Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Hampa itu Pergi

12 Desember 2022   09:55 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Uriel Mont/pexels.com

"Dan, istirahat dulu sana. Pasti kamu capek sejam perjalanan ke sini. Ayo, Wati ajak suamimu ke kamar," perintah ibunya. Wati tersenyum dan menarik tangan Dani. Dani terlihat tergopoh-gopoh membawa tas besar yang dia letakkan di dekat kursinya tadi.

Setelah masuk kamar, Dani langsung menjatuhkan tubuhnya. Ah, rasanya nyaman sekali bisa berbaring dan meluruskan tulang belakang. Kedua mata dipejamkannya. Lelah terlihat dari wajah lelaki itu. Wati memperhatikan lelaki itu dan duduk di sampingnya.

"Kamu masih mau punya anak?" tanya Dani sambil memegang tangan Wati. Wati terkejut, lalu tersenyum lebar mendengarnya. Memang itu yang dia harapkan. Ah, mungkin mas Dani sudah mau memiliki anak, pikir Wati.

"Bagaimana kalau Mas tidak bisa memberikan keturunan kepadamu?" Mendadak saja wajah Wati berubah. Dia tidak mengerti arah pembicaraan Dani.

"Maksud Mas apa?" tanya Wati dengan seribu pertanyaan di kepalanya.

"Mas terkena tumor testis dan sepertinya itu penyebab kita belum diberikan momongan," jelas Dani.

Wati terdiam. Harapannya  pupus. Pantas saja suaminya itu tidak pernah mau memiliki anak ketika dia bertanya tentang hal itu. Seketika Wati merasa sangat bersalah kepada suaminya itu. Selama ini Dani menyembunyikan penyakitnya dengan rapat.

Kamar yang mereka tempati mendadak senyap. Hanya sesekali terdengar embusan napas Dani dan Wati. Sebuah embusan panjang keluar dari mulut Wati.

"Sekarang kita fokus pada pengobatan Mas. Soal momongan, Allah yang Maha Tahu dan kuasa. Jika Dia berkehendak, maka tak ada yang bisa menghalangi," ucap Wati memberanikan diri untuk tersenyum.

Mendengar penuturan sang istri, Dani mendekati Wati, lalu memeluknya. Tak disangka Wati adalah istri yang sangat pengertian. Tangis keduanya pecah. Sepertinya kehampaan yang merasuki hati mereka pun hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun