Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obrolan Bapak dan Anak (Mendatangi Tepi Malam)

23 Januari 2024   18:03 Diperbarui: 23 Januari 2024   18:08 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Obrolan Bapak dan Anak (Mendatangi Tepi Malam)

Mbah Har

Hari-hari berikutnya kembali itu bisa terjadi. Penuh dengarkan, jalan mungkin berliku. Semua itu jelas terlihat dari pintu rumah yang tak pernah berhenti terbuka, kecuali bagi mereka yang berubah sedikit dengan menutup pintunya merasa takkan pernah ditemukan.

Begitulah...pintu demi pintu akan selalu dibukakan untuk waktu-waktu tertentu. Dari yang tertentu itulah Bapak Nur terus tak berubah sedikitpun di dalam cintanya pada anak sulungnya, tidak lain dan tidak bukan Nur.

Pada saat tertentu, saat ini yang ditentukan menurut Bapak Nur, saat yang tepat dan saat yang terbaik. Malam datang dengan cerah, lebih cerah dari hari-hari kemarin yang nyaris teriris bintang-bintangnya. Tersedia pula malam ini bintang-bintang menjadi pilihan utama mata memandang melambungkan angan yang ada.

Tak ada yang dipertentangkan, cari udara segar di malam tidaklah harus dengan alasan lain-lain takut sama gelap. Bapak Nur mengajak Nur selaras ditunjuk beranjak dari rumah. Saat di sini, di jalanan seperti bintang-bintang yang di langit sana dengan senyum-senyum yang lepaskan dari derita tak berakhir, saat kau punya derita, saat kau di sini.

Nikmati sendiri tak terhitung waktu. Waktu berjalan, kakipun melangkah. Seperti itulah berjatuhan dalam deburan ombak bulan yang lepaskan sinarnya. Saat itu pula bulan adalah utuh dalam setengahnya.

 Untuk sampai di suatu tempat, Nur diajak. Tak ke mana-mana, melainkan ke sana untuk dapat berdialog dengan bebasnya. Bicara apa saja, tentang kita baik yang ada maupun belum ada, termasuk yang sedang dibebaskan ataupun dalam tahap pembebasan.

Kita, Bapak Nur dan Nur berjalan utuh. Sejajar dalam keteraturan, ayunkan kaki kanan-kiri. Kiri-kanan seiring sejalan, tangan kanan melangkah ke depan, tangan kiri melangkah ke belakang. Begitupula sebaliknya, dengan kaki sepasang yang saling mengisyaratkan gerak langkahnya.

Berakhir pula dengan tele wicara jauh antara kaki dan tangan. Mereka ketemu jalan bertentangan, tpai itulah tunggang keserasian. Tapi begitu mereka akan saling berebut, mereka akan saling hantam bilamana sesungguhnya itu kebohongan belaka.

Begitulah pertama Bapak Nur usapkan pada kepala putra sulungnya lembut di kepala agar segera meresap dan berkesan. Bilamana kelak dewasa nanti, sudah bisa lebih tegak berdiri dengan bintang-bintang tetap di langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun