Bruuuk! Tubuhnya terjatuh membentur lantai toilet yang dingin. Nafasnya berjalan begitu cepat, sampai pada titik dia sudah tidak bisa mengaturnya. Dan seperti hari-hari lainnya, pandangan Kana kembali kabur, menyisakan warna putih benderang yang menyesaki garis penglihatannya.
*****
      Mata Kana nanar memperhatikan setiap jahitan pada ujung seragam berwarna hijau yang membalut tubuh gempalnya. Kancing seragam itu berderet memanjang dari batas leher menuju pangkal lutut. Mulutnya menghembuskan sisa-sisa udara yang tersekat di ujung tenggorokan.
Perlahan matanya teralih pada bingkai jendela yang tepat berada di samping ranjang besi, tempat dia terbaring. Bukan jendela kamarku, bisik Kana, saat sadar jika lekukan besi yang terpatri pada bingkai itu berbeda dengan jendela kamarnya. Dengan berat Kana paksakan tangannya terulur, mencoba menyentuh permukaan bingkai itu. Sia-sia, Kana meringis tertahan. Rasa nyeri menjalar di kedua pergelangannya. Ada lebam dan sayatan kemerahan jelas melingkari buku-buku yang menautkan jemari dengan tungkai tangan. Kana memperhatikan dengan seksama tanda itu. Luka apa ini? Otaknya mengembara, mengingat-ingat bagaimana bisa di tangannya ada luka seperti itu.Â
"Oh... Hai, kamu sudah bangun, Kana?" suara lembut seorang perempuan tiba-tiba menyentakannya. Kana menoleh ke arah suara itu. Nampak seorang perempuan muda tengah membungkuk sambil meletakan sebuah nampan berisi segelas susu dan pie coklat pada nakas di sebelah ranjang.
"Kamu pasti akan suka sama sarapan kali ini Kana!... lihat, pie coklat!" perempuan muda itu berseru riang sambil mengangkat piring kecil yang berisi seiris pie coklat. Darimana perempuan itu tahu, kalau aku suka pie coklat, pikir Kana heran.
"Hari ini, kamu sudah siap buat melihat bunga matahari, Kana?"
"Ehh...?"
"Iyaa... kan kamu pernah bilang, kalau bunga-bunga matahari di kebun mulai berbunga, kamu ingin melihatnya bermekaran. Dan tahu tidak... sekarang bunganya sedang bermekaran. Indaaah banget!" suara perempuan itu mengalir tanpa jeda, menyisakan Kana yang tersihir kebingungan.
"Tapi sebelum kita melihat bunga itu secara langsung, kamu harus sarapan dulu!" lanjut perempuan itu, lalu menyodorkan pie coklat yang tadi dia letakan di atas nakas.
Kana menggeleng, menolak perempuan itu dengan muram. Tangannya menepis piring yang tadi disodorkan. Dengan sigap, perempuan itu menangkap piring yang tadi nyaris terjatuh. Sial! Pie coklat kesukaan Kana, benar-benar terpental dan jatuh ke kolong ranjang.