Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kecelakaan Study Tour: Evaluasi Regulasi dan Rekam Jejak Transportasi Publik

13 Mei 2024   13:21 Diperbarui: 17 Mei 2024   14:40 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecelakaan bus|Kompas.com

Kecelakaan bus study tour yang membawa rombongan pelajar menjadi berita memilukan. Betapa tidak, perjalanan yang seharusnya membawa kenangan indah berakhir tragis.

Di Indonesia, kecelakaan study tour masih saja menjadi berita yang kian hari membawa duka mendalam bagi keluarga korban. Rentetan kecelakaan di berbagai daerah terjadi akibat lemahnya regulasi dalam hal kelayakan angkutan umum.

Kita melihat jumlah kecelakaan di Indonesia masuk dalam daftar tertinggi di dunia. Sepanjang 2023, tercatat 148 ribu kecelakaan lalu lintas. Angka ini naik 0.4% dibanding tahun 2022. 

Kenapa angka kecelakaan relatif tinggi di Indonesia?

Regulasi Lemah

Kita tidak sedang berlebihan jika mengatakan regulasi lalu lintas di Indonesia masih sangat lemah. Surat Izin Mengemudi (SIM) bisa didapat dengan 'mudah', sehingga tipe pengendara yang layak mengemudi atau mengendarai kendaraan belum bisa dikatagorikan sangat baik.

Coba bandingkan dengan Amerika yang jumlah korban kecelakaan hanya 44 ribu tahun 2023. Bahkan, jumlah tersebut masuk katagori tinggi bagi pemerintah setempat. 

Di Amerika sendiri, jumlah kepemilikan mobil mencapat 275 juta. Setiap rumah minimal memiliki dua mobil. Dengan jumlah kendaraan yang besar, Amerika masih bisa menekan korban jiwa karena tidak mudah mendapatkan ijin mengemudi disana.

Dibanding Thailand dan Malaysia, jumlah kepemilikan mobil di Indonesia masih tergolong rendah. Namun, jika melihat angka kepemilikan sepeda motor, Indonesia patut berbangga.

Jawa timur dan jawa tengah saja tercatat belasan juta sepeda motor di masing-masing daerah. Ini hanya gambaran betapa regulasi penerbitan ijin mengemudi perlu mejadi sorotan untuk menekan kecelakaan lalu lintas. 

Jalan-jalan di Indonesia belum semuanya masuk katagori aman, baik dari segi ukuran atau kelayakan. Tantangan berkendaraan di Indonesia dengan kondisi geografis berbeda memberi gambaran akan potensi kecelakaan.

Dengan regulasi lemah, tipe pengendara di Indonesia jelas mengkhawatirkan. Bukan hanya perkara memiliki SIM, tapi juga ketaatan memakai atribut keselamatan berupa helm dan suku cadang standar SNI.

Regulasi Bus Layak Jalan

Regulasi pada kendaraan umum, terkhusus pada bus yang beroperasi di jalan nasional mesti dikaji ulang, dianalisa dan ditertibkan. Jika tidak, jumlah kecelakaan akan terus meningkat kedepannya. 

Pemerintah dalam hal ini perlu serius untuk berpikir solusi agar nyawa manusia dihargai. Regulasi bus layak jalan harus memiliki standar nasional yang WAJIB dipatuhi semua jenis bus. Tidak terkecuali bus yang dicarter untuk study tour.

Sudah selayaknya pemerintah menghargai nyawa siswa sekolah. Aturan mencarter bus untuk study tour harus diatur dalam aturan yang jelas. Mekanisme, kualitas bus, dan inspeksi mesti diatur dan tertulis untuk dijalankan oleh pemilik bus.

Aturan ini jangan sekedar tertulis dan menjadi dokumentasi tahunan. Sebaliknya, terapkan hukuman yang memberi efek jera bagi pemilik bus. Misalnya, tarik ijin jalan saat bus mengalami kecelakaan selama satu tahun.

Ada baiknya katagori SIM untuk bus diberlakukan sistem poin. Supir bus baru bisa mendapatkan SIM jika mampu melewati uji kelayakan mengendarai, ujian psikologis, dan pemahaman tentang bus. 

Kenapa ini penting?

Pertama, kemampuan mengoperasikan bus jelas berbeda dibanding kedaraan pribadi. Untuk itu, ujian psikologis setidaknya menyaring calon pengemudi yang handal dalam hal keselamatan jiwa penumpang. 

Pemahaman tentang bus seharusnya masuk dalam pertimbangan kelayakan ijin mengemudi. Supir bus sepatutnya dibekali dengan pemahaman yang baik tentang cara kerja bus dan hal umum mengenai fungsi mesin.

Apa fungsinya?

Agar kondisi bus sebelum melakukan perjalanan optimal. Supir bisa memastikan mesin berfungsi dengan baik dan hal penting seperti rem bekerja maksimal sehingga potensi kecelakaan dapat diprediksi dan dikalkulasi lebih dini.

Dengan memperketat uji kelayakan supir bus dan menambah syarat psikologis dan pemahaman tentang bus, operasional bus mudah dipantau dan potensi kecelakaan mampu ditekan ke angka paling bawah.

Kecelakaan bus yang baru saja terjadi memberi indikasi lemahnya aturan berkaitan dengan optimalisasi operasional bus. Mana bus yang layak jalan dan apa standar keselamatan masih belum menjadi prioritas. 

Akibatnya, masyarakat kapan saja bisa berada dalam bus yang tidak memiliki standar layak jalan dan kecelakaan mudah terjadi karena faktor kecerobohan. 

Kondisi rem blong dapat diantisipasi dengan pemeriksaan secara menyeluruh akan kondisi bus. Siapa yang bertanggung jawab? ya, pemilik bus tentunya. 

Sebelum bus dipastikan berfungsi dengan baik, maka hak jalan bus tidak boleh keluar. Artinya, kebijakan pemerintah sepatutnya menjadi filter guna menghindari kecelakaan study tour di kemudian hari.

Sekarang, coba perhatikan seberapa baik kebijakan untuk menurunkan angka kecelakaan di lapangan. Apakah pemerintah mempunyai standar minimum layak jalan bagi kendaraan umum?

Jika iya, bagaimana mekanismenya dan apakah uji kelayakan benar-benar diberlakukan tepat sasaran tanpa pandang bulu?

Ah, bukankah itu tugas pemerintah pusat sampai daerah dengan pihak kepolisian dan lalu lintas?

Lantas, adakah upaya lebih jauh dalam hal standardisasi bus layak jalan untuk menghargai nyawa manusia Indonesia?

Jumlah pengendara motor semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah kendaraan roda dua di setiap provinsi. Sementara itu, daya tampung jalan semakin menyempit.

Secara sederhana, kita bisa melihat bahwa potensi kecelakaan di ruas jalan nasional semakin meninggi ditinjau dari dua hal: kondisi fisik kendaraan dan tipe/karakter pengendara.

Ringkasnya, selama aturan penerbitan SIM belum diperketat dan kebijakan kendaraan umum layak jalan belum memiliki standar akurat, maka selama itu pula jumlah kecelakaan kemugkinan berputar di angka yang sama. 

Kenapa kurikulum Indonesia sampai saat ini belum mengakomodir mata pelajaran lalu lintas sejak usia dini?

Padahal, dengan mengajarkan aturan lalu lintas dan etika berkendaraan sejak kecil, kita tidak perlu khawatir akan kecelakaan di jalan. 

Masalah yang seringkali memicu kecelakaan adalah kecerobohan pengendara akibat kurangnya etika lalu lintas dan ketidakpedulian akan keselamatan orang lain di jalan.

Oleh sebab itu, buatlah aturan yang WAJIB ditaati bersama tanpa pilih kasih karena ada 'orang dalam'. Mengeluarkan SIM itu gampang, tapi menaati aturan di jalan itu bukan sembarang orang yang mampu menjalankan.

Gara-gara abai akan hak pengendara lain, kepemilikan SIM acapkali membahayakan nyawa orang-orang yang tidak bermasalah. Ada baiknya, SIM di Indonesia diberlakukan poin sebagaimana SIM di luar negeri. 

Jika 2-3 kali melanggar aturan di jalan, cabut SIM pelanggar dan alihkan ke kendaraan umum saja seuumur hidup. Kalau tidak mau ikut aturan bagaimana?

SELESAI!

[by: Masykur]

13 Mei, 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun