Mohon tunggu...
Matjhacoffee
Matjhacoffee Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

saya suka menulis berbagai hal yang penuh di otak saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fayre

12 September 2024   22:19 Diperbarui: 12 September 2024   22:23 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Eh, engga Sen, gausah. Gue pulang naik ojol aja, jadi ngerepotin elo nih." Ucap Fayre sedang berusaha menghentikan lengan Arsen yang sudah siap melaju. 

"Gue juga mau pulang, Fay. Biar sekalian, biar lo ga usah buang duit lagi, udah naik aja. Udah gue cuci kok motornya." Kata Arsen dibalik helmnya kemudian menepuk tempat kosong dibelakangnya. Kapan lagi coba? Kapan lagi Fayre akan datang dengan sendirinya kepadanya? Seorang Pramoedya Arsen tentu tidak akan melewati kesempatan ini dimana Ia bisa selangkah lebih dekat dengan Fayre dari hanya sebatas memandanginya dari kejauhan. Karena ini adalah sebuah impian disaat Ibunya bertanya, 'Siapa yang akan kamu ajak pergi bersama Himawan, Sen?' dan tanpa ragu Arsen tulis dalam bukunya, Fayre.

"Engga deh, Sen. Gue gak mau ngere-" lagi-lagi Fayre berusaha menolak tak enak.

"Naik, Fay. Bensinnya udah gue isi penuh." Dan tak ada celah sedikitpun yang bisa Arsen berikan. Katakan saja bila Arsen memang memaksa, namun agar Fayre tahu bahwa Arsen tidak pernah sekalipun keberatan memenuhi segala keinginan Fayre, bahkan mengelilingi kota hingga dunia sekalipun. Semoga Fayre suka, ya? Semoga saja.

Arsen kemudian tersenyum dan menepuk tempat kosong dibelakangnya, "Yuk!" 

Dengan ragu, Fayre menaiki motor Kawasaki  hitam Arsen lalu meletakkan kedua tangannya diatas paha. Jika akan berakhir begini, Fayre kira akan lebih baik bila ia tak bertanya pada Arsen tadi. Biarlah Ia menunggu orang lain atau temannya yang mungkin saja akan kebetulan lewat. Tapi hari itu, disaat matahari menurunkan sinarnya dengan lambat, telah ditetapkan bahwa Ia akan pulang bersama Arsen. Fayre tidak tahu saja, bila sedari tadi Arsen berusaha mati-matian agar jantungnya tak lompat dan menari dihadapannya. Arsen cengkeram dengan kuat kemudi motornya lantas menyalakan mesin dan melaju perlahan setelah memastikan Fayre duduk dengan nyaman.

Bagi Fayre, Arsen hanyalah laki-laki yang biasa membawa tas selempang lalu duduk dibangku belakang. Suaranya hanya terdengar jika Ia bertanya dan selebihnya hanya langkah kakinya yang bisa didengar. Laki-laki dengan alis tebal dan hidung mancung itu kerap datang dengan aroma kopinya. Fayre pernah bertanya pada temannya, apakah Arsen memiliki kebun kopi? Namun temannya hanya menjawab dengan gelak tawa kemudian bercerita bahwa Arsen senang sekali meminum kopi hingga aroma kopinya menempel di tubuhnya. Mungkin Arsen tak hanya menyukai kopi namun juga dengan baunya. Dan begitu pula dengan sekarang, Fayre duduk dibelakangnya, dibelakang laki-laki beraroma kopi tersebut. 

Jalanan sore ini mulai padat, mulai dipenuhi kendaraan yang disetir budak harta. Langit yang indah menambah kesan hangat dengan semburat jingga di ufuk barat. Jika kerikil jalanan bisa menyapanya, pasti mereka akan bertanya, "Siapa wanita dibelakangmu, Arsen?" Sebab Arsen yang terkadang bercerita pada kerikil dengan seorang diri tanpa tumpangan. Jadi, sore kali ini berbeda, sore ini motornya terasa lebih berat, namun menyenangkan, sore ini spionnya tak hanya menampilkan langit jingga, namun serta keindahan Tuhan lainnya, sore ini tidak berisik, karena hatinya bersenandung ria. Arsen melihat spionnya yang memunculkan pantulan wajah Fayre disana. Wajah penuh ragu dan takjub. Terlihat begitu cantik dan menggemaskan. Arsen bahkan menurunkan pandangannya untuk menyadarkan bahwa yang dibawanya bukan bidadari. Bukti bahwa Tuhan selalu menciptakan hal-hal yang indah, termasuk Fayre.

"Sen, depan belok kiri, ya! Rumah gue kanan jalan." Setelah sekian perjalanan, Fayre mulai berucap sambil mencondongkan tubuhnya. 

"Oke." Jawab Arsen. Yah, andai saja Fayre mau diajak berkeliling kota atau mengantarnya menuju Hagia Sophia, tapi nyali Arsen tak sebesar itu untuk menawarkannya. Tapi, bila Fayre akan mengajaknya, tentu Arsen selalu siap, Arsen selalu sedia menemani Fayre dalam perjalanan mana pun, termasuk dalam perjalanan hidup. 

Motor Arsen berbelok ke kiri perlahan. Oh, apakah ini akan berakhir? Perjalanan perdana yang hening tadi akan berakhir? Rasanya baru saja Arsen menikmati wajah cemas Fayre. Arsen benar-benar ingin memperlambat waktu. Lembayung senja saja masih terasa hangat, hiruk pikuk jalanan juga bukan hambatan. Kini yang Arsen harapkan hanya membuat jarak rumah Fayre sejauh mata memandang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun