Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Hampa itu Pergi

12 Desember 2022   09:55 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Uriel Mont/pexels.com

Wati tahu ibunya hanya ingin membuat dia tidak bersedih karena belum memiliki keturunan. Wati sangat tahu perasaan ibunya itu. Wanita yang baik itu tidak perlu tahu kesedihannya saat ini. Cukup dirinya yang merasakan ketidakbahagiaan rumah tangganya.

***
"Ada kemungkinan tidak ganas, nanti kita cek lagi. Namun, sepertinya Anda harus menceritakan masalah ini kepada istri Anda. Saya yakin istri Anda akan menerima semuanya."

Itulah vonis yang diberikan oleh dokter Bram kepadanya. Meskipun ada kemungkinan tidak ganas, Dani merasakan ketakutan itu. Dia sekarang tahu bahwa sakit kepala, nyeri di bawah perut dan sekitar selangkangan, dan benjolan di dekat area vitalnya adalah tanda dari penyakit yang menakutkan ini.

Awalnya Dani tidak peduli dengan gejala yang dideritanya. Namun, akhirnya dia merasa penasaran mengapa beberapa minggu terakhir ini gairah seksnya menurun padahal usia pernikahannya dengan Wati baru beberapa bulan.

Setelah menerima obat, Dani pulang ke rumah dengan wajah muram. Seluruh tubuhnya lemas setelah mendengar vonis dari dokter. Dia belum bisa menerima kenyataan. Sulit baginya untuk menceritakan semua itu kepada Wati.

"Assalamu'alaikum," ucap Dani sambil membuka teralis pintu rumah."

Wati yang mendengar suara salam Dani berhamburan dari kamar untuk menyambut suami tercinta. Segera dia bawa tas kerja Dani dan meletakkannya di atas kursi. Lalu, dia ke dapur menyiapkan makan siang. Sekilas Wati melirik wajah Dani. Tak biasanya Dani pulang cepat dan terlihat lemas. Aneh sekali, pikir Wati.

"Habis rapat, ya, Mas?" tanya Wati sekenanya.

Dani diam seribu bahasa. Hanya tangannya yang sibuk  membuka kaos kaki dan kemeja biru mudanya. Tangan Wati ditepisnya. Setelahnya, Dani langsung masuk ke kamar.

"Makanlah dulu, Mas," tegur Wati. Namun, permintaan Wati tak digubris oleh Dani. Wati menatap pintu kamar dengan penuh tanda tanya. Ada apa gerangan sehingga Dani bersikap 'aneh' seperti itu?

"Apa aku melakukan kesalahan?" ucap Wati lirih. Wati termenung di meja makan. Makanan yang ada di hadapannya ini baru saja selesai dia masak, tetapi tak satu pun disentuh suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun