Selain itu, terdapat macam-macam wasiat, antara lain :
- Openbaar testament, dibuat oleh seorang Notaris dihadiri 2 saksi.
- Olographis testament, ditulis sendiri oleh pewaris dan di simpan di Notaris diserati 2 orang saksi.
- Testamen rahasia, dibuat ditulis sendiri/ oleh orang lain, harus disegel dan di simpan di Notaris serta dihadiri oleh 4 orang saksi.
Syarat ketentuan untuk bisa membuat wasiat ini, minimal seseorang sudah berusia 18 tahun, dewasa, sehat jasmani dan rohani. Pembuat wasiat atau testamen ini dapat dicabut kembali oleh si pembuatnya.
Berbagai kerangka hukum pembagian waris berdasarkan BW atau KUHPerdata di atas didasari atas dua asas yaitu:
- Asas Materialis, artinya pada asas ini yang dapat diwariskan ialah hanya hak dan kewajiban dalam harta kekayaan atau yang dapat dinilai dengan uang, sehingga sudah jelas, pembagian warisan itu harus termasuk harta benda yang bisa dinominalkan dengan uang.
- Asas le mort saisit levif, artinya asas ini menjelaskan bahwa apabila seseorang telah meninggal dunia, maka seketika hak dan kewajibannya beralih tanggung jawab kepada ahli waris nya. Hal demikian dilandasi dengan adanya ketentuan Pasal 864 KUHPerdata yaitu ahli waris berhak menuntut hak nya.
Hukum Waris Islam (Faraidh)
Hukum waris islam (faraidh) adalah ilmu tentang waris-mewarisi yang digunakan oleh masyarakat yang beragama islam. Sumber utama hukum waris islam ini berasal dari Al-quran, Hadits, dan Ijtihad. Dalam perkembangan hukum islam ini terkodifikasi di Indonesia kedalam sebuah aturan yang disebut sebagai Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Adapun yang dimaksud dari faraidh adalah masalah pembagian harta waris. Faraidh berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jama dari al faridhah dan berarti al-mafrudhah yaitu sesuatu yang diwajibkan. faraidh ini pun memiliki arti pembagian yang telah ditentukan kadarnya.
Di dalam KHI, persoalan fraidh diatur dalam Pasal 171 (a) yang menjelaskan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Sementara itu, menurut pendapat akademisi hukum Bambang Daru Nugroho, terdapat asas kewarisan dalam islam yang dapat dikaji dari keseluruhan ayat-ayat Al-Quran, meliputi:
- Asas Ijbari artinya, terdapat pemindahan harta pewaris kepada ahli waris berlaku dengan sendirinya secara "ijbari", yaitu ahli waris langsung menerima kenyataan beralihnya harta pewaris kepadanya berdasarkan dengan jumlah yang telah ditentukan. Hal ini dapat dilihat dari segi peralihan harta (QS. An-Nisaa ayat 7), segi jumlah pembagian (QS. An-Nisaa ayat 11), serta segi kepada siapa harta itu beralih (QS. An-Nisaa ayat 176).
- Asas Bilateral, di dalam asas ini menjelaskan bahwa seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat laki-laki maupun perempuan. (QS. An-Nisaa ayat 7)
- Asas Individual, menjelaskan bahwa dalam sistem hukum waris islam ini harta peninggalan yang ditinggal mati oleh pewaris dibagikan secara langsung kepada pribadi masing-masing. (QS. An-Nisaa ayat 7)
- Asas Keadilan Berimbang, menjelaskan bahwa semua yang berhubungan dengan keperdataan berasas adil dan seimbang dalam hak dan kewajiban baik itu persoalan untung ataupun rugi. Selain itu, secara sadar dapat dikatakan bahwa laki-laki ataupun perempuan keduanya memiliki hak yang sama untuk menjadi ahli waris terhadap harta peninggalan yang ditinggal oleh pewaris.
- Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian yang artinya, terdapat peralihan harta peninggalan seseorang kepada orang lain atau yang disebut sebagai "Warisan", hal ini beralaku apabila pewaris telah dinyatakan meninggal dunia.
Dari kelima asas di atas mengantarkan kita kepada persoalan siapa sajakan yang termasuk golongan ahli waris menurut hukum waris islam. Menurut ketentuan hukum islam, orang-orang yang menjadi ahli waris dapat dilihat dari nasab/keturunan dari ikatan perkawinan yang sah. Secara keseluruhan terdapat 25 orang ahli waris yang terdiri dari 15 orang ahli waris laki-laki dan 10 orang ahli waris perempuan.
15 orang ahli waris laki-laki, diantaranya: Bapak, kakek dari bapak, paman sekandung, paman sebapak dari pihak bapak, anak paman sekandung dari pihak bapak, anak paman sebapak dari pihak bapak, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak saudara laki-laki sekandung, anak saudara laki-laki sebapak, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, suami, dan laki-laki yang memerdekakan.
10 orang ahli waris perempuan diantaranya: Ibu, nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak bapak, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, isteri, dan perempuan yang memerdekakan.