiayu | Longlast learner, part time fan-girl | Going to be someone in someday |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Garis Wajah Kecewa Lelakiku

31 Mei 2021   01:03 Diperbarui: 31 Mei 2021   01:10 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Pagi," Jawabku tersenyum dan memakaikan dasi yang akan ia pakai ke kantor hari ini.

            "Ayah, sarapannya udah siap di meja makan, ya. Bunda masih beres-beres, Ayah mau makan duluan atau ditemenin?" Sambungku.

            "Makan sendiri saja, Bun. Bunda beres-beres dulu, tidak apa-apa,"

            "Oh iya, hari ini Bunda mau ajak Rahmania main ke pantai, boleh, Yah?"

            "Iya boleh, tapi hati-hati ya. Maaf Ayah belum bisa nemenin," Ucapnya hangat sambil mengelus pipiku, aku pun tersenyum dan mengangguk.

            Setelah suamiku pergi ke kantor, aku bersiap-siap pergi dan mengajak Rahmania main ke pantai dengan ditemani Asisten Rumah Tangga ku. Setelah sampai di pantai, Rahmania langsung meminta turun dan buru-buru bermain pasir, ia berlarian kesana-kemari mengejar ombak diawasi oleh ARTku, sedangkan aku masih diparkiran untuk membereskan beberapa barang dan makanan yang akan dibawa ke tepi pantai.

            "Afifah?" Suara familiar yang tiba-tiba menyapaku dari balik punggung, spontan aku menoleh.

            "Fahri?" Ucapku kaget.

            Akhirnya, setelah hampir 7 tahun tidak bertemu dan hilang kabar. Kita dipertemukan lagi di sini dengan jalan hidup yang tak sama. Aku berusaha mengusir rasa canggung dan mengajakmu mengobrol di salah satu rumah makan dekat pantai. Sejauh obrolan ini, yang aku tahu kamu melanjutkan pendidikan ke Mesir setelah hubungan kita diusaikan secara sepihak. Tahun lalu kamu baru saja menamatkan pendidikanmu dan sekarang menjadi salah satu tenaga pendidik di pondok pesantren yang sangat besar dan terkenal elit. Ternyata, kamu belum tahu bahwa aku sudah menikah sehingga dengan gamblang mengatakan bahwa melanjutkan pendidikan ke luar negeri adalah salah satu cara untuk mengubur paksa perasaan bersama kenangan yang tak bisa kamu miliki. Namun nihil, usahamu tak berhasil. Hingga sekarang pun, perasaanmu masih tetap sama, bahkan kian dalam.

            Jika memang benar demikian, mengapa setelah sekian penolakan dari Ummi, kamu malah pergi dan menghilang begitu saja? Seolah perjuangan yang kamu janjikan adalah fatamorgana yang sulit ku raih. Aku harap-harap cemas menanti kedatanganmu kembali dengan segudang keberanian untuk membawaku ke pelaminan. Namun ternyata, nyalimu ciut. Hingga beberapa minggu setelahnya, kamu tak lagi memberi kabar dan aku sama sekali tak tahu dimana keberadaanmu saat itu. Berapa bulan setelahnya, aku dinikahkan oleh lelaki pilihan Ummi, dia adalah salah satu teman dekat kakak sulungku yang sudah kenal baik dengan keluarga. Aku yang masih dirundung kesedihan tak bisa menolak karena tidak ada dalih untuk mempertahankanmu yang seolah tertelan bumi.

            "Bundaaa," Aku dan kamu sama-sama menoleh ke sumber suara, ternyata Rahmania yang memanggil sambil mengahampiriku dan langsung bergelayut manja di pangkuan. Kamu melihatku dengan tatapan tidak mengerti, namun sekali lagi, ada raut kecewa yang jelas terbaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun