Para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat mengenai isi perjanjian tanpa adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan.
b. kecakapan hukum
Para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus memiliki kecakapan hukum untuk melakukan tindakan hukum, artinya mereka harus berusia dewasa dan tidak berada di bawah pengampuan.
c. objek yang diperjanjikan
Objek perjanjian harus jelas, dapat ditentukan, dan tidak bertentangan dengan hukum atau moral.
d. sebab yang halal
Tujuan perjanjian harus sah secara hukum, artinya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, kesusilaan, atau ketertiban umum
Selain itu, perjanjian bernama juga tunduk pada ketentuan spesifik yang mengatur masing-masing jenis perjanjian. Setiap jenis perjanjian ini memiliki ketentuan tersendiri terkait hak dan kewajiban para pihak serta akibat hukum jika terjadi wanprestasi.
B. Hak, Kewajiban, dan Akibat Hukum Pelanggaran Perjanjian Bernama
Setiap perjanjian bernama, seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lainnya, melibatkan hak dan kewajiban yang diatur secara spesifik dalam KUHPerdata. Hak dan kewajiban para pihak bergantung pada jenis perjanjian yang disepakati, namun prinsip umum tetap sama, yaitu memberikan keseimbangan antara hak pihak yang satu dan kewajiban pihak lainnya. Contoh di antaranya:
Jual Beli: Dalam perjanjian jual beli (Pasal 1457 KUHPerdata), penjual berkewajiban menyerahkan barang sesuai dengan kesepakatan, sementara pembeli memiliki hak untuk menerima barang tersebut dan berkewajiban membayar harga yang telah ditetapkan. Penjual juga memiliki hak untuk menerima pembayaran, dan pembeli berhak atas barang yang dibeli.