Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mahadewi

17 Juni 2022   15:21 Diperbarui: 30 Juni 2022   12:14 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelarian Mahadewi

Mahadewi  menyelinap di antara rimbun dedaunan . Samar sayup gemericik air mengucur dari pancuran bambu, mengalir bening dalam liukan sungai. Rumpun bunga  semarak warna putih membingkai tepian sungai. Bebatuan hitam kemilau  tertimpa sinar rembulan.

Rimbun dedaunan menebar aroma  sejagad malam. Semesta  pegunungan dan kabut berarak  perlahan. Langit hitam kemerahan  sebab purnama tengah berpendar.

Mahadewi merasakan dingin menusuk belulangnya. Kadang tubuhnya sempoyongan dalam gulungan angin dan kabut.

Warna indah dari langit tidak mengurangi gemuruh  angin yang membuat  perasaannya tercekam,  serta jemarinya mengepal. Bibirnya bergetar dan menggigil.

 

Langkahnya menerobos ilalang  di bawah pepohonan besar. Sebuah pondok  dengan lentera  tua  yang menggantung di depannya. Ia butuh  kehangatan dari sebuah pondok , mencari kehangatan di larut malam.

Kadang bulan dan bintang  terhalangi oleh  gumpalan kabut. Kengerian di malam itu  membuatnya  semakin cepat mendekat  ke arah pintu pondok. Berharap seseorang  membukakan pintu.Dengan mata membasah berurai air mata , ia berteriak berharap seseorang membukakan pintu.

Angin mulai tidak ramah. Desis dedaunan yang bergerak kian kencang, menciptakan ketakutan. Saat seseorang berwajah teduh membukakan pintu. Mahadewi  berlari ke arah pintu, mencari seberkas cahaya dan kehangatan.

"Darimana saja kau Dewi....., angin terlalu keras di luar sana..... ,ayo masuk," wanita berwajah teduh itu mengembangkan senyumnya.

"Ibu....., terimakasih sudah membukakan pintu ini......," seketika ruangan dengan lentera tua itu menjadi benderang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun