Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada artikel ini yakni:
1. Bagaimana pengertian, dasar hukum, dan unsur-unsur perjanjian bernama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)?
2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bernama, serta apa akibat hukum jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian tersebut?
Tujuan Penulisan
Menguraikan pengertian, dasar hukum, dan unsur-unsur perjanjian bernama sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Menjelaskan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bernama serta menganalisis akibat hukum yang timbul jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian, Dasar Hukum, dan Unsur Perjanjian Bernama
Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata, disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian/persetujuan dan Undang-Undang. Buku III KUH Perdata menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Agar perjanjian dianggap sah menurut hukum, syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak, kemampuan para pihak untuk melakukan tindakan hukum, objek yang jelas, serta tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum atau moral. Semua elemen ini wajib dipenuhi agar perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum.
Salah satu jenis perjanjian yang diatur dengan jelas dalam KUHPer adalah perjanjian bernama (nominaat overeenkomst), yaitu perjanjian yang secara eksplisit sudah ditetapkan aturan-aturannya dalam undang-undang. Perjanjian bernama (nominaat overeenkomst) adalah perjanjian yang secara khusus diatur dalam undang-undang. Dalam konteks hukum perdata Indonesia, perjanjian bernama diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mengatur berbagai jenis perjanjian seperti:
a. Jual beli