Mohon tunggu...
Maulidiyah Khoirina
Maulidiyah Khoirina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa: Universitas Mercu Buana Jurusan: Akuntansi NIM: 43222010126 Dosen Pengampu : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Cincin Gyges dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   13:51 Diperbarui: 15 Desember 2023   14:33 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskursus tentang Cincin Gyges

merujuk pada perdebatan dan analisis filsafat etika yang muncul dari cerita mitos tentang Gyges dan cincin ajaibnya. Diskursus ini sering kali terkait dengan pertanyaan-pertanyaan tentang moralitas, etika, dan keadilan, dan cerita ini telah menjadi subyek diskusi dalam sejarah filsafat.

Dalam cerita yang dicatat oleh sejarawan Yunani kuno, Herodotus, Gyges menemukan cincin yang memberinya kemampuan untuk menjadi tidak terlihat. Dengan menggunakan kekuatan cincin ini, Gyges mencapai kekuasaan dan melibatkan dirinya dalam tindakan-tindakan yang mengangkat isu-isu moral. Diskursus seputar Cincin Gyges dapat mencakup beberapa aspek:

1. Kebebasan dari Pengawasan dan Konsekuensi: Pemegang cincin dapat bertindak tanpa diketahui atau melibatkan diri dalam perilaku yang tidak terlihat oleh orang lain. Ini mengangkat pertanyaan tentang bagaimana kebebasan dari pengawasan dan konsekuensi dapat memengaruhi tindakan dan perilaku moral seseorang.

2. Keadilan dan Kepemimpinan: Kisah Gyges memunculkan pertanyaan etika tentang keadilan dan kepemimpinan. Jika seseorang dapat bertindak tanpa risiko konsekuensi, bagaimana keadilan dapat diterapkan, dan apa artinya menjadi pemimpin yang adil?

3. Akibat Perbuatan yang Tidak Terlihat: Diskursus ini dapat mempertanyakan apakah seseorang akan tetap memegang prinsip-prinsip moralnya jika tindakannya tidak akan diketahui oleh orang lain. Apakah kebaikan intrinsik atau apakah itu hanya muncul karena ketakutan akan hukuman atau stigma sosial?

4. Filsafat Politik dan Kekuasaan: Cincin Gyges membawa dimensi politik ke dalam diskusi. Bagaimana penguasaan kekuasaan dapat memengaruhi tindakan seorang pemimpin, terutama jika dapat dilakukan tanpa transparansi dan pertanggungjawaban?

5. Hubungan Individu dan Masyarakat: Diskursus ini juga dapat melibatkan pertimbangan tentang hubungan antara individu dan masyarakat. Apakah norma-norma sosial dan moralitas hanya berlaku karena adanya pengawasan dan penilaian oleh masyarakat?

Dalam konteks ini, diskursus membantu menerangi isu-isu etika fundamental dan memberikan dasar untuk pertimbangan lebih lanjut tentang bagaimana kita membentuk sistem nilai dan perilaku moral dalam masyarakat.

Kisah Cincin Gyges

Kisah Gyges di Lydia merupakan bagian dari pidato awal Glaucon di buku II Republik. Glaucon turun tangan ketika Thrasymachus dibungkam oleh Socrates untuk membela pendapat bahwa orang tidak menerapkan keadilan untuk dirinya sendiri, tetapi hanya karena takut akan apa yang akan menimpa mereka jika mereka tidak menerapkannya. Ini dia ceritanya.

"Yaitu orang-orang yang mengamalkannya [keadilan], mempraktikkannya yang dibatasi oleh kurangnya kekuasaan untuk bertindak tidak adil, kita mungkin akan memahaminya dengan lebih baik jika kita melakukan hal berikut dalam pikiran: memberikan izin kepada masing-masing dari mereka, baik yang adil maupun yang tidak adil, untuk melakukan apa yang diinginkannya, mari kita ikuti mereka dengan cermat untuk mengamati ke mana keinginannya (è epithumia) akan membawa masing-masing. Kita kemudian harus menangkap orang yang adil dalam tindakan yang mengikuti jalan yang sama seperti orang yang tidak adil karena keuntungan yang dimiliki oleh setiap alam untuk dikejar sebagai kebaikan, hanya dialihkan oleh kekuatan hukum ke arah penghargaan terhadap orang lain. setara. Lisensi yang saya bicarakan akan sangat berarti jika mereka diberi kekuatan yang sama seperti yang konon diberikan di masa lalu kepada nenek moyang Gyges si Lydia.

Karena dia adalah seorang gembala yang bekerja untuk penguasa Lydia saat itu dan beberapa bagian bumi hancur oleh badai petir yang hebat bersamaan dengan gempa bumi dan jurang muncul di tempat dia menggembalakan. Melihat ini dan bertanya-tanya, dia turun dan dongeng mengatakan bahwa dia melihat, di antara keajaiban lainnya, seekor kuda perunggu berlubang yang memiliki bukaan, yang melaluinya, saat mengintip ke dalam, dia melihat ada mayat di dalamnya, yang tampaknya lebih besar dari biasanya. untuk laki-laki, dan hanya mengenakan cincin emas di tangannya, yang dia lepas sebelum pergi. Ketika tiba saatnya para penggembala mengadakan pertemuan adat untuk menyiapkan laporan bulanan kepada raja tentang keadaan kawanan ternaknya, dia juga datang dengan mengenakan cincin ini. Saat dia duduk bersama yang lain, kebetulan dia memindahkan collet cincin itu ke arah dirinya ke dalam tangannya; setelah melakukan ini, dia menghilang dari pandangan orang-orang yang duduk di sampingnya, dan mereka membicarakan dia sebagai seseorang yang telah pergi. Dan dia bertanya-tanya dan sekali lagi merasakan cincin itu, dia memutar collet itu ke luar dan, dengan memutarnya, muncul kembali. Merenungkan hal ini, dia menguji cincin itu untuk melihat apakah cincin itu memang mempunyai kekuatan seperti itu, dan dia sampai pada kesimpulan bahwa, dengan memutar collet ke dalam, dia menjadi tidak terlihat, keluar, terlihat. Setelah menyadari hal ini, ia segera berhasil menjadi salah satu utusan raja; setibanya di sana, setelah merayu istrinya, dengan bantuannya dia menyerang raja, membunuhnya dan mengambil alih kepemimpinan."

dokpri
dokpri

Cincin Gyges digunakan untuk menemukan alasan mengapa manusia tidak seharusnya berbuat curang meskipun tidak terlihat. Cerita cincin Gyges menunjukkan bahwa untuk hidup adil sangat sulit dan jika seseorang dapat lolos dari hidup yang tidak adil, maka mereka akan mengalami konsekuensi negatif. Plato menggunakan kisah Cincin Gyges untuk menggambarkan bahaya kepentingan pribadi dan konsekuensi penyalahgunaan kekuasaan. Cincin melambangkan godaan ketidaktampakan dan anonimitas, yang dapat menyebabkan tindakan tidak adil dan korupsi masyarakat.

 Kisah ini juga menyoroti pentingnya pengendalian diri dan perlunya menahan keinginan untuk mengeksploitasi orang lain demi keuntungan pribadi dengan kata lain, "Cincin Gyges" telah menjadi istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada situasi di mana seseorang memiliki kemampuan untuk bertindak secara tidak terlihat atau tidak terdeteksi dan mempertanyakan apakah orang tersebut akan tetap mematuhi norma moral atau etika.

dokpri
dokpri

Pemerintahan di bawah Gyges dianggap oleh sejarawan sebagai salah satu periode penting dalam sejarah Lydia. Gyges memerintah pada abad ke-7 SM, dan masa pemerintahannya memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan kestabilan Lydia.

Sebagai pendiri dinasti Mermnad, Gyges berhasil mengamankan kekuasaannya setelah menggunakan cincin ajaib yang ditemukan di gua. Ia menggantikan Candaules, raja sebelumnya yang mati dalam peristiwa yang melibatkan perselisihan kekuasaan dan privasi.

Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Gyges adalah seorang raja yang bijaksana dan mampu memimpin dengan baik. Ia membangun kekuatan militer Lydia dan mungkin terlibat dalam ekspansi wilayah. Gyges juga dikenal karena mengukuhkan hubungan dengan negara-negara tetangga, termasuk Miletus di pesisir Ionia.

Selama masa pemerintahannya, Lydia terus berkembang sebagai kekuatan regional. Kekayaan alamnya, terutama sumber daya emasnya, menjadi faktor penting dalam kemakmuran Lydia. Kota Sardis, ibu kota Lydia yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan budaya, mengalami perkembangan yang signifikan di bawah pemerintahan Gyges.

Namun, catatan sejarah kuno sering kali tersebar dan tidak selalu memberikan rincian mendalam tentang periode tertentu. Gyges sendiri terus menjadi tokoh kontroversial karena cara ia naik ke takhta, seperti yang dijelaskan dalam kisah Cincin Gyges. Meskipun demikian, pemerintahan Gyges menjadi dasar bagi perkembangan Lydia sebagai kekuatan yang berpengaruh di wilayah tersebut.

Karakteristik dan sifat Gyges dalam kisah mitologi Yunani, terutama yang diceritakan oleh Herodotus dalam "Sejarah", dapat dijelaskan melalui peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya, terutama setelah menemukan cincin ajaib di gua. Beberapa sifat dan atribut Gyges yang dapat diperhatikan termasuk:

1. Ambisi: Gyges menunjukkan ambisi yang besar ketika ia mengambil kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan setelah menemukan cincin yang membuatnya tidak terlihat. Ambisi ini membuatnya menaklukkan takhta Lydia dan menjadi raja.

2. Keberanian: Gyges menunjukkan keberanian dengan cara mengambil risiko untuk mendapatkan kekuasaan. Ia tidak ragu-ragu menggunakan kekuatan cincin ajaibnya untuk mencapai tujuannya.

3. Kelicikan: Penggunaan cincin membuat Gyges dapat bergerak tanpa terlihat, sehingga ia dapat menggunakan kecerdikannya untuk mencapai tujuannya tanpa diketahui oleh orang lain. Hal ini mencerminkan sifat licik dan cerdik.

4. Ketidaksetiaan: Cara Gyges merebut takhta dan mengambil istri Candaules menunjukkan tingkat ketidaksetiaan terhadap penguasa sebelumnya dan norma-norma sosial yang berlaku.

5. Pengaruh dan Kekuasaan: Gyges berhasil membangun dan mempertahankan kekuasaannya, menunjukkan kemampuannya untuk memengaruhi dan memimpin.

Dalam konteks mitologi Yunani, kisah Gyges digunakan untuk merenungkan tentang etika kekuasaan, keadilan, dan konsekuensi moral dari tindakan-tindakan seseorang ketika tidak terlihat atau tidak diawasi.

Dinasti Mermnad adalah dinasti yang memerintah di Lydia, sebuah kerajaan di Anatolia (sekarang bagian dari Turki), pada abad ke-7 hingga ke-6 SM. Gyges adalah pendiri dinasti ini dan memerintah dari sekitar tahun 680 SM hingga 644 SM. Dinasti Mermnad dikenal melalui beberapa penguasa, termasuk Gyges, putranya Ardys I, dan cucunya Alyattes II.

Berikut adalah beberapa penguasa utama dalam Dinasti Mermnad:

1. Gyges (sekitar 680 SM - 644 SM): Gyges menjadi raja Lydia setelah menggulingkan Candaules, raja sebelumnya. Ia dikenal karena menegakkan kekuasaannya dan membangun dasar-dasar dinasti Mermnad.

2. Ardys I (sekitar 644 SM - 631 SM): Putra Gyges, Ardys I, menggantikan ayahnya sebagai raja Lydia. Ia terlibat dalam pertempuran dan konflik dengan negara-negara tetangga, terutama Miletus.

3. Alyattes II (sekitar 631 SM - 560 SM): Alyattes II adalah putra Ardys I dan penguasa Lydia yang paling terkenal. Ia memerintah selama periode yang signifikan dan terlibat dalam konflik dengan negara-negara seperti Media dan Miletus. Alyattes II juga memperluas wilayah Lydia.

4. Kroisos (sekitar 595 SM - 546 SM): Putra Alyattes II, Kroisos, menjadi penguasa paling terkenal dalam dinasti ini. Ia memerintah selama sekitar 14 tahun dan dikenal karena konfliknya dengan Koresy Agung dari Persia, yang berakhir dengan kejatuhan Lydia pada tahun 546 SM.

Kejatuhan Lydia di tangan Persia ditandai dengan penaklukan oleh Koresy Agung. Meskipun dinasti Mermnad berakhir, Kroisos tetap menjadi figur bersejarah yang dikenang karena kekayaan dan kekuasaannya serta kejatuhan dramatisnya.

Menyamakan perilaku Gyges dengan kejahatan korupsi di Indonesia adalah cara figuratif untuk menjelaskan fenomena korupsi dengan merujuk pada tindakan-tindakan yang tersembunyi atau tidak terlihat. Dalam mitologi Yunani, Gyges menggunakan cincin ajaib untuk menjadi tidak terlihat dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, seperti merebut kekuasaan dan mengambil istri orang lain.

dokpri
dokpri

Dalam konteks kejahatan korupsi di Indonesia, ada beberapa analogi yang dapat ditarik dengan cerita Gyges:

1. Tindakan yang Tidak Terlihat: Seperti Gyges yang menjadi tidak terlihat dengan cincinnya, kejahatan korupsi sering kali tersembunyi dan sulit diawasi. Praktik korupsi dapat terjadi di balik pintu tertutup, dan seringkali sulit dideteksi.

2. Penyalahgunaan Kekuasaan: Gyges menggunakan kekuasaannya untuk tujuan pribadi, dan demikian pula dalam kejahatan korupsi. Pejabat atau individu dengan kekuasaan dapat menyalahgunakannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, mengabaikan tugas-tugas resmi mereka demi kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.

3. Ketidaksetiaan Terhadap Prinsip-prinsip Moral: Dalam cerita Gyges, tindakannya menunjukkan ketidaksetiaan terhadap norma moral dan etika. Begitu juga dalam kasus korupsi di Indonesia, tindakan tersebut sering kali melibatkan pelanggaran norma etika dan moral yang diterima secara umum.

4. Efek Domino: Tindakan Gyges memicu serangkaian peristiwa yang memiliki dampak besar. Demikian pula, satu tindakan korupsi dapat memicu efek domino yang merugikan masyarakat dan perekonomian.

5. Korupsi dalam Lapisan Masyarakat: Gyges berasal dari lapisan masyarakat yang tinggi, dan demikian pula korupsi dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat, dari tingkat pemerintahan hingga sektor swasta.

kejahatan korupsi di dunia nyata melibatkan faktor-faktor kompleks, termasuk faktor sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Pemberantasan korupsi memerlukan tindakan bersama dari berbagai pihak dan penguatan sistem pengawasan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Fenomena korupsi di Indonesia telah menjadi isu yang serius dan kompleks selama beberapa dekade. Meskipun pemerintah dan lembaga-lembaga anti-korupsi telah berupaya keras untuk mengatasi masalah ini, korupsi masih dianggap sebagai hambatan utama untuk pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa aspek dan karakteristik fenomena korupsi di Indonesia meliputi:

1. Tingkat Persepsi Korupsi: Indonesia seringkali menduduki peringkat yang tidak menguntungkan dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index) yang diterbitkan oleh Transparency International. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap korupsi di kalangan masyarakat dan bisnis masih relatif tinggi.

2. Sebaran di Berbagai Sektor: Korupsi dapat ditemukan di berbagai sektor, termasuk pelayanan publik, sektor bisnis, dan kepolisian. Kasus-kasus korupsi telah melibatkan proyek-proyek pembangunan, pengadaan barang dan jasa, sektor kehakiman, dan lainnya.

3. Tingkat Korupsi di Lapisan Pemerintahan: Meskipun ada upaya untuk memerangi korupsi di tingkat pemerintahan, termasuk pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi beberapa kasus menunjukkan bahwa korupsi juga dapat merajalela di tingkat tinggi pemerintahan.

4. Pemerasan dan Gratifikasi: Kasus-kasus korupsi sering melibatkan pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh pejabat pemerintahan atau bisnis untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau memuluskan proses bisnis.

5. Tantangan dalam Penegakan Hukum: Proses penegakan hukum terhadap kasus korupsi masih menghadapi beberapa tantangan, termasuk kurangnya ketersediaan bukti yang kuat, intervensi politik, dan perlawanan dari pihak-pihak yang terlibat.

6. Ketidaksetaraan dan Dampak Sosial: Korupsi dapat meningkatkan ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya dan memberikan dampak negatif pada pembangunan sosial dan ekonomi. Dana publik yang disalahgunakan dapat merugikan proyek-proyek pembangunan dan pelayanan publik.

7. Reformasi Hukum dan Transparansi: Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya reformasi hukum dan meningkatkan transparansi dalam penanganan keuangan dan pelayanan publik. Namun, masih ada pekerjaan lebih lanjut yang harus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan upaya pemberantasan korupsi.

Upaya untuk mengatasi fenomena korupsi di Indonesia terus dilakukan dengan melibatkan lembaga-lembaga anti-korupsi, masyarakat sipil, dan sektor bisnis. KPK tetap berperan sebagai lembaga utama dalam upaya ini, meskipun dalam beberapa tahun terakhir lembaga ini telah mengalami beberapa tantangan kelembagaan.

Contoh kasus salah satu korupsi terbesar di Indonesia

Kasus korupsi e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) di Indonesia merupakan salah satu skandal korupsi besar yang mencuat pada periode sekitar tahun 2015. Beberapa pihak, termasuk pejabat tinggi pemerintahan, diduga terlibat dalam praktek-praktek korupsi yang merugikan keuangan negara dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berikut adalah beberapa poin terkait kasus korupsi e-KTP:

1. Mark-up Harga dan Kelebihan Anggaran: Salah satu aspek utama dalam kasus ini adalah dugaan mark-up harga atau kelebihan anggaran dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Harga proyek yang semestinya lebih rendah ternyata disebutkan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi.

2. Keterlibatan Pejabat Pemerintah: Beberapa pejabat tinggi pemerintahan, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Menteri Dalam Negeri, diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka dituduh menerima suap atau melakukan pemerasan terkait dengan proyek e-KTP.

3. Proses Lelang yang Tidak Transparan: Terdapat dugaan bahwa proses lelang atau tender untuk proyek e-KTP tidak dilakukan secara transparan dan adil, melibatkan praktik-praktik yang merugikan kepentingan umum.

4. Dampak Pada Keuangan Negara dan Pelayanan Publik: Kasus ini menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi keuangan negara. Selain itu, implementasi proyek e-KTP menjadi lambat, dan pelayanan publik terkait dengan penerbitan e-KTP juga terpengaruh.

5. Penanganan Hukum: Kasus korupsi e-KTP menjadi fokus penyelidikan dan penegakan hukum. Lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat dalam upaya memberantas korupsi terkait dengan proyek tersebut.

6. Penerimaan Suap: Beberapa pejabat dan pihak swasta diduga menerima suap terkait dengan proyek ini. Suap ini dianggap sebagai imbalan atas pengaruh atau keputusan yang mendukung pihak tertentu dalam proyek e-KTP.

7. Kerusakan Kepercayaan Masyarakat: Kasus ini menimbulkan dampak serius pada kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga pemerintahan. Keberhasilan proyek-proyek besar seperti e-KTP seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, tetapi kasus korupsi ini mengguncang keyakinan tersebut.

Kasus ini menciptakan kehebohan di masyarakat dan menunjukkan tantangan yang dihadapi dalam mencegah dan menanggulangi korupsi di tingkat tinggi di Indonesia. Sejumlah terdakwa dalam kasus e-KTP termasuk pejabat pemerintah, anggota DPR, dan pihak swasta. Beberapa di antaranya telah divonis bersalah dan dihukum penjara, sementara beberapa lainnya masih dalam proses hukum. Kasus e-KTP menjadi salah satu kasus korupsi terkemuka di Indonesia yang menyoroti tantangan dan perjuangan dalam pemberantasan korupsi di tingkat tinggi pemerintahan.

Mencegah korupsi memerlukan upaya yang terpadu dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Berikut adalah beberapa cara yang dapat ditetapkan untuk mencegah korupsi di Indonesia:

1. Strengthening Institusi Anti-Korupsi:

   - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Memperkuat peran dan kewenangan KPK dalam menyelidiki, menuntut, dan memberantas korupsi.

   - Kejaksaan Agung dan Polri: Meningkatkan kapasitas Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menangani kasus korupsi dan bekerja sama dengan KPK.

2. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:

   - Transparansi Anggaran: Meningkatkan transparansi dalam alokasi anggaran, pelaksanaan proyek, dan penggunaan dana publik.

   - Laporan Keuangan Publik: Mendorong penyediaan laporan keuangan publik yang transparan dan mudah diakses oleh masyarakat.

3. Peningkatan Etika dan Kesadaran:

   - Pendidikan dan Pelatihan: Memasukkan pendidikan anti-korupsi ke dalam kurikulum sekolah dan menyelenggarakan pelatihan etika untuk pegawai negeri dan pebisnis.

   - Kampanye Kesadaran: Melakukan kampanye media dan sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi negatif korupsi dan pentingnya integritas.

4. Penerapan Teknologi:

   - E-Government: Meningkatkan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelayanan publik.

   - Blockchain: Menyelidiki penggunaan teknologi blockchain untuk meningkatkan keamanan dan transparansi dalam transaksi dan pengelolaan data.

5. Reformasi Hukum:

   - Perbaikan Perundang-undangan: Merevisi dan memperkuat undang-undang yang berkaitan dengan korupsi, termasuk hukuman yang lebih tegas dan peningkatan sistem pengawasan.

   - Perlindungan Whistleblower: Menjamin perlindungan hukum bagi whistleblower yang melaporkan praktik korupsi.

6. Partisipasi Masyarakat Sipil:

   - Pengawasan Masyarakat: Mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan proyek-proyek pemerintah dan memberikan dukungan kepada LSM yang berfokus pada anti-korupsi.

   - Pelibatan Media: Mendorong investigasi dan liputan media yang mengungkap kasus-kasus korupsi dan memberikan informasi kepada masyarakat.

7. Penerapan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa yang Transparan:

   - E-Procurement: Menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa berbasis teknologi untuk meminimalkan peluang korupsi dalam proses lelang dan pengadaan.

8. Hukuman yang Tegas dan Efektif:

   - Penegakan Hukum yang Konsisten: Memastikan penegakan hukum yang konsisten terhadap pelaku korupsi dengan memberlakukan hukuman yang sepadan dengan tingkat pelanggaran.

9. Kerjasama Internasional:

   - Kerjasama dengan Lembaga Internasional: Melibatkan lembaga-lembaga internasional untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dan pertukaran informasi terkait.

Pencegahan korupsi memerlukan komitmen tinggi dari semua pihak dan perlunya pendekatan holistik yang mencakup aspek-aspek kelembagaan, budaya, dan hukum. Langkah-langkah tersebut harus dijalankan bersama-sama untuk mencapai hasil yang efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. 

citsi :

1. Plato, Republic Book 2, translated by Benjamin Jowett (1892).

2. The Ring of Gyges Analysis by Bernard Suzanne (1996).

3. https://www.keyschool.org/uploaded/Community/Adult_Education/The_Ring_of_Gyges.pdf

4.  https://www.scu.edu/ethics/the-power-of-our-voices/lessons-from-plato-and-the-ring-of-gyges

5. Smith, Kirby Flower (1902). "The Tale of Gyges and the King of Lydia". 

6. https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun