***
Kamis jam sepuluh, suamiku pulang. Tanpa sambutan terlebih dulu, aku langsung mengadu bahwa tiket kereta telah hangus dan menjelaskan kekeliruan.
Suamiku geleng-geleng dan ngomel singkat, namun begitu dia mengakhiri  kritikannya dengan menghiburku yang sedang cemberut. Dia berjanji mengurus tiket segera.
Meski hari dalam cuaca hujan deras, setelah makan, suami pergi ke mini market untuk memesan tiket. Alhamdulillah didapatkan tiket kereta untuk hari Minggu.
"Jangan keliru lagi, lihat baik-baik," ucapnya sambil menarik hidungku. Ia simpan e-tiket pada galeri hp.
Hari kepulangan, Alhamdulillah berjalan lancar. Setelah menempuh tiga kali mode transportasi, aku tiba di rumah Bunda, menjelang magrib.
Rumah, terlihat sepi, tentu saja jam segini, semua sedang salat dan mengaji. Sambil membuka pintu kuucap salam, "Assalamualaikum!"
Tampak ruangan lenggang, anak-anak dan Sekar pasti di kamar, begitu juga Bunda.
Kugeret masuk koper, kusimpan asal; segera aku menuju dapur dengan tujuan kamar mandi, membasuh muka dan cuci tangan; berlanjut ke kamar Bunda.
Bunda baru selesai salat. Tepekur dalam doa dengan lirih dan khidmat. Meski bunda sudah memasuki gejala pikin, Allah menjaga beliau  tetap ingat salat dan tadarusnya.
Aku duduk bersimpuh di sampingnya, kurengkuh tangan kurusnya dan kucium.