Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seindah Bunga Matahari

8 Mei 2023   11:20 Diperbarui: 8 Mei 2023   11:41 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tawa ibu dan ayah, beradu dan pecah, dipadu suara denting sendok saling terantuk, membuat sarapan kali ini terasa riuh. Di ujung meja, nampak kakaknya Rubi sumringah, membentangkan senyum lebarnya, yang membuat Kana semakin jengah.

Kana terduduk menatap mereka dengan perih. Semuanya tampak bahagia, tapi tidak denganku, batin Kana ngenes. Tuhan benar-benar sudah tak adil padanya.

Deg! Tiba-tiba, bidang di dada Kana serasa ditonjok oleh sekepal tangan dengan kuat. Spontan Kana meraba rasa nyeri itu. Sepersekian detik, aliran darah yang memompa jantungnya terasa ikut berhenti. Lalu semuanya menghitam dan lamat-lamat Kana mendengar suara ibu terpekik ketakutan.

Entah berapa lama. Ujung netra kelam Kana, tak bisa menangkap apa-apa selain warna putih. Ruang tak berujung, seolah menatap dirinya dengan bisu. Sudah tak terhitung rasanya. Acap kali ia merasakan jiwa dan raganya seolah terlempar pada sebuah ruangan aneh. Lalu dingin seketika menyerbu tubuh gempalnya, manakala segumpal warna putih berpedar memenuhi kedua manik netra.

Rasa nyeri itu masih saja mencengkeram dada Kana. Susah payah dia coba meresonansikan nafas yang tak beraturan. Beberapa menit, dirinya hanya mendengar degup jantung dan nafas samar-samar. Tak ada suara lain yang menginterupsi. Sunyi. Begitu janggal, namun lama kelamaan, rasa nyaman kian merangkul diri Kana, memeluknya dalam senyap yang membisu. Pikiran Kana nyaris kosong. Namun paling tidak, di sini dia bisa merasakan damai berteman kesendirian.

"Kana... kamu sudah tersadar, Nak?" sayup-sayup Kana mendengar suara ibu menelisik gendang telinga. Di ujung batas penglihatannya, jemari pucat ibu mengelus rambut Kana yang basah terkena keringat. Kembali perasaan janggal merenggut senyap yang entah berapa lama sudah mengurungnya. Lagi-lagi sebentik marah berkobar memenuhi ruang jiwanya, membuat tubuh Kana seketika meradang.

Tikk! Tetes hangat itu lama kelamaan membuncah nyaris tak terbendung. Kana tersedan menahan tangis yang rasanya perih.  Di antara marah dan lara yang menyeruak memenuhi rongga jiwanya, Kana terkapar tak berdaya.

*****

            "Coba berbaring di sini, Kana!" perintah seorang perempuan muda yang duduk tepat di sebelah sofa berwarna coklat terang. Dengan ragu, gadis yang bernama Kana mendekati perempuan tadi, lalu perlahan menghempaskan pantatnya pada permukaan sofa.

"Ayo berbaring, Kana!" perempuan itu mengulang kembali perintahnya.

Pelan, Kana menggeser posisi duduknya dan merebahkan seluruh tubuhnya di hadapan perempuan tadi. Kulit sintetis yang membungkus sofa tempatnya terbaring, terasa dingin menyentuh kulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun