Selain itu, korupsi juga mengurangi daya saing ekonomi negara, karena praktik-praktik ini seringkali mengarah pada pemborosan anggaran negara, ketidakpastian investasi, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.Â
Korupsi juga memperburuk kualitas pelayanan publik yang seharusnya bisa lebih maksimal. Oleh karena itu, masalah korupsi di Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi masalah bersama yang memerlukan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pendekatan teori Robert Klitgaard memberikan pemahaman yang sangat berguna. Dalam teorinya, Klitgaard menghubungkan korupsi dengan tiga elemen utama, yakni monopoli, keleluasaan dalam pengambilan keputusan, dan rendahnya akuntabilitas. Ketiga elemen ini, menurut Klitgaard, merupakan penyebab utama terjadinya korupsi dalam suatu sistem pemerintahan.Â
Ketiga faktor ini bekerja secara bersamaan dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan munculnya praktik-praktik korupsi di Indonesia. Lebih dari itu, teori Klitgaard juga mengarahkan kita pada cara-cara untuk mencegah dan memberantas korupsi melalui perubahan pada sistem pemerintahan, pengelolaan sumber daya, serta budaya yang ada dalam masyarakat.
Kasus korupsi yang terjadi dalam proyek e-KTP di Indonesia menjadi contoh yang sangat jelas dan mencolok tentang bagaimana ketiga elemen tersebut bekerja secara simultan dan saling memperburuk keadaan.Â
Monopoli kekuasaan yang terkonsentrasi pada segelintir pihak yang memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan, keleluasaan atau kebebasan yang dimiliki oleh pejabat untuk mengambil keputusan yang memengaruhi alokasi anggaran negara, dan rendahnya tingkat akuntabilitas dalam pengawasan proyek negara menciptakan celah-celah besar bagi terjadinya penyalahgunaan wewenang.Â
Proyek e-KTP ini adalah contoh nyata di mana kebijakan yang seharusnya memberikan manfaat bagi rakyat, malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi segelintir oknum yang mengenyam keuntungan tidak sah dari proyek tersebut. Oleh karena itu, kasus ini mencerminkan bahwa ketiga elemen yang digambarkan dalam teori Klitgaard telah tercermin dengan jelas dalam praktik penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan proyek negara.
Monopoli dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada kekuasaan yang terpusat pada satu atau beberapa pihak yang memiliki otoritas, tetapi juga mencakup dominasi dalam pengelolaan anggaran dan proyek yang melibatkan sektor publik.Â
Ketika proses pengambilan keputusan dikuasai oleh pihak yang memiliki kedudukan dan kekuasaan tertentu, hal ini membuka ruang bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu untuk meraih keuntungan tanpa mengindahkan kepentingan publik.
 Keleluasaan dalam pengambilan keputusan memberikan kebebasan bagi pejabat publik untuk menentukan siapa yang mendapatkan kontrak, bagaimana anggaran digunakan, dan apakah pengawasan terhadap pelaksanaan proyek dilakukan dengan sungguh-sungguh.Â
Sementara itu, rendahnya tingkat akuntabilitas yang terjadi dalam pengelolaan proyek negara mengakibatkan minimnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan implementasi proyek. Ketiga faktor ini, jika digabungkan, menciptakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi praktik korupsi untuk berkembang biak.