"Yuna, besok daftar ulang kan ya?" Tanya Bunda membuka suara.
"Iya." Jawabku malas.
      Aku benar-benar malas jika ditanya tentang sekolahan sekarang. Hatiku masih tidak bisa menerima aku ditolak di sekolah sebelumnya.
"Hei, kenapa?" Bunda lagi-lagi membuyarkan lamunanku.
"Bun, nggak bisa apa aku sekolah di SMPN 1 Cikalongwetan itu?" Tanyaku kepada Bunda yang dibalas gelengan kepala olehnya.
"Nggak bisa sayang, udah ya? Gapapa kok masuk swasta."
"Tapi Bun, temen aku ada loh yang masuk SMP favorit yang ada di Padalarang itu. Padahal nilaiku lebih tinggi darinya." Jelasku pada Bunda agar Bunda bisa berubah pikiran.
      Bukannya menanggapiku Bunda malah beranjak dari duduknya dengan wajah yang masam. Melihat peubahan ekspresi Bunda aku merasa bersalah. Aku berniat meminta maaf kepadanya.
"Bun-" Belum selesai menyelesaikan kalimat yang akan aku ucapkan, Bunda lebih dulu memotong perkataanku.
"Nih dengerin ya! Kamu ngaji kan? Kamu belajarkan nyuap itu dosa? Lewat jalur belakang itu dosa? Temanmu bisa saja melakukan itu. Tapi Bunda tidak mau. Bunda mengajarkan anak Bunda untuk jujur. Tidak apa-apa anak Bunda masuk swasta asal tetap belajar, asal tetap bisa sekolah. Atau kamu mau tahun depan aja sekolahnya? Bareng sama Yeri? Kalau mau seperti itu, Bunda besok tidak harus pergi ke sekolah barumu untuk daftar ulang. Biar saja kamu sekolah tahun depan." Ucap Bunda meluapkan emosinya yang sudah ditahan sejak tadi.
      Akupun kesal mendengar jawaban Bunda seperti itu. Aku langsung memasuki kamar dan membanting pintu lalu duduk termenung di atas kasur seraya memikirkan ucapan Bunda.