Budaya Herikadu atau sikap rendah hati adalah salah satu budaya yang sangat istimewa yang ada di jepang. Dalam pemahaman orang jepang, sikap rendah hati ini berarti berinteraksi dengan sikap menghormati orang lain. Artinya, berinteraksi dengan orang lain sambil menunjukkan bahwa lawan bicara tersebut posisinya lebih unggul dan lebih hebat darinya.
Naomi bukan murni berdarah Jepang. Ibunya, Â Tamaki Osaka berasal dari Jepang, dan ayahnya Leonard "San" Franois, lelaki kulit hitam berasal dari Haiti. Â Dia memiliki dua kewarganegaraan: Jepang dan Amerika. Melihat sikapnya, ia mendapat pelajaran nilai-nilai Jepang dari ibunya.
Terkikis
Di Indonesia sikap rendah hati, menghormati orang lain juga dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada. Ramah dan murah senyum, adalah sikap paling menonjol bangsa Indonesia. Kita terbiasa memberi tamu minum, makan, bahkan bermalam bagi orang yang dikenal. Kebiasaan itu melekat pada diri orang Indonesia selama ratusan tahun.
Namun seiring perkembangan jaman, nilai-nilai positif di Indonesia makin tergerus. Yang menonjol saat ini adalah sikap kurang sabar, mau menang sendiri, hilangnya empati, senang melihat orang lain susah atau susah melihat orang lain senang, rakus, serakah dan bahkan menganggap orang yang berbeda sebagai musuh.
Saat ini hampir setiap hari kita melihat konflik di tengah masyarakat; tawuran anak-anak sekolah, tawuran antar kampung, antar kelompok, antar ormas dan antar suporter sepak bola.Â
Perkelahian terjadi di jalan antar pengendara angkutan umum maupun pribadi, perkelahian antar aparat, di partai politik, di gedung parlemen, di layar televisi dan bahkan yang terkait dengan agama.
Perdebatan tanpa etika, caci maki, bahkan kontak fisik bukan  lagi aib, melainkan jalan yang sengaja dipilih untuk menjaga harga diri, membela kepentingan ini-itu, hingga ke urusan agama.
Ajaran untuk bermusyawarah, saling menghormati, bersikap sabar dan pemaaf seperti yang diajarkan agama, sudah dikesampingkan begitu bicara harga diri, bicara kepentingan atau keinginan untuk berkuasa.Â
Sementara hukum dan aparat penegak hukum seringkali termehek-mehek bila harus berhadapan dengan pemegang kekuasaan, orang-orang yang punya pengaruh baik uang maupun jabatan, atau dengan kelompok-kelompok massa yang besar.
Dengan alasan demokrasi, apa saja yang ingin disampaikan, dikeluarkan tanpa memiliki etika, rasa hormat atau rasa takut. Tak cukup menyuarakan kebenaran, yang tidak benar pun disampaikan hanya untuk membela kepentingannya, terutama di media sosial. Maka media sosial kita pun jadi riuh rendah dengan perdebatan, saling caci maki, hoaks dan fitnah.
Pilplres