Mohon tunggu...
melkianus koparihi
melkianus koparihi Mohon Tunggu... Dosen - Hidup adalah anugrah

Nama: melkianus kopa Rihi Tempat tanggal lahir : Sumba 20-05-1991

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Pak Dalam Gereja-Gereja Calvinis

28 Mei 2019   18:36 Diperbarui: 7 Juli 2021   21:58 2096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manajemen Pak Dalam Gereja-Gereja Calvinis (unsplash/freestocks)

 MANAJEMEN PAK GEREJA-GEREJA ALIRAN CALVINIS

Pendahuluan

Setiap gereja yang berdiri, dibangun dan didasari oleh suatu pemahaman teologi yang khas yang bersumber dari sejarah gereja-gereja pendahulunya. Beberapa aliran gereja yang kita kenal di antaranya aliran Calvinis, Lutheran, Injili, dan Pentakostal-Karismatik. Doktrin (pengajaran) dari para tokoh gereja atau teolog telah mewariskan pengajaran tersebut kepada warga gereja (jemaat) dari generasi ke generasi. 

Pengajaran tersebut dilaksanakan dalam suatu cara/ strategi atau pola tertentu dalam sebuah sistem kepemimpinan dan manajemen gereja. Berikut ini akan diuraikan manajemen pendidikan agama Kristen yang ada (dijalankan) di gereja-gereja aliran Calvinis pada umumnya dengan acuan utamanya adalah pada pola pendidikan agama Kristen yang mula-mula dilakukan oleh salah seorang tokoh reformasi gereja bernama John Calvin.

Baca juga : Gereja Katolik dan Estafet Kepemimpinan

Uraian makalah ini akan difokuskan pada penjelasan akan pokok-pokok pengajaraniman Kristen yang disampaikan dari pemikiran John Calvin, khususnya yang terkait dengan pandangannya tentang gereja (ekklesiologi) dan praktik tata ibadah gereja. Selanjutnya, di bagian akhir makalah ini, kelompok mencoba untuk memproyeksikan prinsip-prinsip pendidikan agama Kristen yang disampaikan John Calvin ke dalam bentuk (format) manajemen pendidikan dengan beberapa unsur (komponen) terkaitdi dalamnya.

Pengajaran GerejaAliranCalvinis

John Calvin adalah salah seorang pengusung gerakan reformasi gereja. Ia telah meletakkan dasar-dasar teologis, filosofis, dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa.[1]Sulit ditentukan dengan pasti kapan awal kemunculan aliran Calvinis karena prosesnya yang cukup panjang dan rumit.Namun momentum "pembakuan" ajaran Calvintahun 1536 dapat dijadikan awal kemunculan aliran Calvinis karena pada tahun tersebut muncullah karya besar Calvin yang berjudul Religious Christianae Institutio, disingkat Institutio. 

Baca juga :Ibadah di Gereja: Sekedar Ritual atau Gaya Hidup

Kitab Institutio di kemudian hari menjadi ciri sekaligus pusat teologi Calvinis. Jika mengacu pada kelembagaan/organisasi, maka tahun 1559 dapat pula disebut sebagai awal kemunculan aliran Calvinis karena pada tahun tersebut diadakan sidang Sinode pertama para pengikut Calvin di Perancis. Aliran Calvinis ini pertama kali bertumbuh dan berkembang di Swiss dan Perancis, namun perkembangan pesat aliran ini justru terjadi di Belanda.

Adapun pokok-pokok ajaran Calvinis dalam buku Institutio adalah sebagai berikut:

Alkitab adalah firman Allah yang satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (Sola Scriptura).

Keselamatan diperoleh hanya karena kasih karunia Allah.

Predistinasi adalah karya pemulihan Allah atas orang-orang berdosa berdasarkan anugerah-Nya yang tidak terbatas.

Hukum Taurat memiliki 3 fungsi yakni: menyatakan kehendak Allah, menyadarkan manusia atas dosanya dan pedoman untuk manusia yang sudah dibenarkan untuk mengatur kehidupannya agar sesuai dengan kehendak Allah.

Gereja adalah persekutuan orang yang sudah diselamatkan oleh kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, sehingga pemberitaan firman Allah dan pelayanan sakramen harus dilakukan dengan benar.

Baca juga : Gereja Jago Lawang, Saksi Sejarah dan Warisan Budaya

Jabatan gereja terdiri dari: pendeta, guru, penantua dan diaken.

Sakramen baptisan kudus dilayankan dalam ibadah jemaat secara percik, baptisan sebagai simbol keikutsertaan seseorang dalam kematian dan kebangkitan Kristus.

Sakramen perjamuan kudus merupakan tanda yang ditetapkan oleh Allah untuk mengingat karya pengorbanan Kristus di kayu salib. Pada saat perjamuan kudus, roti dan anggur dilambangkan sebagai tubuh dan darah Kristus.

Puji-pujian yang dipakai di gereja Calvinis ialah nyanyian Mazmur. Mazmur dipahami sebagai nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah karena terdapat di dalam            Alkitab.

     Teologi Calvinis kadang-kadang diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme, atau disebut juga doktrin rahmat, yang merupakan respon poin demi poin terhadap lima poin dari Remonstrans Arminian. Kelima poin itu berfungsi sebagai ringkasan perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai ringkasan lengkap dari tulisan Calvin atau teologi gereja-gereja reformedpada umumnya. Kelima poin tersebut dalam bahasa Inggris dikenal dengan singkatan TULIP yang terdiri dari:

Total Depravity (Kerusakan Total)

                  Manusia benar-benar korup dan mati dalam dosa sehingga dia bahkan tidak bisa menanggapi Injil kecuali Allah berdaulat memilih dia, yang hanya terjadi jika ia adalah salah satu dari orang-orang pilihan. Tuhan tidak hanya harus mengaktifkan pendosa yang mati tapi berdaulat meregenerasi dia dan memberinya karunia iman. 

Dalam kata-kata dari Westminster Confession, total depravity didefinisikan sebagai berikut: "Manusia, dengan jatuh ke dalam keadaan dosa, telah sepenuhnya kehilangan semua kemampuan kehendak untuk setiap hal rohani yang baik menyertai keselamatan; sehingga sebagai manusia duniawi menjadi sama sekali menolak dari baik itu, dan mati di dalam dosa, tidak mampu dengan kekuatannya sendiriuntuk mengubah dirinya sendiri...".

Doktrin Calvinis Total Depravity tidak hanya berarti bahwa orang berdosa tidak memiliki kebenaran sendiri atau bahwa hatinya telah rusak melainkan juga suatu kehendak-Nya di dalam perbudakan dosa dengan demikian ia tidak dapat percaya Injil. Selanjutnya, itu berarti bahwa dia harus dilahirkan kembali sebelum ia bisa percaya. 

Arthur Pink menyatakan doktrin ini sebagai berikut: "Iman bukanlah penyebab kelahiran baru, tetapi konsekuensi dari itu. Iman adalah anugerah spiritual, buah dari alam spiritual, dan karena sebelum lahir, manusiamati secara rohani, mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa. Iman dari mereka adalah mustahil untuk orang yang sudah mati yang tidak dapat percaya apapun.[2]

                 Jatuhnya dalam dosa menyebabkan manusia mengalami kerusakan total. Kata total memiliki arti bahwa keadaan mati yang dialami manusia itu, lengkap, sepenuhnya mati secara rohani. Manusia rusak secara keseluruhan (total). Pengertiannya menjadi gelap sehingga tidak lagi mengenal Allah. Manusia tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. 

Kata rusak ini berarti kejatuhan di dalam dosa. Tidak ada yang mampu dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan jasa yang membuat Allah berkenan menyelamatkan mereka. Kata total mempunyai arti kerusakan yang sudah meluas sampai pada semua aspek dari natur manusia, sampai pada keseluruhan keberadaannya.[3]

 Unconditional Election (PemilihanTanpaSyarat )

 Tuhan tanpa syarat dan berdaulat memilih siapa yang akan diselamatkan dan pemilihan ini tidak ada hubungannya dengan apa pun yang orang berdosa lakukan, termasuk menjalankan iman Injil. Pertimbangkan kata-kata dari Westminster Confession: "Dengan keputusan Allah, untuk manifestasi dari kemuliaan-Nya, beberapa orang dan malaikat ditakdirkan kepada kehidupan abadi dan yang lain-lain ditakdirkan sebelumnya untuk kematian abadi. Jumlah mereka begitu pasti tidak dapat meningkat atau berkurang". John Calvin menyatakan doktrin pemilihan tanpa syarat sebagai dekrit Allah. Tidak semua manusia diciptakan dengan takdir yang sama. Hidup kekal ditahbiskan sebelumnya untuk beberapa orang dan hukuman kekal bagi orang lain. Allah memilih siapa yang akan seperti anak-anaknya sementara ia menolak sebagian yang lain.

  Limited Atonement (PenebusanTerbatas)

Kematian Kristus itu hanya untuk mereka di mana Allah telah berdaulat memilih. Calvin mengecam tawaran Injil universal. "Ketika muncul bahwa doktrin keselamatan ditawarkan kepada semua untuk kepentingan mujarab mereka, itu adalah prostitusi korup yang dinyatakan dan disediakan terutama untuk anak-anak gereja". Manusia memerlukan Juruselamat untuk keselamatannya. Manusia tidak dapat mendapatkan keselamatan dengan mengorbankan binatang--binatang. Satu-satunya korban yang berkenan kepada Allah adalah korban yang memenuhi tiga tuntutan yaitu: benar--benar Allah, benar--benar manusia, benar--benar tanpa dosa. Itu hanyalah ada pada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia. Kristus harus mati untuk orang-orang pilihan.

 IrresistibleGrace (Anugerah yang tidakdapatditolak)

Ketika Tuhan memanggil orang-orang pilihannya ke dalam keselamatan, mereka tidak dapat menolak. Allahmenawarkan kepada semua orang pesan Injil. Ini disebutpanggilan eksternal. Namun demikian bagi umat pilihan, Allah memperluas panggilan internal dan itutidak bisa dilawan. Panggilan ini oleh Roh Kudus yang bekerja dihati dan pikiran orang pilihan untuk membawa mereka kepada pertobatan danregenerasi dimana mereka dengan sukarela dan bebas datang kepada Tuhan.Beberapa ayat yang digunakan untuk mendukung pengajaran ini adalah Roma9:16 di mana dikatakan bahwa "itu bukan dari dia yang berkehendak atau dari dia yangberjalan, tetapi Tuhan yang memiliki belas kasihan". Yohanes 6: 28-29 mengatakan bahwa iman dinyatakan sebagai pekerjaan Allah di mana Tuhan menunjuk orang untuk percaya. Yohanes 1:12-13menyatakan bahwa hal dilahirkan kembali bukanlah karena kehendak manusia, tetapi oleh kehendak Tuhan. "Semuayang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang"(Yohanes 6:37).

Perseverance of The Saints (Ketekunan orang-orang kudus)

               Seseorang tidak bisa kehilangan keselamatannya karena Bapa telah memilih,Anak telah menebusdan Roh Kudus telah menerapkan keselamatanmereka yang diselamatkan secara kekal di dalam Kristus. Beberapa ayat untuk posisi ini adalah Yohanes 10:27-28di mana Yesus berkata bahwa domba-domba-Nya tidak akan binasa. Yohanes 6:47 keselamatan digambarkan sebagai hidup yang kekal. Roma 8:1 mengatakan bahwa tidak ada penghukuman bagi yang ada di dalam Kristus. I Korintus 10:13, Tuhan berjanji untuk tidak pernah membiarkan kita dicobai melampaui apa yang kita bisa kita tangani. Filipi 1:6 menyatakan bahwa Allah adalah setiayang menyempurnakan kita sampai hari kedatangan Yesus.

Gereja-gerejaAliranCalvinis di Indonesia

                         Sama halnya seperti aliran Lutheran, aliran Calvinis masuk pertama kali ke Indonesiabersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda/VOC ke Indonesia pada permulaan abad ke-17. Sebagian besar pegawai VOC adalah orang-orang Kristen Protestan-Calvinisdan mereka inilah yang pertama kali mendirikan Gereja yang beraliran Calvinis di Indonesia. Pada waktu selanjutnya (mulai abad ke-18), aliran gereja ini masuk dengan lebih deras lagi ke Indonesia bersamaan dengan datangnya zending-zending Protestan dari Negeri Belanda. Hasil dari pekerjaan zending-zending ini adalah berdirinya sejumlah besar gereja di Indonesia (khususnya di Indonesia bagian Timur) yang menyatakan diri beraliran Calvinis. Bila dilihat dari segi kuantitas, aliran Calvinis ini memiliki penganut terbesar di antara gereja-gereja di Indonesia. Hal ini paling tidak dapat dilihat dari jumlah gereja anggota PGI yang berjumlah 89 gereja[4], di mana sekurang-kurangnya separuh dari mereka mengaku sebagai aliran Calvinis. Beberapa di antaranya yang dapat dicatat di sini ialah: GMIM (Gereja Masehi Injili Minahasa), GPM(Gereja Protestan Maluku), GMIT(Gereja Masehi Injili di Timur), GPIB(Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat), GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), GKI (Gereja Kristen indonesia), GKP (Gereja Kristen Pasundan), GKJ (Gereja Kristen Jawa), GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan), GKPB(Gereja Kristen Prostestan di Bali), GKS (Gereja Kristen Sumba), GMIST( Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud), GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah), GTM (Gereja Toraja Mamasa), GKSS (Gereja Kristen di Sulawesi Selatan), GEPSULTRA (Gereja Kristen di Sulawesi Tenggara), dan GMIH(Gereja Masehi Injili Halmahera). 

Struktur Organisasi/ Kepemimpinan dan Praktik Ibadah Gereja Aliran 

Calvinis 

a. Organisasi dan Kepemimpinan

 Pada jaman Perjanjian Baru, jemaat-jemaat yang berada di Palestina maupun yang berada di luar Palestina dipimpin oleh rasul-rasul. Ketika rasul-rasul tidak ada lagi bersama mereka, jemaat-jemaat tersebut tidak lagi memiliki pemimpin. Dalam kondisi demikian mereka harus menghadapi berbagai macam persoalan di antaranya adalah mereka hidup di tengah masyarakat kafir yang sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan sampai bagian-bagian terkecil. Sementara itu, yang ada pada waktu itu adalah penilik jemaat (episkopos).[5]Realita demikian membawa pada sebuah kebutuhan adanya pemimpin di tengah jemaat yang dapat menjalankan fungsi demi perkembangan jemaat. Mulai dari sini kepemimpinan jemaat mulai tumbuh dan terus berkembang. 

Menurut Millard J. Erikson[6], di sepanjang perjalanannyagereja telah dipengaruhi oleh banyak sistem dan bentuk pemerintahan. Kepemimpinan gereja sepanjang jaman adalah bentuk kepemimpinanepiskopal, presbiterian, congregational, dannon pemerintahan/ kepemimpinan. Episkopal berasal dari kata Yunani episkopos yang berarti penilik. Kata ini juga diterjemahkan menjadi bishop.Pada sistem     pemerintahan            gereja   episkopal, otoritasdan kewenangan terletak pada bishop.  

Istilah presbiterial berasal dari kata Yunani presbuteros yang berarti penatua. Dalam pemerintahan gereja sistem presbiterian kewenangan tertinggi terletak pada para presbiter (penatua) dari sebuah gereja. Sistem kongregasional dapat disebut juga sebagai sistem independen karena sistem ini menegaskan bahwa setiap gereja lokal adalah suatu badan lengkap yang tidak tergantung dengan badan lain, bahkan tidak memiliki hubungan pemerintahan dengan gereja yang lain. Pada sistem ini, kekuasaan gereja sepenuhnya berada pada anggota jemaatyang memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya sendiri secara independen dan penuh. Otoritas pemerintahan gereja tidak terletak pada individu maupun perwakilan individu, melainkan seluruh jemaat lokal. Dua hal yang sangat ditekankan oleh sistem pemerintahan gereja ini adalah otonomi dan demokrasi. Para pelayan gereja (pejabat gereja) adalah jabatan fungsional untuk melayani Firman, mengajar dan melaksanakan urusan gereja semata-mata. 

Ada jemaat Kristen yang mengatakan bahwa bentuk terbaik bagi model kepemimpinan gereja adalah tanpa pemerintahan. Kelompok yang paling kuat dan tegas menekankan ini adalah jemaat dalam aliran Plymouth Brethern. Menurut mereka kepemimpinan dalam jemaat merupakan buah refleksi batin manusia dari karunia Roh Kudus. Mereka menolak konsep gereja kelihatan karena gereja yang eksis di tengah dunia ini adalah gereja tidak kelihatan yang dibentuk oleh semua orang percaya. Tidak ada pejabat khusus dalam gereja. Roh Kudus adalah yang mengatur gereja. 

Selain empat sistem pemerintahan tersebut di atas, terdapat juga sistem pemerintahan gereja papal dan sinodal. Sistem pemerintahan papal, kepemimpinan berada pada Paus. Sistem ini dipakai dalam Gereja Roma Katolik. Kata papal berasal dari kata latin "papa" diartikan sebagai Bapa. Paus dianggap sebagai Bapa yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam gereja. Sedangkan sistem sinodal adalah sistem di mana gereja dipimpin oleh persidangan para pejabat gerejawi yang disebut sinode. Persidangan ini merupakan instansi tertinggi yang keputusannya harus dilaksanakan oleh jemaat- jemaat yang tergabung dalam sinode tersebut. Sistem pemerintahan gereja Presbiterial Sinodal dikenal sebagai sistem pemerintahan yang diciptakan Calvin meskipun sebelum Calvin, telah ada beberapa tokoh yang menggunakan sistem pemerintahan gereja Presbiterian Sinodal.[7]Sistem Pemerintahan gereja Presbiterian Sinodal ini ditetapkan pada sidang Sinode di Paris pada tahun 1559 (lihat gambar di bawah). 

Gbr. 1 Model Presbyterian

Dalam Institutio, Calvin menguraikan tentang sistem pemerintahan negara yang dibedakan menjadi tiga, yakni monarkhi, aristokrasi, dan demokrasi. Sistem pemerintahan monarkhi dapat mengakibatkan menjadi kepemimpinan yang mengarah kepada kelaliman. Demikian juga sistem demokrasi dapat merosot menjadi kekacauan. Calvin mengidealkan sistem pemerintahan adalah aristokrasi. Meskipun sistem pemerintahan ini dapat merosot dalam persengkongkolan beberapa orang, Calvin memahami bahwa pemerintahan lebih dari satu orang yang mengendalikan akan lebih aman dibanding satu orang atau semua orang. Masing-masing sistem pemerintahan memiliki kekurangan, namun kekurangan yang minimal itu yang kemudian mewarnai pikiran Calvin dalam menetapkan sistem pemerintahan apa yang menjadi dasar meletakkan tata gerejanya. 

Sebelum Calvin diusir dari Jenewa, ia bersama dengan Farel telah membuat tata Gereja singkat yang berisi pasal-pasal mengenai organisasi gereja dan kebaktian. Sekembalinya dari Strasburg ia mendapatkan banyak gagasan baru dari Bucer dan pengalaman pelayanan di jemaat Perancis yang tinggal di Strasburg. Gagasan baru dan pengalaman pelayanan yang ia dapatkan mewarnai pemikiran dan konsepnya dalam memperbaiki organisasi Gereja. Bucer beranggapan bahwa tiap-tiap anggota jemaat menerima kharisma dari Tuhan dan bahwa kharisma itu harus digunakan untuk pembangunan jemaat. Calvin kurang melihat hal ini sehingga dalam praktik hampir-hampir tidak nampak keanekaragaman pelayanan jemaat.[8] 

Perkembangan pemikiran Calvin juga dipengaruhi oleh politik dan keadaan masyarakat pada saat itu. Ia mengakui bahwa yang ia sebut dengan Majelis Jemaat adalah analog dengan Dewan Kota dan karena itu ia kadang-kadang menyebutnya sebagai sebuah senat yang terdiri dari orang-orang saleh, sungguh-sungguh, dan suci, yang diberi kuasa untuk membetulkan kejahatan.[9]Pengaruh praktek politik dan masyarakat pada waktu itu begitu besar sehingga sifat diakonal dari jabatan gerejawi jauh terdesak ke belakang. Calvin mengetahui bahwa dalam gereja, jabatan adalah pelayanan tetapi seringkali ia menyebut dengan kata-kata yang mengandung unsur kehormatan dan dignitas. Itulah sebabnya ia menggolongkan jabatan gerejawi dalam rupa-rupa tingkat: rasul-rasul, pemberita-pemberita Injil, penatua, dan diaken. Tingkatan-tingkatan ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hirarki Gereja Katolik Roma. 

Jabatan gerejawi bersifat fungsional untuk mengatur kehidupan gerejawi sebaik mungkin berdasarkan kebenaran Firman. Dalam menetapkan jabatan, Calvin mendasarkan pada surat Efesus dan Roma. Calvin menyimpulkan bahwa terdapat empat jabatan yang ditetapkan oleh Kristus sendiri, yakni: (1) Pendeta yang melayani Firman, Sakramen dan bersama penatua mengawasi kehidupan Jemaat dan menegur bila perlu (2) Pengajaryang bertugas menafsirkan Alkitab sehingga ajaran yang benar dapat dipelihara di tengah Jemaat (3) Penatua yang bertugas memimpin dan memberlakukan disiplin gereja (4) Diaken. 

Munculnya jabatan penatua merupakan suatu hal yang penting dalam sejarah Calvin karena memasukkan unsur "awam" dalam pemerintahan gereja. Para penatua di Jenewa diangkat berdasarkan penunjukan dewan kota. Hal ini hendak mengatakan bahwa penatua di Jenewa adalah wakil pemerintah sehingga terciptalah suatu kerjasama antara pemerintah dan gereja dalam hal kesejahteraan penduduk kota. Calvin melibatkan kaum awam oleh karena sebuah pemahaman bahwa di dalam gereja tidak ada imamat khusus, semua anggota gereja merupakan imamat am. 

Pada abad pertengahan, Gereja dilihat sebagai lembaga di mana para pejabat atau kaum klerus membagi keselamatan kepada kaum awam. Sinonim dari gereja adalah hirarki. Pada satu sisi Calvin menolak hirarki gereja, tetapi pada sisi lain Calvin merasa keberatan untuk menerapkan ajaran mengenai imamat am orang-orang percaya dengan segala konsekuensi. Itulah sebabnya gereja dalam banyak segi disebut gereja pendeta. Walaupun Calvin tidak memakai istilah klerus -sebutan dalam gereja abad pertengahan- namun pada prakteknya ia membagi antara pejabatdan rakyat, dengan para pejabat sebagai kelompok istimewa tertutup yang menentukan sendiri siapa yang layak menjadi anggota gereja dan mengadakan pengawasan sendiri. Meski model pemerintahan gerejawi pemahaman Calvin berbeda dengan model pemerintahan Gereja Roma Katolik, namun Calvin tidak dapat menghindar dari struktur dan jabatan yang ada dalam kehidupan gereja.

 Dalam Tata Gerejanya, Calvin juga mengatur tentang perkumpulan para pendeta dan penatua. Para pendeta membentuk kumpulan sendiri yang disebut dengan  kumpulan yang terhormat dari para pendeta, yang bertemu sekali dalam seminggu antara lain untuk menguji calon pendeta, menelaah Alkitab, dan mendalami ajaran gereja serta memeriksa penegakan disiplin di kalangan pendeta. Kumpulan pendeta dan penatua disebut consistorium atau majelis gereja yang berkumpul sekali dalam seminggu. 

Dalam peraturan tersebut, Calvin tidak mengikutkan syamas atau diaken di dalam majelis jemaat karena tugas majelis jemaat adalah terutama untuk mengawasi kelakuan anggota jemaat atau menegakkan disiplin gereja yang bukan urusan diaken. Penegakan disiplin warga jemaat  adalah kuasa  gereja yang dalam hal ini akan dilakukan oleh Majelis. Adapun tujuan disiplin yang hendak dicapai oleh gereja adalah pertama, supaya warga jemaat yang menempuh hidup memalukan dan keji, jangan sampai digolongkan orang Kristen, karena akan menyebabkan penghinaan terhadap nama Allah. Kedua, supaya orang-orang baik tidak dirusak karena terus menerus bergaul dengan orang-orang yang jahat. Ketiga, supaya orang yang jahat kemudian malu dan mulai menyesali kejahatan mereka. Pelaksanaan disiplin harus disertai dengan sikap lemah lembut sehingga orang yang berdosa akan menyatakan kepada gereja bahwa ia bertobat dan dengan pernyataan itu ia menghapuskan pelanggaran sejauh mungkin baginya.

 Tingkatan tindakan dalam melaksanakan tindakan disiplin dibedakan oleh Calvin menjadi tiga: teguran dari majelis jemaat, larangan mengikuti perjamuan kudus, dan pengucilan dari jemaat yang dilakukan di depan seluruh jemaat dalam kebaktian umum. Dalam hal-hal tertentu, terkait dosa yang tersembunyi atau belum diketahui oleh umum, Calvin dapat menerima pengakuan dosa yang dilaksanakan secara pribadi di hadapan pendeta. Namun jika dosa yang dilakukan telah diketahui secara umum maka pengakuan dosa harus dilaksanakan di depan umum supaya tidak dicontoh oleh orang lain. 

Jenewa sebagai kota dengan beberapa gereja reformasi berada dalam kendali langsung pemerintah kota dan pengawasan Calvin sebab Calvin tinggal di kota tersebut. Dengan demikian, pengawasan terhadap gereja-gereja di Jenewa dilakukan secara intensif baik oleh pemerintah kota maupun pemerintah gereja. Gereja-gereja di Jenewa berada dalam pemerintahan yang lebih besar yang dilaksanakan oleh pemerintah kota. Sebagai wujud konkritnya adalah adanya visitasi. Pada gereja-gereja reformasi di Jenewa tidak dikenal istilah klasis dan sinode. Hal ini disebabkan jarak yang sangat dekat antara satu terhadap lainnya. Selain itu, pemerintah kota mampu manjangkau masing-masing gereja sehingga tidak diperlukan tingkatan pemerintah yang lebih tinggi, baik itu klasis maupun sinode. 

b. Tata Ibadah 

Alkitab memiliki otoritas tertinggi dan menjadi satu-satunya sumber pengajaran gereja yang benar. Calvin menolak pemahaman dan penghargaan Gereja Katolik Roma mengenai tradisi sebagai sumber keyakinan dan ajaran yang setara dengan Alkitab.[10]Hanya Alkitab, tidak ada sumber lain yang dapat dipakai sebagai patokan dalam kehidupan dan kelembagaan gereja. Lembaga dan aturan yang bersumber dari gereja atau masyarakat dituntut berakar pada Alkitab.[11]Kewibawaan Alkitab didasarkan pada fakta bahwa para penulis Alkitab adalah "sekretaris Roh Kudus". Hal ini mengandung arti bahwa kewibawaan Alkitab itu mutlak sehingga semua kewenangan baik Paus, dewan, dan teolog berada di bawah Alkitab. Alkitab harus dipandang sebagai yang lebih tinggi daripada semua yang ada di dunia ini. 

Kewibawaan di dalam gereja tidak berasal dari status pengemban jabatan melainkan dari Firman Allah yang dilayankan oleh pengemban jabatan tersebut.[12]Bagi Calvin,  Firman Allah merupakandasar pertama bagi gereja yang memberikan penekanan khusus terkait aspek pedagogis Alkitab sebagaimanatercermindalam Institutio.   Menurutnya, yang harus  dicaridalam Alkitab adalah pengetahuan tentangAllah   yang didapat dalam Yesus Kristus. Dalam rangka penemuan dan pencarian tentang Allah, Alkitab tidak cukup hanya dibaca dan dipahami secara harafiah, melainkan harus diselidiki sedalam-dalamnya sambil mengingat bahwa penelitian itu harus berpusat pada Kristus sebagai pusat Alkitab.[13] 

Tentang Ibadah, Calvin memahami bahwa ibadah merupakan ungkapan iman gereja. Ibadah berpusat pada pemberitaan Firman dan perayaan Perjamuan Kudus. Ruangan ibadah harus dibersihkan dari segala sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Benda-benda yang dianggap penting dan suci oleh gereja abad pertengahan harus dibersihkan dari gereja. Oleh karena pusat sentral ibadah adalah pelayanan Firman, maka kotbah yang disampaikan adalah uraian isi Alkitab dan penjelasan pokok-pokok pemahaman iman atau ajaran gereja tentang kebenaran yang dianut gereja. Sejalan dengan hal tersebut, nyanyian yang digunakan dalam ibadah adalah Mazmur. Bagi Calvin, mazmur adalah nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah mengingat Mazmur terdapat dalam Alkitab, dengan demikian merupakan ciptaan Roh Kudus.[14] Sakramen(sacramentum dalam bahasa Latin) berarti sesuatu yang dikuduskandan dipakai untuk merujuk serangkaian     ritusgereja atau perbuatan klerikal yang dianggap mempunyai kualitasspiritual yang            khusus,misalnya untuk menyalurkan anugerah Allah.

 DunsScotus mendefinisikan sakramen sebagai tanda yang bersifat fisik, yang ditetapkan Allah secara ajaib untuk menandakan anugerah Allah atau perbuatan anugerah Allah. Alister McGraft menyimpulkan bahwa ide dasar sakramen ialah tanda yang kelihatan dari anugerah yang tidak kelihatan yang berlaku sebagai saluran-salurananugerah. Sejak Konsili Lateran pada tahun 1251, Gereja Katolik Roma menempatkan tujuh sakramen yaitu: (1) Ekaristi (Perjamuan Kudus), (2) Baptisan, (3) Konfirmasi, (4) Pengakuan dosa, (5) Urapan orang sakit, (6) Pernikahan, dan(7) Pentahbisan imam. Para reformator mengkritik Gereja Katolik Roma tentang jumlah, hakikat dan fungsi sakramen-sakramen serta mengurangi jumlah sakramen yang otentik dari tujuh menjadi dua, yakni baptisan dan ekaristi (Perjamuan Kudus).[15]Menurut para reformator sakramen harus didasarkan atas "janji dan perintah Tuhan". Hanya ada dua yang mengandung janji dan perintah Tuhan yakni baptisan dan ekaristi (Perjamuan Kudus). Meskipun para reformator sepakat untuk mengkritik tentang sakramen yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma dan sepakat hanya dua sakramen, namun diantara para reformator terdapat perbedaan pandangan yang sulit untuk disatukan.

 Calvin dalam merumuskan ajaran tentang sakramen, dipengaruhi pemikiran Gereja Katolik Roma, pemikiran Luther, dan Zwingli.Calvin menempatkan diri untuk mengambil jalan tengah diantara perbedaan pendapat Luther dan Zwingli. Sakramen dijelaskan Calvin sebagai tanda lahiriah mengenai janji dan kerelaan Allah yang dimeteraikan dalam batin kita supaya iman yang lemah diteguhkan dan supaya kita menyatakan kasih dan kesetiaan kepada-Nya, di hadapan-Nya sendiri, malaikat-malaikat-Nya, maupun di hadapan manusia. Baptisan adalah tanda bahwa kita diterima sebagai anggota persekutuan gereja, supaya setelah ditanamkan di dalam Kristus, kita terhisab sebagai anak-anak Allah. Baptisan bertujuan membantu iman kita dalam berhubungan dengan Allah dan selanjutnya juga membantu pengakuan iman kita dalam hubungan dengan sesama.

 Pandangan  Calvin tentang baptisan   merupakanpenggabunganpandangan Luther dan Zwingli. Calvin setuju bahwa baptisan adalah tanda inisiasi yang memungkinkan seseorang yang dibaptis diterima sebagai anggota persekutuan gereja dengan tujuan mendemonstrasikan kesetiaan orang percaya kepada gereja. Pada sisi lain dalam hal baptisan, Calvin juga menekankan bahwa baptisan adalah tanda penghapusan dosa dan kehidupan baru bagi orang percaya dalam Kristus.[16]Melalui pemahaman tersebut Calvin hendak menekankanpertama, bahwa baptisan berhubungan dengan keanggotaan gereja. Kedua, baptisan adalah tanda dan meterai pengampunan dosa yang diberikan Kristus. Pemahaman baptisan yang dikaitkan dengan keanggotaan gereja mengandung konsekuensi bahwa baptisan harus terjadi dalam kebaktian jemaat. 

 Dasar pembelaan Calvin mengenai baptisan anak adalah tradisi sunat yang sudah ada sejak Perjanjian Lama. Sesudah kedatangan Kristus, sunat digantikan dengan baptis. Adanya kesejajaran antara sunat dan baptis membuat kesimpulan bahwa sebagaimana sunat, baptis harus juga dilayankan kepada bayi. Calvin menggunakan dasar Markus 10:13-16 dan paralelnya, sebagai bukti bahwa kasih karunia Allah meluas sampai kepada anak-anak juga.[17]

Calvin mengakui bahwa pada Perjanjian Baru tidak dituliskan secara langsung tentang baptis anak, namun demikian dasar tersebut dianggap telah menjelaskan tentang baptis anak yang diberikan kepada anak karena mereka membutuhkan pendidikan iman sejak awal sehingga seawal mungkin anak dimasukkan ke dalam persekutuan gereja. Mengenai cara membaptis, Calvin tidak membuat ketentuan baku. Gereja diberikan kebebasan sesuai kebhinekaan daerah, apakah akan diselam atau dipercik. Calvin memandang cara pembaptisan sebagai teknis pelaksanaan yang harus dilayankan pejabat gereja.

 Calvin berpendapat bahwa Perjamuan Kudus terdiri dari: (1) tanda-tanda jasmani yang menggambarkan perkara-perkara yang tidak kelihatan di depan mata kita sesuai dengan daya paham akal kita yang lemah, (2) kebenaran rohani yang digambarkan/ diberikan oleh lambang-lambang itu. Untuk menjelaskan tentang kebenaran, Calvin mengemukakan tiga hal: (1) makna (2) zat yang berhubungan dengannya (3) kekuatan akibat yang dihasilkan oleh keduanya. Makna terletak pada janji-janji yang terselubung dalam tanda-tanda itu. Zat menunjuk pada kematian dan kebangkitan Kristus. Akibat adalah penebusan, kebenaran, pengudusan dan kehidupan kekal dan semua kebaikan lainnya yang dianugerahkan Kristus kepada kita.

 Dalam sakramen Perjamuan Kudus, roti dan anggur merupakan lambang tubuh dan darah Kristus yang diberikan kepada umat yang didalamnya memenuhi seluruh ketaatan agar umat memperoleh kebenaran. Dengan demikian, umat bersatu dengan Kristus menjadi satu tubuh dan juga supaya memperoleh bagian dalam substansi-Nya dan merasakan kekuatan-Nya dalam persekutuan dengan harta-Nya.Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus benar-benar nyata. Kehadiran tubuh Kristus dalam roti dan anggur sebagaimana pandangan Zwingli ditolak Calvin. Calvin menjelaskan bahwa kehadiran Kristus adalah kehadiran-Nya dalam Roh Kudus sehingga Perjamuan Kudus tidak akan mempunyai arti apa-apa jika tidak dikaitkan dengan iman. Pemahaman Calvin mengenai Perjamuan Kudus berdampak pada pemahamannya tentang kehadiran Kristus yang tidak hanya dalam sakramen tetapi juga dalam dunia nyata, dalam segala segi dan bidang kehidupan manusia.

 Bagi Calvin, cara merayakan Perjamuan Kudus dalam hal teknis diserahkan kepada kebijakan gereja. Dalam bukunya dikatakan bahwa upacara lahiriah perayaan Perjamuan Kudus tidaklah menjadi soal, apakah orang percaya menerima roti dengan tangan atau tidak, apakah mereka membaginya antara mereka atau masing-masing orang makan apa yang diberikan kepadanya, apakah cawan mereka kembalikan kepada diaken atau mereka meneruskan kepada orang yang di sampingnya, apakah roti itu beragi atau tidak, apakah yang digunakan anggur merah atau putih, kesemuanya tidak begitu penting dan diserahkan kepada kebijaksanaan gereja. Tentang frekuensi perayaan Perjamuan Kudus menurut Calvin seharusnya dirayakan sesering mungkin, tetapi untuk sementara waktu di Jenewa dirayakan empat kali setahun, yaitu pada hari raya Natal, Paskah, Pentakosta, dan hari Minggu pertama bulan September. Jumlah ini hanya ditetapkan untuk sementara waktu dan hasil kompromi dengan pemerintahan kota.[18]

             Dalam sakramen terdapat dua unsur makna yakni meterai dari Allah dan ungkapan manusia. Sebagai meterai, sakramen merupakan penegasan akan adanya janji-janji Allah. Janji-janji itu terdapat dalam Firman-Nya. Melalui pernyataan tersebut terlihat adanya hubungan yang erat antara Firman dan Sakramen. Jadi, sakramen akan bernilai sejauh berhubungan dengan Firman. Menurut Calvin, hanya ada dua sakramen dalam kehidupan Kristen, yakni Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan Kudus. Keduanya dirayakan Gereja sejak jaman Perjanjian Baru sampai akhir dunia. Sakramen Baptis bagaikan pintu masuk Gereja dan pengakuan percaya yang pertama, sedangkan Sakramen Perjamuan Kudus menjadi sebagai makanan rohani yang tak habis-habisnya yang diberikan Kristus kepada keluarga besar orang percaya yang merupakan milik-Nya. Sebagaimana Allahadalah esa, iman yang satu, Kristus yang satu, dan gereja yang satu yang adalah tubuh-Nya, demikian pula hanya ada satu kali baptisan yang tidak perlu diulang, tetapi roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus dibagikan berulang kali supaya orang yang telah diterima kedalam Gereja mengerti bahwa mereka senantiasa diberi makan oleh Kristus.

Unsur-unsur Manajemen PAK dalam Gereja-gereja Aliran Calvinis

Berikut ini adalah proyeksi pengajaran/ pendidikan agama Kristen Calvinisme ke dalam bentuk (format) manajemen pendidikan dengan beberapa unsur (komponen) terkait di dalamnya.

Visi: Umatyang hidup dalam kedisiplinan dan kedewasaan iman di dalam pengajaran akan Firman Allah.

Misi:

Mengajarkan umat untuk mencintai akan pembelajaran Firman Allah.

Mengajarkan umat dasar-dasar pengajaran Firman Allah yang menjadi fondasi semua aspek kehidupan umat.

Mengajarkan dan mendidik umat untuk menjadimisioner menjalankan Amanat Agung Kristus ke lingkungan di luar gereja, yakni masyarakat sekitar, bangsa, negara dan dunia.

Tujuan:

Umat mengakui dan menerima Alkitab sebagai Firman Alah yang berotoritas dalam segala bidang kehidupan termasuk dalam kehidupan bergereja dan kehidupan sehari-hari umat percaya.

Umat berkomitmen untuk memberikan waktunya secara teratur untuk mempelajari Firman Tuhan, baik waktu-waktu pribadi maupun dalam suatu perkumpulan/ persekutuan.

Umat berkomitmen untuk menjalankan praktik bergereja dan praktik kehidupan sehari-hari sesuai ajaran Firman Allah dan aturan/ tata gereja.

Sasaran:

Gereja mengadakan program Penelaahan Alkitabbagi umatnya secara teratur (setiap minggu).

Gereja menjalankan program-program pembinaan iman yang kontekstual dan relevan dengan masalah hidup sehari-hari yang dihadapi umat.

Gereja mengadakan/ memfasilitasi kegiatan/ program diakonia yang melibatkan seluruh umatnya secara aktif.

Strategi Pencapaian:

Melibatkan secara optimal peran dan partisipasi umatdan pejabat-pejabat gereja (Pendeta, Guru, Penatua dan Diaken).

Bekerja sama dengan instansi pemerintah daerah setempat.

Sistem Mutu:

Pengawasan mutu kehidupan spiritual umat dipimpinoleh Majelis Jemaat (Pendeta dan Penatua). Standar (tolok ukur) mutu dalam penyelenggaraan PAK adalah Alkitab, Institutio (katekismus), buku-buku pengajaran yang diakui gereja, Tata Gereja/ Tata Laksana, dan dokumen-dokumen terkait hasilpersidangan-persidangan Jemaat/ Klasis/ Sinodal.

 Pengorganisasian:

 Menggunakan sistem presbiterian sinodal di mana penatua dalam Majelis Jemaat mengawasi dan bertanggung jawab penuh atas proses pelaksanaan program/ kegiatan-kegiatan pembinaan bagi warga gereja.

 Guru:

 Calvin mencatat adanya lima jabatan dalam pemerintahan gereja (berdasarkan Ef. 4:11), yaitu rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar. [19]Jabatan gembala dan pengajar harus selalu ada di dalam Gereja. Seorang pengajar tidak memegang pimpinan dalam hal disiplin Gereja ataupun pelayanan sakramen, melainkan hanya hal menafsir Alkitab. Sementara jabatan gembala mencakup semua itu. [20]

 Guru (pengajar) dalam gereja seyogyanya adalah orang-orang khusus yang memiliki latar belakang pendidikan formal di bidang pendidikan agama Kristen. Tugas/ fungsi ini seharusnya tidak dirangkap oleh tugas/ fungsi pendeta (gembala). Pada praktiknya, fungsi pengajar dapat juga dijalankan oleh kaum awam yang sudah mengikuti pembinaan/ katekisasi/ pendidikan/ kursus khusus di bidang penatalayanan dan diangkat/ diteguhkan oleh gereja di hadapan umat.

 Murid:

 Yang termasuk ke dalam kelompok murid di sini adalah umat (jemaat dan simpatisan)dalam kategori usia anak, remaja, pemuda, dewasa sampai lansia (lanjut usia).

 Kurikulum:

 Kurikulum disusun dan dikembangkan dengan berakar pada Alkitab dan pengajaran di dalam Institutio.  Majelis Jemaat dapat mengembangkan dan memfasilitasi pengadaan buku-buku/ modul/ materi pembinaan sesuai kebutuhan jemaat lokal dengan memperhatikan ajaran gereja dan panduan umum seperti Tata Gereja/ Tata Laksana yang berlaku.

 Sarana dan Prasarana:

Semua harta yang diberikan kepada manusia dengan kemurahan Tuhan adalah titipan Tuhan untuk digunakan dan nantinya harus dipertanggungjawabkan.[21]

Sarana dan prasarana adalah segala sesuatu/ materi seperti uang dan benda-benda fisik yang adalah milik umat (dicatatkan dalam daftar inventaris gereja) dan digunakan untuk kepentingan bersama umat (jemaat lokal) maupun lingkungan sekitar yang lebih luas.

Pendanaan:

            Sumber dana untuk menyelenggarakan program/ kegiatan-kegiatan di dalam jemaat adalah dari anggota jemaat maupun simpatisan yang dipersembahkan umat ke Gereja melalui persembahan di saat kebaktian berlangsung maupun di luar kebaktian. Majelis Jemaat bertanggung jawab atas pengelolaan uang tersebut dan wajib melaporkan pengelolaan uang tersebut kepada umat sesuai dengan aturan.

Penutup

Secara umum, manajemen PAK di gereja-gereja aliran Calvinis memiliki fondasi pengajaran yang cukup jelas berdasarkan pengajaran yang disusun oleh John Calvin di dalam bukunya, Institutio. Calvin juga telah mendasarkan sistem manajemen kepemimpinan pemerintahan gereja dengan model presbiterian sinodal. Kekhususan sistem manajemen pendidikan agama Kristen (PAK) gereja-gereja aliran Calvinis ini nyata di dalam keteraturan (sistematika) pengajaran-pengajaran dasar (doktrin) dan penyelenggaraan praktik-praktik ibadah (kebaktian) yang tertata dalam aturan-aturan tertulis (Tata Gereja/ Tata Laksana).Selain gembala (pendeta), peranan guru (pengajar) menjadi sentral dan sangat penting bagi pembinaan pertumbuhan spiritual umat. Selain itu, kepemimpinan kolektif di dalam kemajelisan gereja (Majelis Jemaat), memberikan peluang untuk meningkatkan keterlibatan jemaatsebesar-besarnya,yang dicapai melalui suatu sistem/ prosedur pemilihan para penatua (yang memenuhi kualifikasi), sebagai perwakilan dari jemaat.

Berdasarkan pembahasan di atas, kami menyimpulkan bahwa sistem manajemen PAK pada gereja-gereja aliran Calvinis, memberikan peluang yang besar bagi keberhasilan (efektivitas) penyelenggaraan PAK. Namun demikian, analisis dan kajian lebih lanjut tetap perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan primer dari gereja lokal, mengenali karakteristik gereja lokal dan budaya masyarakat setempatserta untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam mencapai tujuan. Dengan demikian penyelenggaraan PAK di suatu gereja diharapkan akan berjalan dengan efektif dan efisiensesuai dengan tujuan yang direncanakan. 

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L., Ch., Garis-garis BesarHukumGereja, Jakarta: BPK GunungMulia, 1994.

____________, Johanes Calvin: Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gerejawi,

Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997.

Alister E. MacGrath, Alister E., SejarahPemikiranReformasi, Jakarta: BPK GunungMulia,

1999.

Aritonang, Jan, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Mulia, 1995.

Calvin, Yohanes,Institutio: Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK GunungMulia,

2003

____________, ______________, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2013.

De Jonge, Christian, ApaituCalvinisme,Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1998.

Erickson, Millard J., ChistianTheology, Michigan: Baker Book, 2001.

Ryrie, Charles C. ,Total Depravity, GrandRaphids: Guardians, 1972.

Suhelmi, Ahmad,PemikiranPolitik Barat, Jakarta: PT GramediaPustakaUtama, 2007.

https://pgi.or.id/gereja-anggota-pgi

http://www.evidenceunseen.com/theology/ecclesiology/church-polity/

https://dedewijaya.files.wordpress.com/2017/10/memahami-segalanya-tentang-

calvinisme.pdf

[1]Ahmad Suhelmi, PemikiranPolitik Barat (Jakarta:  GramediaPustakaUtama, 2007), 156.

 [2] https://dedewijaya.files.wordpress.com/2017/10/memahami-segalanya-tentang-calvinisme.pdf

 [3]Charles C. Ryrie, Total Depravity (Grand Raphids: Guardians, 1972), 9-13.

[4]https://pgi.or.id/gereja-anggota-pgi, diakses 22 November jam 15.11

[5]J.LCh. Abineno, Garis-garisbesarHukumGereja(Jakarata: BPK GunungMulia, 1994), 50.

 [6] Millard J. Erickson, ChistianTheology (Michigan: Baker Book, 2001), 1079.

 [7]J.L. Ch. Abineno, Johanes Calvin: Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gerejawi (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997), 36.

 [8] J.L Ch. Abineno, Johanes Calvin: Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gerejawi(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997), 30.

 [9]Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK GunungMulia, 2003), 245.

[10]Jan Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Mulia, 1995), 65.

   [11]Alister E. MacGrath, SejarahPemikiranReformasi(Jakarta: BPK GunungMlia, 1999), 182.

   [12]Ibid.,18.

   [13]Ibid., 64.

   [14] Ibid.,76-77.

   [15]Aliaster E. McGrath, SejarahPemikiranReformasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1999), 206.

[16]Ibid., 238. 

 [17] Christian De Jonge, ApaituCalvinisme(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1998), 197.

   [18] Ibid.,230.

   [19]Yohanes Calvin, Institutio (Jakarta:BPK Gunung Mulia), 2013, 241.

   [20]Ibid., 243. 

   [21] Ibid., 161.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun