Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Damai Harus Mendapat Beasiswa ke Luar Negeri!"

2 Agustus 2018   06:57 Diperbarui: 3 Agustus 2018   13:22 1489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kelompok musik mahasiswa UI. (Dok. pribadi)

Berita tentang pencabutan beasiswa mahasiswa bernama Arnita Rodelina Turnip oleh Pemkab Simalungun, Sumatera Utara, beberapa hari terakhir ini menjadi topik hangat. Kasus itu terus bergulir dengan segala kontroversinya hingga ke media sosial. Nah kalau sudah masuk ke media sosial (medsos), tentu saja topik akan melebar, apalagi dikaitkan dengan SARA. 

Medsos di Indonesia memang sudah menjadi tempat sampah yang bisa menampung apa saja. Di situ ada ajang pameran kenikmatan, pelajaran, iklan, perdebatan, pergulatan ideologi, politik, agama, caci maki dan lain sebagainya. Terlebih di tahun politik ini.

Saya tidak mau masuk dalam diskursus tentang pengalaman Arnita Rodelina Turnip, karena ceritanya terus digoreng hingga masuk ke masalah yang sangat sensitif: SARA. 

Dalam tulisan ini saya hanya ingin memaparkan perjalanan study seorang mahasiswa yang saya panggil namanya dengan singkat: Damai. Saat ini kuliah di Fakultas Teknik Kimia, Jurusan Bioproses, Universitas Indonesia. Sekarang baru saja masuk di Semester V.

Saya tidak tahu mengapa Damai masuk ke Jurusan itu, padahal dulu dia pernah mengatakan ingin jadi dokter, walau ia pernah berkata kepada orangtuanya, "Kalau Damai masuk fakultas kedokteran ayah tidak punya uang ya?"

Dan ayahnya yang seorang jurnalis di media kecil tidak terkenal, dengan yakin mengatakan: "Untuk kamu, apa pun akan ayah lakukan. Kalau terpaksa harus menjual rumah kita, tidak apa-apa. Kamu jangan terlalu risau soal biaya."

Jurusan yang dipilihnya itu ternyata hasil konsultasi dia dengan pengajarnya di Tempat Bimbingan Belajar. Kalau mau masuk univeritas negeri, kata pengajarnya, pilihan jurusan bioproses. Kalau kedokteran agak berat. Damai sangat percaya dengan omongan itu, sehingga ia tidak pernah mencoba memilih Fakultas Kedokteran.

Orangtuanya sendiri tidak pernah menyuruh atau mengarahkan anaknya untuk masuk ke fakultas ini, atau fakultas itu, perguruan tinggi ini, atau perguruan tinggi itu, walau pun harapannya, anaknya bisa diterima di universitas negeri. 

Syukur-syukur tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Apalagi di kota-kota yang jauh di mana ia harus kos atau menumpang di rumah kerabat, kalau ada. Maklum Damai adalah anak perempuan satu-satunya yang sejak kecil tidak pernah berpisah dari orangtuanya.

Orangtuanya sangat bersyukur ia diterima di Teknik Kimia UI Jurusan Bioproses, yang kampusnya satu kota dengan tempatnya tinggal. Dia tidak perlu kos, karena bisa ke kampus menggunakan kereta api commuterline lalu naik bis kuning ke tempat kuliahnya, atau kadang memesan ojek online jika terburu-buru.

UI mengenakan pembayaran uang kuliah tunggal bagi tiap mahasiswa. Jadi setiap mahasiswa hanya membayar uang kuliah per semester tanpa dipungut uang apa-apa lagi. Kecuali untuk kegiatan ekstrakurikuler harus mengeluarkan biaya sendiri. 

Mengikuti lomba science di luar kampus harus memakai biaya sendiri, baik di dalam maupun luar negeri. Damai pernah mengikuti lomba di beberapa tempat di dalam dan luar negeri bersama timnya. Prestasi tertingginya adalah Juara III di Miri University di Serawak, Malaysia.

Setiap orangtua diminta oleh perguruan tinggi untuk mengisi form penghasilan, gambar rumah dan daya listrik yang dipakainya. Orangtuanya dengan jujur mengisi apa adanya, tidak dikecil-kecilkan atau dibesar-besarkan. 

Padahal ada yang menganjurkan, kalau mau dapat uang kuliah murah, data-data yang diberikan bisa kok "dimanipulasi". Bahkan ada orang mampu yang sengaja mengontrak rumah, dan data sebagai pengontrak itu yang diberikan sehingga uang kuliah yang ditetapkan bagi anaknya jadi rendah.

Pihak kampus akhirnya menetapkan uang kuliah sebesar Rp.7,5 juta per semester untuk Damai. Orangtuanya menerima itu sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi. 

Anak teman orangtua Damai yang kuliah di PT yang sama, Fakultas yang sama, membayar uang kuliah lebih rendah dari Damai, meskipun orangtuanya yang memiliki penghasilan lebih baik dari orangtua Damai. Kebetulan kedua orangtua itu bersahabat.

Orangtua Damai sejak jauh-jauh hari memang sudah menyiapkan biaya pendidikan anaknya. Bukan dalam bentuk asuransi, tetapi tabungan yang bisa diambil sewaktu-waktu.

Awalnya semua lancar dan baik-baik saja. Karena orangtuanya selain sebagai jurnalis, kadang nyambi sebagai pembuat film layanan mayarakat di sebuah rumah produksi. Jadi walau pun gaji sebagai jurnalis jauh dari memadai, kekurangannya masih bisa ditutupi dari pekerjaan paruh waktu itu.

Namun kehidupan ibarat roda berputar. Sisinya bisa di atas, kadang di bawah. Rumah produksi tempat ayah Damai mengais rejeki tambahan, akhirnya bangkrut. Padahal pernah menjadi rumah produksi terkuat yang memiliki klien instansi-instansi pemerintah. Direkturnya mantan wartawan -- sahabat orangtua Damai di masa lalu -- yang sukses jadi pengusaha.

Keduanya tetap bersahabat walau pun memiliki pilihan berbeda. Jika sudah bicara politik, keduanya bisa berdebat dengan panas, walau masih tetap menjaga kepala tetap dingin. 

Sang direktur yang sahabat lama orangtua Damai itu sejak awal tidak suka Jokowi. Ndilalah, setelah Jokowi menjadi presiden, usahanya terus merosot hingga bangkrut, kebijakan Jokowi yang terlalu ketat dianggap sebagai biang keladinya. Kebenciannya terhadap Jokowi makin bertambah.

Kebangkrutan itu pada gilirannya juga berdampak pada penghasilan orangtua Damai. Sementara penghasilan sebagai jurnalis tidak bisa diandalkan, sejak masuknya era internet. Media cetak satu persatu berguguran, sementara media online tidak serta merta bisa menghasilkan uang.

Sementara penghasilan terus menurun, orangtua Damai terpaksa menggunakan tabungan biaya pendidikan anaknya untuk menutupi kebutuhan hidup. Sebagian coba diputar dengan membuat usaha warung di rumah. Tetapi semuanya tidak mudah, saingan terlalu banyak sehingga usaha yang dijalankan juga belum menunjukkan hasil menggembirakan.

Orangtua Damai tetap optimis anaknya bisa menyelesaikan kuliah. Dia sudah banyak mendengar bahwa untuk anak yang memiliki prestasi di tempat kuliah, tidak sulit untuk mendapatkan beasiswa. 

Dalam pertemuan antara pihak Fakultas dengan seluruh orangtua di perkuliahan awal dulu, digambarkan betapa banyaknya peluang untuk mendapatkan beasiswa bagi mahasiswa. Jadi tidak mungkin ada mahasiswa yang tidak bisa kuliah, kata pembicara. Para alumni dari fakultas dan yang sama juga meyakinkan hal itu.

Salah seorang teman ayahnya yang bekerja di sebuah media dengan meyakinkan mengatakan, tidak mungkin tidak ada beasiswa untuk mahasiswa negeri. Anaknya si "Anu" (dia menyebut nama temannya) kuliah di ITB sering banget ke luar negeri. Dia sering dapat tawaran beasiswa.  

Dalam keadaan terjepit, manusia biasanya kreatif. Mulailah orangtua Damai berselancar di internet untuk mencari peluang mendapatkan beasiswa bagi anaknya, guna meringankan beban yang semakin berat. Apalagi sejak dolar melambung yang berdampak pada naiknya harga-harga.

Pemerintah melalui Kemdikbud menyediakan beasiswa Bidikmisi. Namun syarat yang harus dipenuhi antara lain Tergolong dalam keluarga yang tidak mampu secara ekonomi, dengan kriteria:

Penerima BSM (Beasiswa Siswa Miskin) atau pemegang kartu KIP (Kartu Indonesia Pintar), atau kartu sejenisnya lainnya.

Pendapatan kotor gabungan dari kedua orang tua maupun wali maksimal Rp. 3.000.000 per bulan. Atau dengan kata lain, perhitungan pendapatan gabungan orangtua maupun wali, dibagi jumlah anggota dalam keluarga, maksimal Rp. 750.000 per bulan.

Jika tak salah ada juga persyaratan sudah pernah menang dalam lomba di Tingkat Kabupaten atau Provinsi. Damai tidak pernah mengikuti lomba-lomba itu. Dia pernah menjadi Juara dalam lomba science antarSMA di Depok.

*****

Kalau melihat kondisi rumah dan pekerjaan orangtuanya, Damai jelas tidak memenuhi syarat untuk menerima beasiswa pemerintah itu.

Tetapi seperti roda berputar, keadaan bisa berubah dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama. Rumah, penampilan, kebiasaan mungkin tidak berubah secepat kondisi ekonomi yang dialami. Seperti itulah kondisi yang dialami oleh orangtua Damai saat ini.

Walau pun tidak pernah mendorong anaknya untuk mencari beasiswa, dia pernah menyingung sedikit tentang banyak beasiswa yang ditawarkan kepada mahasiswa berprestasi, mulai dari pemerintah, corporate atau foundation dalam dan luar negeri. Oh ya Damai sejak semester 2 selalu masuk daftar Mapres (Mahasiswa Berprestasi) di Fakultasnya.

Damai juga tahu kondisi keuangan orangtuanya. Diam-diam dia juga pernah mendaftar untuk mendapatkan beasiswa, antara lain ke Tahir Foundation. Tahir Foundation adalah milik Dato Sri Tahir, seorang pengusaha keturunan Tionghoa sukses kelahiran Surabaya  bernama Ang Tjoen Ming, pemilik Mayapada Grup.

Dato Tahir merupakan seorang filantropis yang banyak membantu anak-anak miskin di berbagai belahan dunia. Saya pernah menghadiri konperesi pers film Mooncake Stories yang didanainya. Saat itu Dato Tahir mengatakan dirinya membiaya pengungsi Suriah di Yordania dan dia memiliki anak angkat asal Suriah, beragama Islam. Latar belakang agama buka dasar Dato Tahir untuk membantu orang lain.

"Doain ya Yah, supaya dapat beasiswa," kata Damai suatu ketika kepada ayahnya. Tetapi beberapa bulan kemudian di mengatakan, "Gagal, Yah!"

Namun Damai adalah anak yang taft, kuat, tidak gampang patah semangat. Dia anak yang gigih mengejar impiannya. Di cermin lemari pakaiannya ada tulisan dengan spidol berbunyi: "Damai harus mendapat beasiswa ke luar negeri!". Konon itu ditulisnya sejak ia masih di bangku SMA.

Karena kegigihannya itu ia terlihat serius. Damai irit bicara kepada orangtuanya. Hampir tidak pernah menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal. 

Ia lebih banyak berada di kamar untuk belajar, melancarkan tangannya memencet tuts piano -- dia pernah belajar piano ketika SD -- atau sekedar menerima teman-temannya di rumah. Selebihnya adalah kegiatan kampus atau bertemu teman-teman kuliahnya, antara lain mengikuti band kampus yang aktif sewaya-waya. Dia menjadi vokalis, suaranya lumayan. Dia mengunggah di akun instagramnya.

Sejak Mei 2018 ini perkuliahan libur panjang. Sebagian temannya mengikuti kuliah semester pendek untuk mengejar ketertinggalan karena ada mata kuliah yang masih nyangkut. 

Damai mengikuti magang di sebuah stasiun televisi swasta. Baru merasakan atmosfir kerja, dia sudah harus pulang tengah malam, kadang pagi, atau mengingap di tempat magangnya, karena stasiun televisi tempatnya magang menyiarkan Piala Dunia 2018. Dia masuk dalam tim kreatif. Selesai Piala Dunia tugasnya sebagai mahasiswa magang tetap diteruskan, hingga masa perkuliahan dimulai lagi.

"Kamu kan mahasiswa teknik kimia, kok magang di broadcast?" tanya ayahnya suatu ketika.

"Enggak apa-apa yah, yang penting bersosialisasi dulu, memperbaiki komunikasi," jawabnya.

"Memang tidak melamar ke perusahaan-perusahaan yang sesuai dengan jurusan kamu?"

"Damai udah melamar ke Traveloka, Gen FM, Unilever, The Body Shop, P&G, tapi yang diterima di Trans TV," jawabnya.

"Tapi nanti kalau kerja kamu harus pilih yang sesuai dengan ilmu kamu!"

"Iya Yah," jawabnya pendek.

Meski pun ilmu yang bukan dipelajarinya, Damai sangat tekun menjalani tugasnya sebagai mahasiswa magang. Dia selalu datang sesuai jadwal yang diberikan. Beberapa mahasiswa magang lainnya, menurut dia, tidak tahan dan sudah ke luar duluan. Damai harus menjalani masa magangnya sampai awal September. Dia tetap semangat, meski pun dia sadar, sebagai mahasiswa magang pengeluarannya jauh lebih besar dibandingkan ia pergi kuliah.

Damai tahu kondisi orangtuanya saat ini. Doa mencoba hidup sederhana apa adanya. Dia kerap meminta kepada orangtuanya agar terus berdoa, supaya dia dapat beasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun