Aku salah satu penduduk bumi yang hidup di peradaban tahun 2127. Tahun di mana modernisasi dan teknologi telah mengikis aspek religius dari setiap batok kepala penduduk bumi!
Aku akui saat ini di tahun 2127, kami penduduk bumi hidup nyaman dengan berbagai fasilitas yang sepenuhnya dijamin oleh penguasa. Tak ada lagi tindak kejahatan dan tak ada lagi kemiskinan. Di era tahun 2127, bukanlah hal yang aneh kalau kami penduduk bumi terbiasa mempekerjakan robot sebagai asisten rumah tangga. Semua robot-robot itu dibagikan secara cuma-cuma oleh penguasa bumi. Begitupun dengan flying car, flying bike, smartwatch seperti kepunyaanku, dan berbagai peralatan canggih lainnya dibagikan secara merata ke seluruh penduduk bumi. Semua peralatan tersebut dibuat dengan model dan warna yang serupa satu sama lain, sehingga tak ada alasan bagi penduduk bumi untuk saling iri dan saling pamer kekayaan.
Sayangnya saat ini di tahun 2127, suara adzan pun hanya terdengar melalui earbud pada masing-masing gendang telinga penduduk bumi yang terhubung dengan channel Islamic Centre of World (media keagamaan khusus agama Islam-red) yang di kendalikan oleh penguasa bumi. Ibadah yang dilakukan oleh penduduk bumi pun tak lebih hanya kewajiban mutlak dari para penguasa bukan kewajiban mutlak dari Tuhan. Semua penduduk bumi yang beragama Islam, wajib hukumnya menjalankan setiap rukun yang telah ditetapkan oleh penguasa. Ada hukuman cukup berat apabila penduduk bumi melakukan pelanggaran. Berkali-kali aku membaca berita, ada penduduk bumi yang terdeteksi oleh Police Religion Detector (polisi khusus yang mengawasi ibadah setiap penduduk bumi-red) karena tidak menjalankan rukun ibadahnya lalu diwajibkan membayar denda yang cukup tinggi dan diasingkan beberapa waktu di gurun Gorgonia, gurun terpanas di selatan bumi.
Tapi entahlah, semakin aku beranjak dewasa aku merasa sholatku, puasaku, zakatku dan hajiku, aku lakukan tak lebih hanya supaya aku tak terkena hukuman. Tak ada hakikat yang bisa aku ambil dari setiap syariat yang aku jalankan. Ada ruang kosong yang seolah lama tak berpenghuni nun jauh di sudut jiwaku Aku merasakan tak ada lagi hangat yang menyelimuti bumi. Menurutku, bumi semakin dingin bahkan nyaris membeku.
"As-sholaaatu Khoerum-minnanaaum..."
Tanpa aku sadari lamat-lamat terdengar suara adzan Subuh melalui earbud yang menempel di gendang telingaku. Dengan sedikit enggan, akhirnya aku benar-benar terbangun dan beranjak menuju kamar mandi untuk berwudlu.
******
Namanya Isma. Lengkapnya Ismandari Khairunnisa.
Akhirnya aku bisa mengetahui nama dari pemilik suara lembut yang sudah seminggu ini menjadi penghuni ruangan sebelah apartemenku. Dia baru saja keterima di Science of High School, salah satu sekolah di ibukota, tempat dimana aku juga bersekolah selama ini. Dia terpaksa hidup terpisah dari ibu dan ayahnya yang tinggal di suatu provinsi yang berjarak ribuan kilo, sebelah barat ibukota.
Dua hari yang lalu tanpa sengaja kembali aku mendengar suara lembut yang sebelumnya sempat aku dengar di basement apartemen, tengah berbicara melalui telecom yang tersambung pada earbud di gendang telinganya.
"Assalamualaikum, ibuu... Aah, ibu jangan khawatir... Isma, Alhamdulillah baik-baik saja disini, Bu!... Iya, ibuku yang cantik... Tentu saja Isma tak akan meninggalkan sholat... Siaaap komandan! Isma akan selalu mengingat semua pesan-pesannya... "