Terus melangkah, ikuti trend yang ada. Berjalanlah menyesuaikan garis lintasan sepasang rel kereta api ini yang memanjang. Tak usah bertanya dari arah mana dan ke mana kiblatnya kita menatap. Bakal cikal bakalnya hanya membeka begitu saja dan meninggalkan wadah kosong.
Terus saja melangkah. Melangkah tanpa henti, jika berhenti sampai di sini, lantas disinikah sampai di ujung? Tidak demikian pada akhirnya ndak bakalan menemukan ujung. Terlalu komplek dijawab tanpa mengesampingkan sebagai tantangan. Kesankan sebagai identitas sebagai warna tersendiri yang berkarakter.
"Awas Pak...ada sepur!"
Sepur...memang dari jauh sana jes...jes...jes...pur. Lampu sorot silang kian silau saja. mulanya kecil kian membesar kian gede. Mulanya tak kedengeran raungannya, kini kentara. Mulanya tak dapat letupan gagah goncangkan tanah, lambat tapi pasti bergetar. Mulai juga tak renungkan hitamnya asap pembakaran, sekarang kita lihat bukan?
"Kita nanti bisa mati, Pak!"
Malah tanggapi dengan senyum, jawab Sang Bapak dengan mudahnya. Mari sebelum menyingkir, kita berandai-andai dulu. Kita misalkan dan katakan dengan lain hal sebagaimana banyak hal bisa terjadi. Sesuatu yang tidak mungkin ternyata bisa menjadi mungkin, itu adalah penggalan cerita sering sudah kita dengar.
"Kita menyingkir Pak!"
Tenangkan dulu dirimu, pinta Bapak Nur. Selama tetap tenang, segala hal akan dapat dikendalikan. Lupakan dulu percikan lampu, di sana itu masih jauh di seberang lintasan. Hanya karena sudut pandangnya pancarkan sesuatu yang lebih hanya karena rasa yang tak ada pada kita, kita tidak bisa mengambil tempat di atas tempat yang lain di mana kita berada. Itulah sebagian kelemahan kita yang masih gagal untuk menggapai dengan terang.
Tetap jaga langkah, persiapkan saja segala sesuatunya selama itu masih jauh dan mari kita bercerita. Dengan segala seluk dan beluknya bakar pandangan bagaimana dan misalkan serta seandainya.
Bilamana dan bilamana ada pertanyaan yang agaknya kita lantunkan tiada salahnya. Bilamana ada seribu orang yang hendak menghentikan laju kereta malam itu dengan kekuatannya sendiri, apa yang sekarang ada?
Nah...saat menyingkir. Saatnya undur diri berhubung dengan kereta malam kian mendekat. Saatnya berpikir jernih, bukannya berpikir bicik.